Namaku adalah Kento Nishimoto. Aku salah satu pelajar terpintar di daerah Fujieda. Aku lahir satu bulan setelah FIFA World Cup 2018 di Rusia di gelar. Aku telah lulus dari SMP terbaik di Fujieda. Sekarang aku tengah menunggu pendaftaran di Horikoshi Gakuen yang akan di buka dua minggu lagi.
Aku yang genap berusia 14 tahun dan akan melanjutkan ke Horikoshi Gakuen, Tokyo. Sehari setelah hari ulang tahunku, saat pagi hari aku melihat seorang laki-laki dan perempuan sedang mengetuk pintu rumahku dari jendela kamarku di lantai dua. Ibuku yang berada di dapur tengah menyiapkan sarapan, memanggilku. Aku penasaran dengan tamu di depan dan turun sesaat setelah di panggil oleh ibu.
Saat itu aku bertanya pada ibu yang memberikan piring padaku untuk menempatkan makanan yang telah dimasak ke piring “Oka-san, soto ni dare?” (Ibu, di luar siapa?)
“Entah, ibu juga tidak tahu! Tolong ya makanannya, ibu akan membukakan pintu dulu!”kata Ibuku sambil membuka celemek masaknya dengan Bahasa Jepangnya yang fasih.
“Yosh, makase nasai!” (Baik, serahkan padaku!) jawab aku
Setelah itu ibu mempersilahkan mereka masuk. Ibu menyuruhku yang sedang berjalan ke arahnya untuk membuatkan minuman kedua orang itu. Sambil menyiapkan minuman aku kadang melirik ke ruang tamu melihat ibu seperti berbicara serius dengan kedua orang tadi. Aku juga mendengar samar-samar, kalau namaku seperti di sebut-sebut di obrolan mereka. Tak menunggu lama teh yang kubuat telah selesai. Aku segera ke ruang tamu untuk menghidangkan pada Ibu dan kedua tamu itu.
“Nah ini, tanya saja pada anakku!” kata Ibuku sambil mengkodeku untuk duduk di sampingnya dengan Bahasa Inggris.
“Nani ga warui oka-san?” (Ada apa ibu?)tanya aku.
“Kami dari Pontianak High School meminta penerus dari Takayumi untuk sekolah di sana!” kata sang lelaki yang diketahui namanya Elbrush Van Bowl dengan Bahasa Inggris.
“Who Takayumi?” tanya aku bingung pada mereka.
“Itu Ibu, Nama ibu yang dulu, Takayumi Minaka!” Jawab ibuku.
“Bukannya nama ibu Nozomi Nishimoto?” tanya aku pada ibu.
“Maaf sudah merahasiakan! Tapi ini demi kebaikan keluarga kita!” kata Ibuku.
“Ya, tapi maksudnya meminta penerus, maksudnya gimana sih!” tanya aku.
“Ok, akan ibu ceritakan semuanya. Tapi kamu dengarkan dengan pasti!” kata Ibu.
Setelah itu, Ibu menceritakan masa mudanya dulu di Pontianak High School sampai bagai mana bertemu dengan ayah dan menikah serta mempunyai anak, aku. Setelah di ceritakan dan berbicara kedua tamu itu, yang ternyata yang perempuan adalah Robot Humanoid yang bernama Lily. Aku terkejut dan tidak menyetujui untuk bersekolah di sana. Karena aku telah memilih sekolahku sendiri. Aku kesal dan pergi ke kamarku untuk menenangkan diri. Sepintas setelah aku pergi dari ruang tamu Ibu masih berbicara dengan kedua tamu itu. Tapi taklama kemudian mereka pergi.
Ke esokan harinya mereka berkunjung lagi, tetap pada tujuan yang sama untuk membujukku. Aku sama sekali tidak keluar dari kamar saat mereka berkunjung. Entah telah berapa lama ibu berbicara dengan mereka tapi aku sama sekali tidak memperdulikannya. Karena Ayah yang berangkat pagi, jadi ibu yang terus meladeni mereka. Entah kenapa ibu juga kuat menanggapi pembicaraan mereka. Esoknya juga mereka kemari lagi, tapi kali ini pas saat aku di depan. Aku langsung pergi ke dalam tapi Pak Elbrush menahanku.
“Chotto, watashi wa jikoshokai ga shitai desu” (Sebentar, aku hanya ingin berkenalan!) kata Pak Elbrush dengan terbata-bata.
Dari perkataannya tadi sepertinya dia benar-benar menginginkanku masuk ke sekolahan itu. Perkataannya yang kurang lancar tadi membuktikan tekadnya yang kuat untuk mengajakku bergabung. Tapi aku tidak memperdulikannya. Aku tetap pada pilihanku untuk melanjutkan ke Horikoshi Gakuen.
“I remained the same Choice!” (Aku tetap pada pilihan yang sama!)kataku dengan ekspresi memaksa.
“Ok, aku tidak akan ke sini lagi tapi dengarkan penjelasanku dulu!” kata Pak Elbrush dengan pandangan yang tajam padaku.
Aku mempersilahkan mereka masuk.
“Ok langsung pada intinya saja. Aku dari Wakil Pontianak High School ingin mengajak kamu bergabung. Walaupun kau menolaknya tapi pihak sekolah tetap ingin kamu bergabung. Jadi aku menyarankan untuk mencoba dulu!” kata Pak Elbrush belum selesai, aku bergegas pergi meninggalkan ruang tamu tapi tangan Pak Elbrush sekali lagi menahanku.
“Tunggu dulu, aku sudah mendaftarkanmu di Horikoshi Gakuen!”
Aku berbalik dan bertanya “What this is mean!” (Apa maksudnya?)
