Entah Kenapa Perasaan Ini Bagian 2

Sebelumnya terima Kasih telah membaca. Mohon maaf kalau ada kata yang kurang baku.Cerita ini hanya Karya Fiksi jika ada kemiripan seseorang atau hal lainnya adalah sebuah kebetulan saja.Selamat membaca kembali.

Akhirnya ulangan Bulanan tiba, kami semua belajar giat untuk mendapat nilai sempurna agar saldo E-Pay kami bertambah. Di hari-hari  sebelum ulangan aku slalu pergi ke perpus untuk membaca beberapa buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan. Di hari pertama ke perpus aku sempat melihat Shirayuki-san di pojokkan sedang membaca buku. Aku mendekatinya, aku ingin berterima kasih atas pembelaannya padaku waktu itu. Tapi sepertinya dia sedang serius. Aku tidak ingin mengganggunya. Akhirnya aku mendekatinya, tapi saat semakin dekat, dia malah pergi menuju rak buku yang lain.Sebelumnya aku berfikir untuk mengikutinya atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya tapi dia sudah pergi keluar dulu dengan membawa bukunya. Karena di kelas dia jarang di dekati temannya dan wajahnya yang slalu serius membuatku ragu untuk mendekatinya, belum lagi kegiatan kami yang berbeda tempat jadi kami tidak sempat bertemu untuk ngobrol.

Hari esoknya aku juga melihat Shirayuki sedang membaca buku di pojokan perpustakaan. Aku mendekatinya dengan cepat, karena aku tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Aku duduk di depannya sambil membuka bukuku. Tak lama kemudian “ YO!” sahut aku pada Shirayuki. Dia tidak merespon perkataanku. Sekali lagi “ Konichiwa, Takheda-san!” panggil aku.

“Oh, kamu! Ada apa?” tanya Shirayuki sembari menutup bukunya dan menaruhnya di meja.

“Tidak ada apa-apa! Aku Cuma mau terima kasih padamu! Ariegataou!” kataku

“Tentang kemarin dengan Bu Sisca loh. Tapi kamu kok mau membelaku?” tanyaku heran.

“Aku hanya mengatakan apa adanya saja! Tidak ada maksud lain!” kata Shirayuki dengan ekspresi datar.

“Ya pokoknya, aku Cuma ingin berterima kasih saja!” kataku lagi.

Kami terdiam dan kami tidak berbicara apa-apa.

“Sudah tidak ada apa-apa lagi , kan? Aku mau ke kelas dulu!” kata Shirayuki, terus meninggalkanku.

Sampai hari H- 1 sebelum ulangan aku slalu bertemu Shirayuki-san di perpustakaan. Tapi aku kesulitan berbicara dengannya. Karena dia sikapnya yang acuh tak acuh, dan aku juga kadang tidak peduli dengan keadan sekitar. Hari itu dia juga bersikap acuh tak acuh lagi. Lalu dia beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil buku yang jauh di rak atas. Dia melompat-lompat kecil mengambil untuk meraih buku itu. Tapi sepertinya dia kesulitan aku yang tengah membaca buku terganggu oleh tingkahnya yang memaksa kehendak dan mendekatinya. Di perpustakaan bagian belakang hanya ada kami berdua. Perpustakaan di bagi menjadi dua ruangan yaitu buku untuk kelas satu di bagian belakang sedangkan kelas sebelas dan dua belas di bagian depan. Mungkin karena waktu yang tidak tepat dan sebentar lagi ada ulangan jadi para murid sedang belajar dan tidak sempat ke perpustakaan pikirku mengenai keadaan perpustakaan saat ini.

“Takheda-san?” Panggil aku

Dia berbalik dan “Ada apa?”

“Sepertinya kamu kesusahan mengambilnya, coba aku ambilin, mau?” kataku menawarkan bantuan.

“Ok,  dengan senang hati!” dengan ekspresi datarnya.

Aku mendekati rak buku itu sedekat mungkin. Aku menjinjit-jinjit seperti Takeda tadi, tapi tetap saja aku tidak bisa menjangkaunya karena tinggiku dan Shirayuki hampir sama. Bahkan sepertinya lebih tinggi sedikit dariku.

