Engh
Suara lenguhan dari Sheryl membuat lamunan Daren buyar. Pandangannya kembali fokus pada wanitanya yang terlihat berusaha membuka kelopak matanya.
Sheryl mengerjap-ngerjapkan mata agar bisa fokus dan melihat dengan jelas, namun rasa pening lebih mendominasi hingga cukup lama Sheryl memejamkan mata agar bisa mengurangi rasa pusing.
Sheryl masih belum menyadari saat ini kedua tangannya memeluk erat tubuh Daren dan saat merasakan pusing, kedua tangannya tanpa sadar meremat baju milik Daren.
Tiba-tiba dia merasa sebuah tangan memijat lembut pelipisnya, hal itu membuat Sheryl dengan cepat membuka mata dan mendongak untuk melihat wajah orang sedang yang memijatnya.
"Ka ekhm kamu," ucap Sheryl menggantung dengan suara seraknya.
Saat itu Sheryl baru sadar jika sekarang dia berada dalam pelukan Daren, tidak tidak mungkin sejak semalam mereka saling mendekap.
"Jangan menangis. Sudah cukup kemarin kamu menangis," ucap Daren dengan penuh kelembutan sembari menghapus air mata yang hampir jatuh dari pelupuk mata Sheryl.
"Stt.. Kali ini biarkan aku yang bicara." ucap Daren sebelum mensejajarkan wajah mereka, agar Sheryl tidak terus mendongak. Sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Dengarkan aku! Tidak ada yang salah dari kamu. Mereka yang sengaja mencari celah agar kamu bisa pergi dari tempat ini. Mereka yang iri padamu."
"Jangan mendengarkan apa kata mereka. Aku janji akan mencari dalang di balik semua kejadian ini. Tapi sebagai gantinya, biarkan aku tetap berada di sampingmu dan menjadi bagian dari hidupmu."
"Aku tidak tahu siapa aku sebenarnya. Aku juga tidak mempunyai harta saat ini. Aku belum bisa memberikan kemewahan dan juga pesta, tapi entah sejak kapan rasa cinta ini tumbuh begitu saja. Ya aku mencintaimu istriku." jelas Daren tegas namun masih penuh kelembutan.
Tidak ada kebohongan dalam ucapannya, pancaran mata yang Sheryl tatap itu hanya memperlihatkan ketulusan dan entahlah dia tidak bisa menahan rasa harunya.
Baru kali ini ada seorang pria yang tulus mendekatinya. Padahal mereka belum lama saling mengenal dan lagi pria ini belum mengetahui bagaimana keluarganya.
Bagaimana kehidupannya yang begitu rumit. Sheryl takut Daren akan meninggalkannya saat tahu siapa keluarganya dan bagaimana mereka memperlakukan dirinya.
Mengingat hal itu membuat Sheryl kembali menitikan air mata dengan rasa takut yang tidak bisa dia ceritakan.
"Ada apa? Apa kamu tidak menginginkan semua ini? Apa kamu ingin mengakhirinya?" tanya Daren beruntun namun tidak menuntut, Daren tahu ada yang sedang Sheryl pikirkan namun belum bisa di sampaikan.
"Lalu?" sedari tadi Sheryl hanya menjawab dengan gelengan kuat dan kembali terisak.
Daren menghela nafas pelan dan mencoba memahami kegelisahan wanitanya ini.
Tanpa melanjutkan perkataannya Daren kembali mendekap erat tubuh Sheryl yang di balas tak kalah erat oleh Sheryl.
Daren hanya bisa menunggu dengan sabar sembari mengusap punggung Sheryl menenangkannya. Padahal Daren merasa dirinya bukanlah orang yang sesabar ini.
Sheryl yang menangis sampai terbatuk batuk, membuat Daren dilanda kekhawatiran. Sedari bangun tadi dia belum memberikan air minum pada Sheryl. Jadi Daren berniat untuk mengambil segelas air minum.
"Ja hiks hiks ja ngan per gi hiks hiks uhuk uhuk," panik Sheryl di tengah isak tangisnya, kedua tangannya juga bertambah erat memeluk Daren.
"Stt.. Aku tidak pergi, hanya mau mengambil air," ucap Daren sebagai penenang.
Daren mengerti, ada ketakutan yang sedang dirasakan oleh Sheryl.
"Tenang oke? Atur nafasmu agar tidak sesak, ikuti aku," ucap Daren lagi dengan cepat karena nafas Sheryl terasa berat.