“Kamu coba dulu 1 bulan saja kalau kamu tetap tidak nyaman kamu boleh pindah ke Horikoshi School. Aku sudah mendaftarkanmu jika kamu tidak nyaman di Pontianak High School!” kata Pak Elbrush.
“Mana Buktinya?” tanya aku.
Setelah melihat tanda pendaftaran di Horikoshi School, aku percaya kalau dia tidak berbohong. Aku menuruti permintaannya untuk ikut dengannya. Tapi aku mengajukan Syarat kalau aku hanya bisa mencoba 1 bulan saja selebihnya, jika aku tidak nyaman, aku akan keluar. Tiga hari setelahnya Pihak dari Pontianak High School(PHS) mengabari kalau aku akan berangkat besok.
Saat itu aku belum berusia 15 tahun, padahal di kriteria untuk masuk ke PHS harus berusia 15 tahun. Aku tak mengerti cara berfikir mereka yang memperbolehkan aku sekolah di PHS yang seharusnya tidak di perbolehkan. Hari itu hari Kamis dan pertama aku masuk sekolah. Karena aku masih di bawah umur rata-rata dan memang aku berperawakan kecil jadi aku agak minder sedikit dan rasanya agak-agak malu gimana gitu. Aku dibimbing oleh Bu Silvia yang merupakan salah satu guru Konseling di PHS. Semua orang yang ada di PHS harus memakai Bahasa Inggris.
“Mari Dik Kento!” ajak Bu Silvia, melanjutkan ke kelasku. Aku lihat semua siswa dan siswi di sini memang memakai Bahasa Inggris semua. Walaupun ada beberapa anak kelas satu yang belum begitu lancar berbicaranya. Setelah 20 menit berjalan dari kantor guru 1 dan melihat beberapa murid yang berbicara di lorong akhirnya aku berada di depan kelasku. Aku di suruh masuk ke dalam kelas oleh Bu Silvia. Bu Silvia kembali ke kantor guru 1 Tadi aku sempat melihat seorang guru pembimbing dengan seorang cewek yang menuju ke kelas 10A( kelasku ).
Setelah menunggu 40 menitan akhirnya semua murid sudah berkumpul. Tak lama kemudian guru Mapel Bahasa Inggris datang dan memulai absen kami semua dengan Bahasa Inggris. Kulihat dari Jepang hanya ada 3 murid di kelasku dari 42 murid yang ada. Ketiga murid itu adalah Shirayuki Takheda, Kei Hinata dan Aku, Kento Nishimoto. Setelah absen selesai kami semua diperkenankan maju satu persatu oleh Pak Wiliam, Guru Bahasa Inggris kami untuk memperkenalkan diri. Tujuannya agar kami saling mengenal satu sama lain dan memanggil nama panggilan yang sesuai. Hari pertama aku masuk hanya ada dua mata pelajaran(Mapel) yaitu Bahasa Inggris dan Matematika. Setelah mengenalkan diri kami di beri ponsel khusus yang bisa melakukan apapun dan sebuah kartu. Ponsel itu berbeda dari yang aku punya. Bentuknya lebih simple tapi ketika di sentuh banyak menu bermunculan. Menunya banyak dari materi pembelajaran,toko online untuk bertransaksi, Informasi dan tentunya aplikasi untuk komunikasi. Sedangkan kartu yang di bagikan adalah kartu E-Pay untuk bertransaksi di wilayah sekolah dan Pontianak di luar Pontianak kartu itu tidak berlaku. Dari yang tadi di jelaskan Pak Wiliam kartu ini telah di terisi saldo sebesar 1000000 rupiah. Dan untuk menambahnya kami harus mendapat nilai yang di tentukan setiap ulangan mingguan. Jika kami melanggar aturan sekolah, merusak fasilitas sekolah dan mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal, saldo yang ada di kartu itu akan berkurang sesuai ketentuannya. Jika para murid melakukan tindakan baik yang di tentukan maka saldo juga akan menambah. Setelah mendengarkan penjelasan tentang Usephone( Ponsel Khusus di PHS) dan kartu . Kami di beri tugas untuk menerjemahkan bacaan 1 di Folder B.Inggris. Saat ku buka dan aku sempat kaget dan bacaan yang berjudul Jam Tanganku itu menggunakan Bahasa Jepang. Salah satu dari kami, Fred Ring yaitu orang Perancis bertanya pada Pak Wiliam “ Pak ini gak salah, bacaannya menggunakan Bahasa Prancis?”. Dan Pak Wiliam menjelaskan bahwa di Folder Bacaan menggunakan Bahasa Negara masing-masing. Dan folder itu digunakan untuk memberikan tugas pada muridnya untuk menerjemahkan ke Bahasa Inggris sebagai latihan. Dan itu bisa meningkatkan speaking and reading Bahasa Inggris para murid. Tugas itu harus di serahkan melalui email masing-masing ke email Pak Wiliam pada pukul 1 siang. Tepat saat kami selesai proses belajar mengajar.