“Maaf ya sepertinya terlalu tinggi raknya!” kataku pelan.

“Ya sudah tidak usah!” jawabnya datar.

Dia keluar perpustakaan. Aku mencari sapu atau galah untuk mencoba mengambil buku yang tadi. Ku cari di setiap sudut perpustakaan belakang tetapi tidak ada. Aku masuk ke perpustakaan di ruangan lain. Tak lama bel berbunyi, dan untungnya sapu nya langsung ketemu. Aku langsung bergegas ke rak yang tadi. Aku jangkau dengan pangkal sapu dan 3 buku jatuh. Yang dua aku balikan ke rak ke 3 dari bawah. Aku berjalan cepat ke petugas perpus dan menyelesaikan administrasi peminjaman bukunya.

Aku lupa kalau setelah istirahat adalah pelajaran Bu Sisca. Aku berlari menuju kelas , tapi di samping Lab. Aku melihat Bu Sisca. Aku memutar balik melewati depan kantin kelas 11 dan memotong jalan di gang kecil antara ruang tata usaha dan gedung kelas 11. Saat sampai di lorong samping kelas, Bu Sisca sudah ada 15 meter di depanku. Tapi aku sangat beruntung karena Pak Antolin, guru sejarah kelas 11 mengajaknya ngobrol. Aku langsung berlari masuk ke dalam Kelas. Aku melewati tempat duduk Shirayuki dulu dan memberikan bukunya diam-diam pada mejanya. Aku langsung ke tempat dudukku. Tak lama kemudian Bu Sisca memasuki ruang kelas. Shirayuki memandangiku seakan ingin berbicara denganku. Tapi tangan Tony menepuk pundakku. Aku sempat di tanyai macam-macam oleh Tony, lalu aku jawab saja aku habis dari toilet dan aku ingin lewat barisan kursi yang lain. Dia mempercayaiku.

Setelah bel pulang berbunyi aku keluar kelas terakhir. Dan Shirayuki menghalangiku jalan. Dia berdiri di depanku.

“Arigatou!”(Terima kasih) kata Shirayuki.

“Doitashimashite”(sama-sama)  jawabku.

Dia tersenyum padaku dan langsung berbalik badan berjalan cepat sembari berkata “ Sampai jumpa lagi!”

“Sampai jumpa!” jawabku. Aku kembali ke asrama untuk berganti baju.  

Akhirnya hari Ujian Kenaikan 1 dimulai. Kemarin seluruh murid kelas 10 di semua kelas di beri arahan oleh guru masing-masing seputar pengisian Form Ujian. Setiap siswa akan di beri Jam tangan. Di jam tangan itu ada tombol di mana, jika siswa yang menekan tombol sudah siap melaksanakan ujian. Untuk waktunya sudah terpasang pada jam. Ketika jam di pasang maka waktu pengerjaan Ujian sudah di mulai. Ketika waktu selesai maka Jam tangan akan bersuara sangat dering seperti bunyi alarm. Ketika itu juga para siswa harus memencet kembali tombol pada jam dan melepaskan serta menyerahkannya pada pengawas. Setiap siswa yang tidak memasang jam tangan sampai waktu yang di tentukan selesai maka dianggap tidak mengikuti Ujian. Semua fasilitas penulisan dan editing sudah tertera pada lembar kerja yang di tampilkan. Setiap siswa menyentuh iconnya agar fasilitas melakukan perintah pada form lembar kerja.

Hari pertama Ujian, mata pelajaran yang di ujikan adalah Bahasa Inggris, Pendidikan Keagamaan dan Software Mesin Ringan. Bahasa Inggris dan Pendidikan Keagamaan bisa kulalui dengan baik tapi di mapel Software Mesin Ringan aku kesulitan mengerjakan. Karena perutku yang sudah keroncongan dan panas yang terik sekali membuat suasana ruang menjadi sangat panas. Karena sangat pegal aku berusaha olahraga kecil sebentar, menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri. Dan ku sadari ruangan kami hanya tersisa 7 orang yaitu aku, Greg, David, Dush, Shirayuki, Sari dan Krad. Aku memandangi mereka yang ada di sebelah kananku. Saat aku menoleh ke kiri aku di kejutkan sekaligus malu karena bra yang di kenakan Shirayuki yang ada di sebelah kiri belakangku terlihat karena baju tipisnya basah bercucuran keringat di badannya. Aku memandangi agak lama, konsentrasiku agak pecah. Saat Pak Albert mengepakkan kepalanya memandangku aku buru-buru menunduk melihat lembar kerjaku lagi. Pak Albert menyuruh menekan tombol dan melepaskan jam. Di saat itu juga bunyi Jam Tangan kami yang ada di dalam ruangan berbunyi semua.

Hari Sabtu kami tidak ada pelajaran dan waktu di gunakan untuk praktik pengendalian Robot Humanoid. Sorenya aku ke ruang klub Kendo untuk berlatih Kendo sendiri. Tiba-tiba dari belakang ada yang menyerangku dari belakang. Aku menghindar kekiri karena dia menyerang bahu kananku. Aku berbalik dan ternyata Takatsuji-senpai yang menyerangku.

“Ayo kita bertarung, aku akan melawanmu sungguh-sungguh!” tantang Takatsuji-Senpai.

Dia langsung menyerang aku, aku menghindar. Dia tetap menyerangku dan aku terus menghindar. Aku menghindar untuk membaca gerakannya. Saat dia berlari ke kanan dan menyerangku aku menangkis pedangnya. Dia mundur, kami saling waspada tetap pada posisi kuda-kuda yang benar. Dia mulai berlari ke kanan lagi dan mengayunkan pedangnya pelan. Aku mencoba menangkis pedangnya dengan katanaku tapi ternyata dia menipuku , mengalihkan konsentrasiku. Dia melompatkan pedangnya ke belakangku dan menyerangku. Saat itu aku reflek menundukkan kepalaku dan mundur menjauhinya. Kami saling menyerang dan beradu berbagai teknik. Aku sudah mencapai batas dan sangat kelelahan. Karena kami bertarung sudah hampir dua jam. Saat dia menyerang lagi, dia tiba-tiba terdiam dan tumbang karena kakinya tiba-tiba sakit.  Aku juga kelelahan dan berjalan pelan mendekati Takatsuji senpai.

“ Senpai tidak apa-apa?” tanya aku.

“Gak apa-apa kok! Hebat juga kamu! Bisa mengimbangiku!” puji Takatsuji Senpai tangannya sambil memegangi kakinya.

“Ini juga berkat arahan dan bimbingan para senpai dan Pak Fuudo!”

“Ya sudah, saya ke asrama dulu!” pamit Takatsuji Senpai.

Dia berjalan pelan meninggalkanku, sambil sesekali memegangi kakinya. Aku juga langsung balik ke kamarku.

Hari esoknya karena kelas libur dan tidak ada kegiatan klub. Aku menemani Natsuki-senpai belanja. Kami ketemuan di luar wilayah sekolah.

“Natsuki Senpai!” sapa aku dari belakang sambil berjalan.

“Nishimoto kun! Sini!” ajak Natsuki sambil melambaikan tangannya padaku.

Kami berjalan ke Halte Pontianak School. Saat berjalan kami juga ngobrol

“Nishimoto, kamu gak usah formal-formal kalau sedang berdua! Panggil Natsuki saja!”

“Tapi….”

“Gak ada tapi-tapian, panggil aku Natsuki ya! Dan aku memanggilmu Nishimoto!”

“Ya sudah terserah senpai saja”

Tak lama kemudian bus datang kami langsung menaikinya. Untungnya hari ini tidak penuh jadi kami masih bisa duduk di tempat duduk.Setelah duduk selama setengah jam akhirnya kami sampai di pusat Kota Pontianak. Karena sudah siang kami mencari Kafe terdekat dengan Halte.

