TYMK 8

Sore berganti malam. Pembicaraan para tetua dengan kepala desa belum juga selesai.

Sampai pada tepat pukul 8 malam, pintu rumah di buka dan para tetua desa serta kepala desa mulai bermunculan keluar dari rumah.

"BAGAIMANA PAK?!" teriak tak sabar mereka yang sedari tadi menunggu.

Para warga saling berlomba mengucapkan kalimat makian dan juga bertanya mengenai keputusan mereka.

"Sabar! Tolong tenang!" balas Kepala desa dengan tegas.

Para warga masih saja terus berbicara dan tidak bisa tenang. Bahkan ada beberapa yang semakin menunjukkan ketidak sukaannya secara terang-terangan.

"DENGAR!!!" tegas Guru besar Basir. Seketika membuat para warga terdiam takut.

Guru besar Basir memang dikenal sebagai orang yang tegas dan sulit di bantah. Bahkan para petinggi pemerintah pun tidak ada yang berani mendekati kawasan miliknya. Hanya orang yang lolos seleksi dirinya, bisa datang langsung menemuinya atau bahkan di temuinya.

"Lanjutkan!" ucap Guru besar Basir pada kepala desa.

"Baik. Kami sekarang akan menemui Dokter dan korban. Kalian sebaiknya membubarkan diri agar suasana lebih kondusif! Keputusan akan kami sampaikan besok pagi." ucap Kepala desa dengan tenang.

"TIDAK BISA BEGITU!"

"KAMI JUGA IKUT!"

"KAMI INGIN TAHU!"

Dan masih banyak teriakan protes lainnya. Menyahut tidak setuju dengan ucapan kepala desa.

"TENANG!! Jika kalian ingin ikut boleh. Asal tidak ada yang main hakim sendiri dan menuruti aturan yang kami buat! Para wanita dan anak-anak tidak boleh ikut! Jika ada yang membantah, kalian tentu tahu apa akibatnya." ucap tetua Masrin, anak dari kepala suku pada zamannya. Umurnya bahkan sudah hampir menginjak 80 tahun, namun fisiknya masih seperti berumur 50 tahun.

"Baik." ucap serentak para warga tidak membantah.

Mata Eti memancarkan raut kekecewaan karena tidak bisa ikut melihat langsung penderitaan orang yang paling dia benci itu.

Tapi karena tidak bisa membantah dia hanya bisa kembali ke dalam rumah dan menunggu hasilnya besok.

Rasain kamu, kalau gak di usir, ya mungkin dinikahin sama orang jelek itu. hahahaha. Ucap Eti dalam hati.

Mereka pun berjalan beriringan menuju puskesmas yang letaknya dekat perbatasan dan juga tepat di sebelah balai desa.

Listrik dan jaringan terbaik di desa terdapat di area sekitar balai desa. Maka tak jarang jika ada kesenian atau kegiatan desa, mereka akan menggelarnya di tanah kosong yang begitu luas, yang letaknya tak jauh di belakang balai desa.

......................

Puskesmas beberapa saat sebelumnya...

"Sepertinya mulai besok kamu udah bisa makan dan ke kamar mandi sendiri." ucap Sheryl sedikit menyindir.

Bagaimana tidak, tadi pagi Daren sudah bisa mengangkat ember air yang akan digunakan untuk memasak. Ya walaupun siangnya luka di tangan serta perut kembali mengeluarkan darah.

Di desa memang airnya bersih dan bisa di gunakan untuk memasak, tapi karena tidak ada penampungan air mereka harus menaruh di ember besar agar tidak berulang kali memompa air.

"Saya terbiasa dengan disuapi olehmu. Kakiku juga belum bisa sepenuhnya menopang tubuh, jadi belum bisa," santai Daren dengan acuh, tak peduli dengan sindiran Sheryl.

"Nyebelin banget sih!" kesal Sheryl sembari membereskan alat makan.

Mereka baru selesai makan malam, dan Daren masih disuapi oleh Sheryl saat makan.

"Jangan banyak kesel, nanti cepet tua." ucap Daren menggoda Sheryl sampai wajah gadis itu memerah. Entah karena kesal atau malu.

"Ap.. Apasih?!" sungutnya dengan suara yang gugup.

"Hahaha," tawa Daren menguar mengisi kekosongan bangunan yang hanya diisi mereka berdua.

Sheryl ingin sekali mencekik orang yang ada di hadapannya ini, saking kesalnya. Tapi tentu saja itu hanya dalam hayalannya saja. Takut di penjara soalnya.

"Sudahlah. Ini obatnya, terus istirahat." ucap Sheryl memberikan beberapa obat dan air minum.

"Ini terakhir minum obat ya." angguk Daren santai. Dia tahu salah berbicara, namun sudah terlanjur, jadi biarkan saja semua terjadi.

"Hah? Oh iya ini terakhir minum obat. Aku udah bilang ya sebelumnya?" bingung Sheryl, karena Daren mengatakan hal itu.

"Hm. Kemarin kamu mengatakannya." ucap Daren mengiyakan.

Kamu ini gampang sekali ditipu, ucap Daren tak habis pikir dengan kepolosan Sheryl. Tentu saja dia hanya bisa mengatakan dalam hatinya.

"Hu'um ini obat terakhir. Tinggal rawat luka nya aja." ucap Sheryl menganggukkan kepalanya.

Daren menganggukkan kepalanya juga sebagai jawaban. Setelah selesai meminum seluruh isi dalam gelas, gelas kosong itu Daren berikan lagi pada Sheryl.

......................

Sementara para warga yang sedang berjalan sembari membawa obor sebagai penerangannya, mulai mendekati bangunan puskesmas yang masih menyala.

Sejak awal bangunan puskesmas dan balai desa di nyalakan agar memberi tanda pada orang desa atau orang yang berkunjung mereka sudah sampai pada desa.

"Tolong nanti ambil kunci cadangan untuk membuka puskesmas, di dalam laci ruangan ke dua sebelah kanan. Kita tidak boleh merusak bangunan." ucap Kepala desa pada bawahannya.

Bawahannya mengangguk dan lebih dulu berlari ke dalam balai desa agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.

Sedangkan dalam puskesmas...

"Bisa tolong bantu aku ke kamar mandi?" Daren meminta tolong pada Sheryl yang sedang menulis di sebuah buku, tentu saja buku diary miliknya.

"Oh oke. Sebentar," ucap Sheryl sembari meletakan kembali buku miliknya di laci terakhir.

Baru setelahnya Sheryl mendekati ranjang Daren dan membantu Daren turun lalu memapahnya menuju kamar mandi yang ada di pojok ruangan.

"Aw!" kaget Sheryl ketika menginjak genangan air yang ada di lantai. Untung saja dia tidak terjatuh dan berhasil menyeimbangkan diri kembali.

"Apa kakimu baik-baik saja?" tanya Daren tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Sheryl tidak merasakan Daren yang memegang pinggangnya erat tadi.

"Iya. Untung saja kita tidak jatuh!" ucap Sheryl bersyukur.

"Saat kembali harus lebih berhati-hati," ucap Daren menyetujui.

"Iya! Nanti kalau kamu sudah selesai aku bakal bersihin pakai kain lap lantainya," angguk Sheryl.

Sheryl kembali menunggu Daren di depan pintu, sembari melamun, entah kenapa perasaannya sedari tadi tidak enak.

"Mungkin perasaanku aja." gumam Sheryl menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kenapa?" tanya Daren yang sudah keluar dan berpegangan pada tembok.

"Eh! Enggak kok. Loh kenapa gak panggil aku. Tuhkan ini lukanya ngeluarin darah lagi," omel Sheryl melihat ada darah di kain baju Daren.

Padahal luka itu tadi karena dia dengan sengaja mengepalkan tangan dan melakukan gerakan pemanasan. Biasanya malam hari setelah Sheryl tidur dia melakukan olahraga ringan, tapi karena tadi mengangkat beban berat membuat lengannya terasa pegal.

"Yaudah kita balik dulu ke ranjang. Biar langsung di ganti perbannya. Tadi pagi udah angkat ember, semua lukanya basah lagi. Sekarang maksa jalan. Besok mau lakuin apa lagi?" cerocos Sheryl tidak membiarkan Daren berbicara.

Sheryl membantu Daren berjalan, namun karena sambil mengoceh jadi dia melupakan genangan air yang ada di hadapannya. Alhasil dia terjatuh ke depan. Tapi dia hanya merasa keningnya sedikit sakit saja.

"NAH KAN! LIHAT PAK MEREKA MELAKUKAN TINDAKAN TAK SENONOH ITU!" teriak salah satu warga yang ikut masuk ke dalam puskesmas.

Sheryl yang kaget tidak bisa bergerak dan melakukan apapun. Otaknya seakan membeku, tak bisa memikirkan apapun.

"Bawa saja mereka!" ucap yang lainnya.

"Usir saja mereka!"

"Tolong tenang! Kita bawa saja mereka ke balai desa!" ucap Kepala desa.

Tetua yang ikut datang membantu mengangkat tubuh Sheryl yang menegang dan memapahnya keluar sembari melirik Daren yang juga meliriknya.

Daren pun diangkat oleh beberapa orang warga dan membawanya menuju balai desa.

.

.

.

Tbc..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!