Saat istirahat aku mengerjakan tugasku, tapi sebelumnya aku pergi ke kantin dahulu untuk membeli makanan dan minuman sebagai pengganjal perut. Bahkan ada beberapa temanku yang tidak keluar kelas demi menyelesaikan tugasnya. Pelajaran matematika di mulai, dan aku belum menyelesaikan tugasku walaupun hanya kurang dari 1 paragraf. Saat Pak Chen Fang Lau (di panggil Pak Chen) menerangkan, aku sebisa mungkin membuka Usephone dan mengerjakan tugasku. Ketika hanya tinggal satu kalimat saja, Pak Chen berdehem memandangi kami tajam. Aku kaget dan takut Pak Chen mengetahui kalau aku mengerjakan tugas lain, jadi ku kirim langsung saja dan langsung kututup Usephonenya. Dan ternyata tidak hanya aku yang di deheminya ada beberapa murid yang mengerjakan tugasnya juga. Dalam hati aku menyesal kenapa tadi tidak ku teruskan dan malah ku kirim langsung. Aku mendengarkan seluruh penjelasannya. Kami di suruh memrogram robot yang di bawa Pak Chen dengan rumus matematika. Sebelumnya Pak Chen sudah menjelaskan cara untuk memasukan sebuah program pada robot. Di awal tadi aku tidak memperhatikan karena mengerjakan tugas dari Pak Wiliam. Tetapi entah mengapa rumus matematika yang ku buat dan ku kirim ke CPUnya, robot itu bereaksi pada rumusku dan robot itu terprogram. Aku seperti mengetahui kalau rumus ini merupakan rumus yang benar. Akupun lolos dalam tugas ini, ada beberapa yang tidak lolos dari tugas ini. 7 dari 12 orang yang tidak lolos adalah mereka yang tadi juga mengerjakan tugas, sepertiku.
Setelah semua mapel selesai kami menunggu beberapa menit untuk menunggu guru pembimbing. Tak lama kemudian para guru pembimbing pun datang salah satunya ada Bu Silvia dan ada juga beberapa robot humanoid yang di sebut disini Android. Aku dan beberapa teman laki-lakiku mengikuti Pak Rifki yaitu guru pembimbing baru dari Bandung. Kami berjalan keluar gedung dan ke bagian utara sekolah bersama Pak Rifki. Asrama laki-laki dan perempuan di pisah jika asrama laki-laki di bagian utara sekolah sebaliknya asrama perempuan di bagian selatan sekolah. Sekitar 15 menit berjalan dari kelas Aku sudah sampai di Kamarku dan Tony. Memang setiap kamar untuk dua murid, dan aku berpasangan dengan Tony Law. Dia dari Berlin, Jerman. Dia duduk tepat di depanku saat di kelas.
Setelah kami merapikan barang-barang, kami saling memperkenalkan diri lagi sembari ngobrol tentang hal lain.
“Kamu tadi udah selesai belum tugas Bahasa Inggrisnya?” Tanya Tony tiba-tiba.
“Tadi Cuma kurang 1 kalimat doang, tapi karna Pak Chen berdehem, aku kaget dan takut ketahuan, lalu aku kirim aja seadanya!” terang aku.
“Aku juga tinggal 3 kalimat lagi, eh saat aku mau terusin Pak Chen memandangiku tajam! Langsung kukirim dan kumatikan Usephonenya!” Jawab Tony.
Kami pun berbicara sampai sore dan kami memutuskan untuk belanja ke super market terdekat yang ada di dalam wilayah sekolah. Saat berangkat aku tak sengaja menabrak seorang laki-laki berjas. Tiba-tiba kepalaku pusing dan ada ingatan di kepalaku jika pria yang ku tabrak akan di rampok. Seperti yang kurasakan seperti dulu, aku bisa tahu keadaan seseorang yang menyentuhku beberapa menit ke depan. Itu merupakan kemampuanku. Aku juga tidak tahu tapi yang jelas aku bisa hafal sesuatu dengan sekali lihat. Dan karena itu aku dapat nilai tertinggi dari semua murid lulusan SMP di daerah Shizuoka. Aku juga dapat mengetahui masa depan beberapa saat kemudian. Misal 1 jam lagi aku akan mengalami kecelakaan jadi satu jam sebelumnya aku sudah mempunyai ingatan tentang kecelakaan itu. Tetapi aku hanya bisa membaca sampai dua jam ke depan dari waktuku sekarang.
“Kamu gak apa-apa?” Tanya Tony mencemaskanku sambil memegang pundakku.
“Ayo, ikut aku?” kataku yang seketika tersadar dan menarik Tony mengikutiku berlari.
Aku menuju pria tadi dan menariknya berlari secepat mungkin bersembunyi di balik gang kecil.
“Siapa Kamu?” kata pria itu kasar, sembari melepaskan tanganku dari tangannya.
“MAA…” berontak pria itu, dan aku membekapnya.
“Diam! Lihat itu!” bisik aku dan menolehkan wajahnya ke kedua pencuri tadi.
“Mereka tadi hampir mencuri dompetmu!” jelas aku.
“Oh, gitu terr…!” kata pria itu lalu ku potong perkataannya.
“Cepat lapor polisi!” perintah aku.
Pria menurut dan melaporkannya ke polisi. Setelah melaporkannya kami tetap mengawasi pencuri itu. Para pencuri itu, mulai beraksi dan berlari ke seorang ibu-ibu yang memegang dompet. Aku mengejarnya tapi pencuri itu berlari terlalu cepat. Aku tetap mengejarnya walaupun jaraknya terpaut jauh. Di depan sudah ada mobil polisi. Polisi menembak kedua pencuri itu. Dan ternyata kedua pencuri itu adalah buronan yang sudah lama ada tapi mereka slalu berhasil lolos dari kejaran polisi. Pria itu mandapat apresiasi dari polisi dan di antarkan polisi menuju tempat tujuannya.
Aku dan Tony kembali menuju supermarket untuk membeli persediaan bahan pokok. Di jalan Tony bertanya heran padaku, kenapa aku bisa tahu kalau pria itu akan di jambret. Lalu kujawab “Hanya firasatku saja!”. Dia percaya padaku. Kami saling bagi tugas aku yang meracik dan membuat bumbunya sedangkan Tony yang memasaknya. Tak sampai sejam kami selesai memasak. Kami membuat steak dan kari ayam. Lalu kami memakannya di meja makan. Setiap kamar juga di lengkapi meja makan kecil muat untuk 3 orang dan kamar mandi di dalam.
“Ternyata kamu pintar juga meracik bumbunya!” puji Tony padaku.
“Ah, kamu bisa aja! Semua orang juga bisa!” jawab aku.
“Tapi, bener rasanya pas dan sepertinya dari caramu meracik dan memotong bahan tadi, kamu sudah sering memasak, ya?” tanya Tony lagi.
“Iyasih, tapi kamu juga hebat. Bisa memasaknya dengan efisien dan benar!” balas puji aku pada Tony.
“Okelah kita sama. Kita sama-sama jago memasak!” Tony menyamakannya.
“Sudah ngobrolnya, nanti keburu dingin!” tambah Toni mengingatkan.
Setelah makan kami ngobrol tentang hobi dan keluarga kami. Tak bertahan lama, karena sudah larut, kamipun tidur. Tempat tidurnya bertingkat, aku di bawah sedangkan Tony di atas.
Aku bangun jam setengah lima pagi, aku mengambil gelas dan mengisinya dengan air minum. Setelah minum aku mengambil Usephoneku, kunyalakan data seluler. Aku mengambil handuk lalu menuju rak sepatu dan kupakai sepatu olahragaku. Tak lupa aku membawa earphone bluetoothku. Kusambungkan Usephone yang sudah ku setel lagu dari band kesukaanku, yaitu LEXY dengan earphone. Aku bersiap lari pagi. Aku menyadari di jam-jam segini sudah banyak anak-anak yang keluar asrama untuk berolahraga pagi. Kulihat juga ada beberapa yang membersihkan kelas. Ada juga yang latihan dengan robotnya yang sepertinya salah satu guru. Aku keluar kamar dan mulai berlari setelah turun dari lantai dua, kamarku dan Tonny di asrama laki-laki.
“Hey, tunggu!” seseorang memanggilku dari belakang.
Aku berbalik, dan kulihat dia murid perempuan PHS dari Jepang juga.
“Maaf, ada yang bisa saya bantu?” tanyaku mendekatinya dengan bahasa Inggris.
“Tidak, aku cuma ingin bareng saja!” kata cewek itu dengan bahasa Jepang.
“A naruhodo!” (Oh gitu!) jawab aku.
Aku melihat kearahnya, dari badan dan posturnya dia sepertinya sering berolahraga. Wajahnya juga cantik, sepertinya dia salah siswi tercantik. Begitu yang ada di pikiranku. Yang tak sadar terganggu oleh kehadiran cewek yang ada di sampingku sekarang. Aku merogoh sakuku untuk mengambil earphoneku. Tapi belum sempat ku keluarkan dia sudah mengajakku ngobrol.
“ Siapa namamu?” Tanya cewek itu.
“Boku? Boku wa Kento Nishimoto” (Aku? Namaku Kento Nishimoto) jawab aku.
“Jadi kupanggil Nishimoto-kun, ya!” sambung cewek itu.
Cewek itu berhenti dan menyodorkan tangan kanannya padaku.
“Namaku, Hibiya Natsuki! Yoroshiku negaishimashu (Senang berkenalan denganmu)!” kata cewek itu memperkenalkan diri.
Aku menggapai tangannya dan kami saling berkenalan. Setelah itu kami melanjutkan lari paginya. Tak lama kemudian dia mengajak ngobrol lagi.
“Aku tak pernah lihat kamu lari pagi, ini pertama kalinya aku lihat kamu! Kamu pasti anak kelas satu!” tebak Natsuki.
“Iya, kamu kelas berapa?” Tanya aku.
“Aku kelas 11, Nishimoto-kun!” jawab Natsuki
“Oh gitu!” tambah aku.
Kami kadang saling ngobrol. Karena saling ngobrol kami tak sadar sadar sudah sampai pinggiran kota. Dan aku mengambil Usephoneku dan ternyata sudah pukul 6 pagi. Aku sebenarnya jam 6 itu sudah harus sampai asrama.
“Gawat, kita udah kejauhan!” kata Natsuki agak panik.
Aku menariknya berbalik dan berlari kembali kearah yang tadi. Aku memotong jalan melewati gang-gang kecil. Saat di gang kedua aku di cegat oleh beberapa laki-laki yang sepertinya mereka pemalak. Mereka ada 4 orang dengan dua lain orang kekar-kekar. Salah satu dari mereka berbicara dan yang lain memandangi kami. Natsuki maju dan meraba-raba pinggangnya. Aku menutup mata karena tidak ingin bagian tubuh Natsuki terlihat olehku. Natsuki bilang bahwa dia lupa membawa pistolnya. Mereka berlari ke arah kami, aku langsung menarik Natsuki dan berbalik arah membawanya kabur. Mereka tetap mengejar kami. Saat di persimpangan jalan kami belok kanan dan ada persimpangan lagi aku dan Natsuki tetap lurus. Tapi ternyata saat kami mengikuti jalannya , di depan kami ada tembok tinggi dan itu jalan buntu. Terpaksa kami harus melawan mereka, saat kami di serang salah satu dari mereka. Natsuki mendorongku ke tanah dan dia menangkis pukulannya dengan tangannya. Setelah melihat Natsuki menangkis pukulannya, mereka langsung mengeroyok Natsuki. Ternyata Natsuki pintar beladiri, Natsuki menahan semua pukulan dan tendangan mereka.
“Nishimoto-kun cepat lari cari bantuan!” perintah Natsuki padaku dengan suara lantang.
“Tidak!” jawabku berteriak dan mulai memukul salah satu dari mereka.
Kami terlibat perkelahian yang tidak menguntungkan karena kalah jumlah.
Natsuki lengah dan tiba-tiba terkena pukulan yang sangat keras oleh salah satu dari mereka yang kekar .Dia terdorong ke belakang lalu tak sadarkan diri seketika. Aku mengambil tanah berpasir dan menyebarkan ke arah mereka. Pasir-pasir itu terkena mata mereka, mereka kehilangan keseimbangan. Lalu aku menggendongnya walaupun agak berat kupaksa menahannya dan berlari sekuat tenaga. Aku berlari ke jalan raya kota. Dan sepertinya mereka tidak mengikuti kami. Kami mendekat ke sebuah toko baju aku sandarkan tubuh Natsuki ke kaca pinggiran toko. Aku menungggunya bangun, sepertinya dia pingsan karena pukulan tadi. Sembari menunggu aku mengeluarkan Usephoneku, aku ingin memesan taksi tapi aku lupa membawa kartu E-pay ku. Tak lama kemudian Natsuki sadar sembari memegangi punggungnya yang kesakitan dia bangun dan bertanya padaku kenapa kita bisa ada di sini. Aku bilang bahwa mereka kusebar pasir dan aku membawanya kabur. Dia memesan taksi dan kami pulang dengan taksi.
Walaupun sudah sangat siang tapi aku masih bisa berganti baju. Setelah ganti baju aku langsung berlari ke kelas. Saat sampai depan gedung aku heran mereka seperti menertawaiku saat akan sampai aku bertemu Tony dan dia langsung mendorong dan menarikku kembali.
“Ayo balik dulu!” ajak Tony memaksa dan mendorongku kembali.
“Ada apa sih?” Tanya aku bingung dan memberontak melepaskan tanganku dari pegangan tangan Tony.
Tony tetap menahanku sambil berkata pelan “ Lihat Bawah!”
Aku melihat bawah, dan aku langsung menunduk lari kembali menuju asrama. Dalam hati ‘pantas saja semua orang menertawaiku’. ‘Ini gara-gara lari pagi tadi dengan cewek itu’ gerutuku dalam hati. Saat aku keluar aku melihat seorang perempuan mengendap-ngendap masuk ke dalam kelas. Aku tidak memperdulikannya dan langsung lari lagi menuju kelas. Dan hampir saja aku meninggalkan tasku, aku balik lagi ke dalam kamarku dan mengambil tasku. Aku kembali berlari menuju kelas. Saat sampai kelas aku langsung membuka pintu. Karena aku sangat terengah-engah aku tidak melihat keaadaan sekitar. Aku mulai mendongakkan kepalaku menghadap depan. Guru yang mengajar mendekati ku.
“Kamu tidak pernah di ajari sopan santun!” bentak Bu Sisca.
“Maaf Bu saya telat, tadi ada sedikit kecelakaan. Dan maaf juga karena tadi saya tidak mengetuk pintu dulu!” kataku pelan.
“Kamu sepertinya baik-baik saja tidak ada yang luka. Jangan banyak alasan” kata Bu Sisca.
“Sekarang kamu lari keliling lapangan 5X!” perintah Bu Sisca masih dengan suara yang keras.
Tony berdiri dan berkata” Bu, tadi Nishimoto sudah masuk tapi karena ada buku yang ketinggalan dia balik lagi dan mengambilnya!” Tony membelaku.
“Apa betul yang di katakan Tony?” tanya Bu Sisca pada yang lain.
Semua diam, tak ada yang menjawab.
“Oh, kamu membelanya dan ikut-ikutan berb…….!” Tuduh Bu Sisca pada Tony.
Sebelum Bu Sisca selesai berbicara tiba-tiba seorang gadis berdiri yang ternyata, Shirayuki-san.
“Benar Bu, perkataannya tadi. Tadi saya lihat dari jendela kalau Nishimoto sudah datang.
Tapi belum masuk kelas jadi teman-teman yang lain tidak melihatnya. Setelah mereka berbicara sebentar Nishimoto lari kembali!” kata Shirayuki menjelaskannya.
“Oke, kalian duduk!” tunjuk Bu Sisca pada Tony dan Shirayuki.
“Kamu tetap di hokum, karena sudah mengganggu pelajaran. Lari 2X keliling lapangan! Yang lain buka Usephone lagi, ibu akan menerangkan bab selanjutnya!” perintah Bu Sisca
Aku keluar sambil mengeluh dan mengoceh pelan sendiri. Memang ada beberapa guru di PHS yang galak dari yang kutahu. Salah satunya adalah Bu Sisca dosen dari Rescam Univercity di Singapura yang ke sini melalui program pertukaran pengajar. Setelah dekat dengan lapangan basket aku melihat seorang Cewek yang berlari juga. Aku dekati dia sembari berlari kami pun hampir berbarengan tapi aku baru berlari setengah lapangan. Saat sangat dekat sekali aku menepoknya dari belakang.
“Hey Tunggu!” tahan aku pada pundaknya dengan tangan kananku.
Dia berbalik “Kamu!” kata Natsuki dengan wajah terkejut sembari menudingku denganjarinya.
“Kok kamu ada di sini?” tanya aku bingung.
“Aku di hukum karena telat! Kamu sendiri ?” tanya dia balik
“Sama” jawabku agak kesal.
“Ya sudah ayo lari lagi!” ajak Natsuki.
“Memang tadi guru yang mengajar siapa?” tanya Natsuki.
“Senpai sendiri siapa?” balik tanya aku
“Nanya kok balik nanya! Keppo!” jawab Natsuki-san dengan suara meledek.
“Senpai sendiri keppo!” kataku masih sedikit suara kesal.
Kami malah saling beradu mulut yang di selingi bencanda sembari berlari. Kami seperti sudah lama kenal. Tiba-tiba lari kami berhenti karena di belakang kami ada guru yang tadi menyuruh kami berlari. Mereka adalah Bu Sisca dan Pak Park Suwon dari Korea.
“Udah dulu ya!” kata Natsuki.
Aku kembali kekelas tapi sebelumya aku kena omelan lagi oleh Bu Sisca. Sebagai ganti tadi tidak mengikuti pelajarannya, Bu Sisca memberikan Tugas untuk membuat artikel tentang 7 Keajaiban Dunia Baru minimal 5 Halaman. Akupun mengiyakannya, karena sudah bosan dengan omelannya.
Esoknya aku selama dua minggu tidak melakukan lari pagi untuk menghindari kejadian dengan Bu Sisca. Setelah ada 3 mingguan aku lari pagi kembali. Seperti biasa aku bersama Natsuki. Dia bertanya macam-macam mengapa selama dua minggu terakhir tidak lari pagi. Kujawab seadanya, dia malah menertawaiku. Aku ganti meledeknya, dia malah marah manja padaku seperti memukul-mukul lengan atasku dengan pelan. Aku dan Natsuki semakin dekat. Mereka yang melihat kami pasti mengira kami berpacaran karena kedekatan kami.
Sebelumnya terima Kasih telah membaca. Mohon maaf kalau ada kata yang kurang baku.Cerita ini hanya Karya Fiksi jika ada kemiripan seseorang atau hal lainnya adalah sebuah kebetulan saja.Selamat membaca kembali.
Akhirnya ulangan Bulanan tiba, kami semua belajar giat untuk mendapat nilai sempurna agar saldo E-Pay kami bertambah. Di hari-hari sebelum ulangan aku slalu pergi ke perpus untuk membaca beberapa buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan. Di hari pertama ke perpus aku sempat melihat Shirayuki-san di pojokkan sedang membaca buku. Aku mendekatinya, aku ingin berterima kasih atas pembelaannya padaku waktu itu. Tapi sepertinya dia sedang serius. Aku tidak ingin mengganggunya. Akhirnya aku mendekatinya, tapi saat semakin dekat, dia malah pergi menuju rak buku yang lain.Sebelumnya aku berfikir untuk mengikutinya atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikutinya tapi dia sudah pergi keluar dulu dengan membawa bukunya. Karena di kelas dia jarang di dekati temannya dan wajahnya yang slalu serius membuatku ragu untuk mendekatinya, belum lagi kegiatan kami yang berbeda tempat jadi kami tidak sempat bertemu untuk ngobrol.
Hari esoknya aku juga melihat Shirayuki sedang membaca buku di pojokan perpustakaan. Aku mendekatinya dengan cepat, karena aku tidak ingin kehilangan kesempatan lagi. Aku duduk di depannya sambil membuka bukuku. Tak lama kemudian “ YO!” sahut aku pada Shirayuki. Dia tidak merespon perkataanku. Sekali lagi “ Konichiwa, Takheda-san!” panggil aku.
“Oh, kamu! Ada apa?” tanya Shirayuki sembari menutup bukunya dan menaruhnya di meja.
“Tidak ada apa-apa! Aku Cuma mau terima kasih padamu! Ariegataou!” kataku
“Tentang kemarin dengan Bu Sisca loh. Tapi kamu kok mau membelaku?” tanyaku heran.
“Aku hanya mengatakan apa adanya saja! Tidak ada maksud lain!” kata Shirayuki dengan ekspresi datar.
“Ya pokoknya, aku Cuma ingin berterima kasih saja!” kataku lagi.
Kami terdiam dan kami tidak berbicara apa-apa.
“Sudah tidak ada apa-apa lagi , kan? Aku mau ke kelas dulu!” kata Shirayuki, terus meninggalkanku.
Sampai hari H- 1 sebelum ulangan aku slalu bertemu Shirayuki-san di perpustakaan. Tapi aku kesulitan berbicara dengannya. Karena dia sikapnya yang acuh tak acuh, dan aku juga kadang tidak peduli dengan keadan sekitar. Hari itu dia juga bersikap acuh tak acuh lagi. Lalu dia beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil buku yang jauh di rak atas. Dia melompat-lompat kecil mengambil untuk meraih buku itu. Tapi sepertinya dia kesulitan aku yang tengah membaca buku terganggu oleh tingkahnya yang memaksa kehendak dan mendekatinya. Di perpustakaan bagian belakang hanya ada kami berdua. Perpustakaan di bagi menjadi dua ruangan yaitu buku untuk kelas satu di bagian belakang sedangkan kelas sebelas dan dua belas di bagian depan. Mungkin karena waktu yang tidak tepat dan sebentar lagi ada ulangan jadi para murid sedang belajar dan tidak sempat ke perpustakaan pikirku mengenai keadaan perpustakaan saat ini.
“Takheda-san?” Panggil aku
Dia berbalik dan “Ada apa?”
“Sepertinya kamu kesusahan mengambilnya, coba aku ambilin, mau?” kataku menawarkan bantuan.
“Ok, dengan senang hati!” dengan ekspresi datarnya.
Aku mendekati rak buku itu sedekat mungkin. Aku menjinjit-jinjit seperti Takeda tadi, tapi tetap saja aku tidak bisa menjangkaunya karena tinggiku dan Shirayuki hampir sama. Bahkan sepertinya lebih tinggi sedikit dariku.
“Maaf ya sepertinya terlalu tinggi raknya!” kataku pelan.
“Ya sudah tidak usah!” jawabnya datar.
Dia keluar perpustakaan. Aku mencari sapu atau galah untuk mencoba mengambil buku yang tadi. Ku cari di setiap sudut perpustakaan belakang tetapi tidak ada. Aku masuk ke perpustakaan di ruangan lain. Tak lama bel berbunyi, dan untungnya sapu nya langsung ketemu. Aku langsung bergegas ke rak yang tadi. Aku jangkau dengan pangkal sapu dan 3 buku jatuh. Yang dua aku balikan ke rak ke 3 dari bawah. Aku berjalan cepat ke petugas perpus dan menyelesaikan administrasi peminjaman bukunya.
Aku lupa kalau setelah istirahat adalah pelajaran Bu Sisca. Aku berlari menuju kelas , tapi di samping Lab. Aku melihat Bu Sisca. Aku memutar balik melewati depan kantin kelas 11 dan memotong jalan di gang kecil antara ruang tata usaha dan gedung kelas 11. Saat sampai di lorong samping kelas, Bu Sisca sudah ada 15 meter di depanku. Tapi aku sangat beruntung karena Pak Antolin, guru sejarah kelas 11 mengajaknya ngobrol. Aku langsung berlari masuk ke dalam Kelas. Aku melewati tempat duduk Shirayuki dulu dan memberikan bukunya diam-diam pada mejanya. Aku langsung ke tempat dudukku. Tak lama kemudian Bu Sisca memasuki ruang kelas. Shirayuki memandangiku seakan ingin berbicara denganku. Tapi tangan Tony menepuk pundakku. Aku sempat di tanyai macam-macam oleh Tony, lalu aku jawab saja aku habis dari toilet dan aku ingin lewat barisan kursi yang lain. Dia mempercayaiku.
Setelah bel pulang berbunyi aku keluar kelas terakhir. Dan Shirayuki menghalangiku jalan. Dia berdiri di depanku.
“Arigatou!”(Terima kasih) kata Shirayuki.
“Doitashimashite”(sama-sama) jawabku.
Dia tersenyum padaku dan langsung berbalik badan berjalan cepat sembari berkata “ Sampai jumpa lagi!”
“Sampai jumpa!” jawabku. Aku kembali ke asrama untuk berganti baju.
Akhirnya hari Ujian Kenaikan 1 dimulai. Kemarin seluruh murid kelas 10 di semua kelas di beri arahan oleh guru masing-masing seputar pengisian Form Ujian. Setiap siswa akan di beri Jam tangan. Di jam tangan itu ada tombol di mana, jika siswa yang menekan tombol sudah siap melaksanakan ujian. Untuk waktunya sudah terpasang pada jam. Ketika jam di pasang maka waktu pengerjaan Ujian sudah di mulai. Ketika waktu selesai maka Jam tangan akan bersuara sangat dering seperti bunyi alarm. Ketika itu juga para siswa harus memencet kembali tombol pada jam dan melepaskan serta menyerahkannya pada pengawas. Setiap siswa yang tidak memasang jam tangan sampai waktu yang di tentukan selesai maka dianggap tidak mengikuti Ujian. Semua fasilitas penulisan dan editing sudah tertera pada lembar kerja yang di tampilkan. Setiap siswa menyentuh iconnya agar fasilitas melakukan perintah pada form lembar kerja.
Hari pertama Ujian, mata pelajaran yang di ujikan adalah Bahasa Inggris, Pendidikan Keagamaan dan Software Mesin Ringan. Bahasa Inggris dan Pendidikan Keagamaan bisa kulalui dengan baik tapi di mapel Software Mesin Ringan aku kesulitan mengerjakan. Karena perutku yang sudah keroncongan dan panas yang terik sekali membuat suasana ruang menjadi sangat panas. Karena sangat pegal aku berusaha olahraga kecil sebentar, menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri. Dan ku sadari ruangan kami hanya tersisa 7 orang yaitu aku, Greg, David, Dush, Shirayuki, Sari dan Krad. Aku memandangi mereka yang ada di sebelah kananku. Saat aku menoleh ke kiri aku di kejutkan sekaligus malu karena bra yang di kenakan Shirayuki yang ada di sebelah kiri belakangku terlihat karena baju tipisnya basah bercucuran keringat di badannya. Aku memandangi agak lama, konsentrasiku agak pecah. Saat Pak Albert mengepakkan kepalanya memandangku aku buru-buru menunduk melihat lembar kerjaku lagi. Pak Albert menyuruh menekan tombol dan melepaskan jam. Di saat itu juga bunyi Jam Tangan kami yang ada di dalam ruangan berbunyi semua.
Hari Sabtu kami tidak ada pelajaran dan waktu di gunakan untuk praktik pengendalian Robot Humanoid. Sorenya aku ke ruang klub Kendo untuk berlatih Kendo sendiri. Tiba-tiba dari belakang ada yang menyerangku dari belakang. Aku menghindar kekiri karena dia menyerang bahu kananku. Aku berbalik dan ternyata Takatsuji-senpai yang menyerangku.
“Ayo kita bertarung, aku akan melawanmu sungguh-sungguh!” tantang Takatsuji-Senpai.
Dia langsung menyerang aku, aku menghindar. Dia tetap menyerangku dan aku terus menghindar. Aku menghindar untuk membaca gerakannya. Saat dia berlari ke kanan dan menyerangku aku menangkis pedangnya. Dia mundur, kami saling waspada tetap pada posisi kuda-kuda yang benar. Dia mulai berlari ke kanan lagi dan mengayunkan pedangnya pelan. Aku mencoba menangkis pedangnya dengan katanaku tapi ternyata dia menipuku , mengalihkan konsentrasiku. Dia melompatkan pedangnya ke belakangku dan menyerangku. Saat itu aku reflek menundukkan kepalaku dan mundur menjauhinya. Kami saling menyerang dan beradu berbagai teknik. Aku sudah mencapai batas dan sangat kelelahan. Karena kami bertarung sudah hampir dua jam. Saat dia menyerang lagi, dia tiba-tiba terdiam dan tumbang karena kakinya tiba-tiba sakit. Aku juga kelelahan dan berjalan pelan mendekati Takatsuji senpai.
“ Senpai tidak apa-apa?” tanya aku.
“Gak apa-apa kok! Hebat juga kamu! Bisa mengimbangiku!” puji Takatsuji Senpai tangannya sambil memegangi kakinya.
“Ini juga berkat arahan dan bimbingan para senpai dan Pak Fuudo!”
“Ya sudah, saya ke asrama dulu!” pamit Takatsuji Senpai.
Dia berjalan pelan meninggalkanku, sambil sesekali memegangi kakinya. Aku juga langsung balik ke kamarku.
Hari esoknya karena kelas libur dan tidak ada kegiatan klub. Aku menemani Natsuki-senpai belanja. Kami ketemuan di luar wilayah sekolah.
“Natsuki Senpai!” sapa aku dari belakang sambil berjalan.
“Nishimoto kun! Sini!” ajak Natsuki sambil melambaikan tangannya padaku.
Kami berjalan ke Halte Pontianak School. Saat berjalan kami juga ngobrol
“Nishimoto, kamu gak usah formal-formal kalau sedang berdua! Panggil Natsuki saja!”
“Tapi….”
“Gak ada tapi-tapian, panggil aku Natsuki ya! Dan aku memanggilmu Nishimoto!”
“Ya sudah terserah senpai saja”
Tak lama kemudian bus datang kami langsung menaikinya. Untungnya hari ini tidak penuh jadi kami masih bisa duduk di tempat duduk.Setelah duduk selama setengah jam akhirnya kami sampai di pusat Kota Pontianak. Karena sudah siang kami mencari Kafe terdekat dengan Halte.
“Ke situ aja yuk!” ajak Natsuki padaku.
Aku menurutinya, karena memang aku juga lapar dari rumah belum makan. Sebelum aku masuk, aku merasa ada yang menatapi kami terus dari tadi.
“Tunggu sebentar!” kataku pelan.
Aku kembali berbalik arah dan berlari ke gang kecil antara Toko Alat dan Dealer Mobil. Dan betul aku mendapati seseorang menatapku dengan baju hitam dan memakai topeng. Dia melempar pisau kearahku dan aku tangkap tapi agak meleset jadi tanganku terluka. Aku mengejarnya tapi dia sudah lari jauh dulu. Saat akan ku buang pisau itu, aku menemukan kertas tergulung. Aku membuka dan kertas itu berisi tulisan “If you want to Safe, you are must quit the school”. Setelah membaca pesan itu Natsuki berlari mendekatiku. Tanganku ku umpatkan ke belakang badanku.
“Kamu abis liat apa sih? Sampai lari-lari gitu?” tanya Natsuki
“Gak kok, kirain salah satu saudaraku. Tapi ternyata aku salah lihat.” Aku mengajaknya berjalan menjauhi lokasi itu sembari melepaskan pisaunya terjatuh ke bawah.
“Ayo kita mau kemana dulu!” kataku tetap mengumpatkan tanganku.
“Tanganmu kenapa kok di kebelakangin!” kepo Natsuki.
“Gak apa-apa kok! Ayo kita sekarang kemana!” kataku merayunya.
“Kamu ngumpetin apa sih?” kata Natsuki dengan suara mengeras dan menarik tanganku ke depan.
“Tuh kan! Tanganmu kenapa bisa berdarah begini!” tambah Natsuki
“Gak apa-apa kok! Ini Cuma luka kecil” kataku sambil aku berkata dalam hati ‘untung aja kertasnya sudah ku kantongi dulu’.
Natsuki mengajakku masuk ke kafe, menarikku ke meja paling belakang ke dua di dekat dengan kaca depan kafe. Dia memesan Jus Melon dan meminta membawakan tisu serta alcohol dan air hangat. Dia mengobati tanganku dengan teliti dan pelan. Membalut tanganku dengan tisu secara pelan juga. Perhatiannya mengingatkanku saat aku kecil saat aku terjatuh dan ibuku slalu mengobatiku seperti yang dilakukan Natsuki sembari berkata “ Kamu juga akan di obati seperti ini oleh orang yang kau sayangi juga”.
Setelah kami makan kami masuk ke mall untuk belanja baju dan barang yang sudah habis di asrama. Aku juga belanja beberapa barang seperti Parfum dan Jaket. Di akhir waktu kami pergi ke Taman Poris untuk beristirahat sejenak.
“Kamu kenapa sekolah di sini?” tanya Natsuki.
“Karena suatu alasan, tapi tidak bisa memberi tahumu!” Jawab aku.
“Kalau sen…, Natsuki sendiri, kenapa?” balas tanya aku.
“Aku ingin menyelamatkan seseorang yang ku sayangi! Aku ingin menjadi kuat agar bisa menyelamatkannya!” kata Natsuki optimis.
“Ada keluargamu yang dalam masalah?” tanya aku.
“Tidak, tidak ada kok!” dengan suara pelan dan wajahnya agak di tundukkan.
“Tapi kamu menerimanya?” tanya Natsuki
“Awalnya tidak, tapi mereka tetap kekeh dan aku juga memutuskan untuk mencobanya”
“Terus gimana menurutmu?”
“Awalnya aku akan sulit berinteraksi, tapi sekarang aku semakin ingin sekolah disini lama!” kataku yang sebenarnya aku sangat penasaran dengan pesan yang tadi aku terima.
“Ayo kita balik, sudah sangat sore!”ajak aku. Karena sudah sangat sore bis yang tadi pagi kami tumpangi sudah tidak lewat lagi. Karena itu kami harus ke Halte Melati yang jaraknya 1 Km ke arah barat daya Mall Penanggal, mall yang tadi kita singgahi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!