“Ke situ aja yuk!” ajak Natsuki padaku.

Aku menurutinya, karena memang aku juga lapar dari rumah belum makan. Sebelum aku masuk, aku merasa ada yang menatapi kami terus dari tadi.

“Tunggu sebentar!” kataku pelan.

Aku kembali berbalik arah dan berlari ke gang kecil antara Toko Alat dan Dealer Mobil. Dan betul aku mendapati seseorang menatapku dengan baju hitam dan memakai topeng. Dia melempar pisau kearahku dan aku tangkap tapi agak meleset jadi tanganku terluka. Aku mengejarnya tapi dia sudah lari jauh dulu. Saat akan ku buang pisau itu, aku menemukan kertas tergulung. Aku membuka dan kertas itu berisi tulisan “If you want to Safe, you are must quit the school”. Setelah membaca pesan itu Natsuki berlari mendekatiku. Tanganku ku umpatkan ke belakang badanku.

“Kamu abis liat apa sih? Sampai lari-lari gitu?” tanya Natsuki

“Gak kok, kirain salah satu saudaraku. Tapi ternyata aku salah lihat.” Aku mengajaknya berjalan menjauhi lokasi itu sembari melepaskan pisaunya terjatuh ke bawah.

“Ayo kita mau kemana dulu!” kataku tetap mengumpatkan tanganku.

“Tanganmu kenapa kok di kebelakangin!” kepo Natsuki.

“Gak apa-apa kok! Ayo kita sekarang kemana!” kataku merayunya.

“Kamu ngumpetin apa sih?” kata Natsuki dengan suara mengeras dan menarik tanganku ke depan.

“Tuh kan! Tanganmu kenapa bisa berdarah begini!” tambah Natsuki

“Gak apa-apa kok! Ini Cuma luka kecil” kataku sambil aku berkata dalam hati ‘untung aja kertasnya sudah ku kantongi dulu’.

Natsuki mengajakku masuk ke kafe, menarikku ke meja paling belakang ke dua di dekat dengan kaca depan kafe. Dia memesan Jus Melon dan meminta membawakan tisu serta alcohol dan air hangat. Dia mengobati tanganku dengan teliti dan pelan. Membalut tanganku dengan tisu secara pelan juga. Perhatiannya mengingatkanku saat aku kecil saat aku terjatuh dan ibuku slalu mengobatiku seperti yang dilakukan Natsuki sembari berkata “ Kamu juga akan di obati seperti ini oleh orang yang kau sayangi juga”.

Setelah kami makan kami masuk ke mall untuk belanja baju dan barang yang sudah habis di asrama. Aku juga belanja beberapa barang seperti Parfum dan Jaket. Di akhir waktu kami pergi ke Taman Poris untuk beristirahat sejenak.

“Kamu kenapa sekolah di sini?” tanya Natsuki.

“Karena suatu alasan, tapi tidak bisa memberi tahumu!” Jawab aku.

“Kalau sen…, Natsuki sendiri, kenapa?” balas tanya aku.

“Aku ingin menyelamatkan seseorang yang ku sayangi! Aku ingin menjadi kuat agar bisa menyelamatkannya!” kata Natsuki optimis.

“Ada keluargamu yang dalam masalah?” tanya aku.

“Tidak, tidak ada kok!” dengan suara pelan dan wajahnya agak di tundukkan.

“Tapi kamu menerimanya?” tanya Natsuki

“Awalnya tidak, tapi mereka tetap kekeh dan aku juga memutuskan untuk mencobanya”

“Terus gimana menurutmu?”

“Awalnya aku akan sulit berinteraksi, tapi sekarang aku semakin ingin sekolah disini lama!” kataku yang sebenarnya aku sangat penasaran dengan pesan yang tadi aku terima.

“Ayo kita balik, sudah sangat sore!”ajak aku. Karena sudah sangat sore bis yang tadi pagi kami tumpangi sudah tidak lewat lagi. Karena itu kami harus ke Halte Melati yang jaraknya 1 Km ke arah barat daya Mall Penanggal, mall yang tadi kita singgahi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!