Sheryl mengikuti Daren dengan susah payah. Teknik yang Daren praktekan sekarang itu adalah 4-7-8. Tarik nafas selama 4 detik, tahan nafas selama 7 detik, terakhir buang nafas selama 8 detik.
Padahal tidak semua orang mengetahui hal itu, tapi Daren mengetahuinya. Sheryl tidak menyadari ada yang aneh di sana.
"Sudah lebih tenang, hm?" tanya Daren di atas pucuk kepalanya.
Sheryl mengangguk dan kembali berusaha menormalkan nafasnya, dia ingin membicarakan hal yang mengganggu pikirannya. Entah kenapa Sheryl percaya sepenuhnya pada Daren.
"Aku bingung," awalnya dengan suara serak, sebenarnya tenggorokannya terasa sakit.
"Tunggu sebentar. Minum dulu," ucap Daren dengan cukup sulit menggapai gelas yang ada di belakang tubuh Sheryl tanpa harus melepaskan dekapannya.
Sheryl di bantu untuk duduk di atas ranjang tepat di hadapan Daren dengan posisi miring agar masih bisa bersandar padanya. Daren tahu Sheryl pasti lemas, di tambah kepalanya yang sakit karena demam.
"Tidak perlu terburu-buru, nanti saja jika kamu sudah siap, aku tidak akan pergi," seolah mengerti kegelisahan Sheryl, Daren menenangkannya dengan perkataan yang lembut.
Sheryl kembali memejamkan mata, menikmati kehangatan dan juga ketenangan yang datang begitu saja saat dia sedang memeluk tubuh kekar Daren.
Sedikit intermezo..
Jika dalam bayangan Eti, Daren ini adalah laki-laki berperut buncit yang sudah tua. Maka kenyataannya Daren ini laki-laki dengan fisik yang mendekati sempurna.
Kulit putih, badan kekar, wajah yang sepertinya memiliki perpaduan dua negara, membuat wajah Daren terlihat tampan namun juga menyeramkan di saat yang bersamaan.
Mata yang menghunus bak elang itu selalu menatap tajam pada orang yang tidak dia kenal, perkataan tajamnya pun mampu mengusir para hama yang datang. Namun ada kalanya dia berkamuflase, menjadi orang yang berbeda namun tetap irit bicara.
Tapi sifat dingin dan datar tidak pernah bisa Daren hilangkan. Bahkan aura kepemimpinan milik Daren tidak tertandingi oleh siapapun selain keluarganya.
Kembali lagi pada pasutri baru yang masih terdiam dan saling meresapi perasaan masing-masing, sampai akhirnya suara Sheryl kembali terdengar.
"Aku tidak memiliki orang tua." ucap Sheryl sebagai awalan. Dan Daren hanya diam mendengarkannya.
"Keluarga angkatku mengatakan jika kedua orang tuaku itu sebenarnya orang jahat yang ingin merebut harta mereka."
"Mereka bilang kedua orang tuaku dengan sengaja ingin membunuh mereka, tapi saat percobaan pembunuhan di lakukan bukan mereka yang menjadi korban, melainkan kedua orang tuaku."
"Tapi jasad kedua orang tuaku tidak pernah di temukan. Mereka bilang itu adalah karma dan kedua orang tuaku pantas mendapatkannya."
"Entah kenapa aku tidak percaya pada mereka. Meskipun aku di tinggal saat usiaku masih 3 tahun, namun aku merasakan kasih sayang dan kebaikan kedua orang tuaku."
"Jadi mereka menghukumku sebagai pengganti tidak bisa menghukum kedua orang tuaku."
"Di dalam rumah besar itu, aku di minta untuk membersihkan rumah, memasak, dan melakukan pekerjaan asisten rumah tangga lainnya."
"Mereka tidak menyekolahkanku dengan alasan hukuman itu. Aku berusaha sendiri agar bisa bersekolah di sekolah milik pemerintah yang menyediakan beasiswa penuh."
"Mereka yang mengetahui hal itu tentu marah besar. Aku di kurung dalam ruangan gelap dan mendapat siksaan."
"Tapi aku tetap melanjutkan sekolah walau mendapat perlakuan seperti itu hampir setiap saat."
"Sampai mereka akhirnya membiarkanku sekolah, tapi di setiap pagi pasti banyak hal yang mereka siapkan untuk memperlambatku datang ke sekolah. Tujuan mereka satu, agar aku di keluarkan."
"Baiknya sekolah masih menerimaku karena mereka bilang aku memiliki potensi karena kepintaranku, jadi sekolah selalu memasukkanku dalam lomba akademis antar sekolah."
"Jujur saja hal itu malah membuat bebanku bertambah. Di rumah aku harus melakukan pekerjaan rumah, belum lagi hukuman yang selalu terjadi walau aku tidak melakukan kesalahan. Tapi agar beasiswaku tidak di cabut, aku melakukannya. Belajar di tengah malam agar bisa memenangkan lomba, dan paginya membereskan rumah."
"Kehidupan yang monoton bukan?" setitik air mata jatuh, namun Sheryl dengan cepat menghapusnya sebelum kembali berbicara.
"Beruntungnya, setiap lomba yang aku ikuti selalu dimenangkan olehku. Aku bersyukur karena kerja kerasku membuahkan hasil. Kabar baiknya lagi, beberapa lomba memberikan hadiah berupa uang tunai yang di simpan sekolah dalam salah satu bank pemerintah."
"Dari uang itu, aku bisa membeli buku dan beberapa alat tulis. Aku juga bisa membeli satu pasang sepatu dengan ukuran besar agar bisa terpakai hingga beres junior high school."
"Sampai akhirnya aku bisa melanjutkan pendidikan tertinggi dan mendapat gelar dokter." ucap Sheryl sebagai penutup sembari mendongak melihat wajah Daren.
"Kamu hebat! Aku tidak tahu kehidupanku bagaimana, tapi saat aku mengingatnya, aku janji akan menceritakan semua padamu." ucap Daren tersenyum teduh dan mengecup kening Sheryl lama.
Sheryl menikmati perlakuan Daren, terlihat dari matanya yang terpejam. Sheryl tersenyum lega berhasil mengatakan ketakutannya pada pria yang sudah menjadi suaminya ini.
"Kamu tahu, dulu aku tidak pernah dekat dengan laki-laki. Pernah saat di universitas ada yang mendekatiku, tapi dia menjauh setelah bertemu dengan saudara angkatku. Entah apa yang dia bicarakan tentangku," cerita Sheryl mengingat satu pemuda yang sangat terkenal di universitas dulu.
"Baguslah. Laki-laki seperti itu tidak pantas bersama wanita hebat seperti kamu." santai Daren.
"Aku pastikan kamu juga adalah yang pertama dan terakhir bagiku," lanjut Daren sungguh-sungguh.
Tiba-tiba saja mata Sheryl memicing tajam curiga. Membuat Daren seketika menyadari ucapannya barusan.
Apa dia mencurigaiku? Batin Daren.
"Gimana kalau ternyata kamu udah nikah?! Terus-terus punya anak. Tapi kondisi ekonomi kamu sulit, jadi wanita itu minta cerai dan kamu itu duda!?" ucap Sheryl dramatis dengan mata membulat lucu.
Daren menghela nafas lega ternyata pikiran Sheryl bukanlah tentang ingatannya.
"Tolong kurangi baca novel atau nonton film gak jelas! Kalau aku sudah nikah pasti ada cincin di jari manisnya kan," Daren memutar bola matanya malas mendengar ucapan random wanita itu.
Satu sisi dia senang karena Sheryl sudah kembali seperti sebelumnya dan melupakan kejadian tidak baik semalam.
"Ehehe iya iya. Tapi aku harap, aku jadi satu-satunya. Jika kamu sudah tidak menginginkanku, tolong langsung bicara agar aku bisa pergi," ucap Sheryl serius.
"Tidak akan! Sayang," tegas Daren yakin, sembari tersenyum teduh.
Pipi Sheryl memerah bak tomat matang, saat mendengar Daren memanggilnya dengan sebutan 'Sayang'.
Daren tertawa lembut melihatnya, namun tawanya seketika hilang saat menyadari jika ada yang harus dia cari tahu mengenai keluarga angkat Sheryl.
"Apa aku boleh tahu siapa keluarga angkatmu? Dan dimana mereka bekerja?" tanya Daren hati-hati.
Sheryl berdehem sejenak untuk menormalkan degup jantung yang berdetak cepat sedari tadi, sebelum menjawab pertanyaan Daren.
"Keluarga yang mengangkatku adalah keluarga Vermont. Mereka pemilik perusahaan Adhya'corp. Tapi aku tidak pernah mencari tahu perusahaan mereka itu."
Setelah itu merka berbicara santai kembali, karena Daren sengaja mengalihkan topik.
Keluarga Vermont ya?
.
.
.
Tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments