"Apa anda mengenal saya?" tanya pria yang Sheryl rawat.
Sheryl yang baru saja menyimpan nampan di atas meja sebelah pasien terperanjat kaget.
Untung gak jantungan, gerutu Sheryl dalam hati.
"Maksud anda?" tanya balik Sheryl, lebih tepatnya memastikan kembali pertanyaannya tadi.
"Apa anda mengenal saya?" tanya pria yang Sheryl tahu bernama Daren itu.
"Tidak." jawab Sheryl langsung.
Daren hanya diam menatap Sheryl tanpa ada perkataan yang keluar.
"huh.. Kan saya sudah bilang, anda mengalami kecelakaan. Helikopter yang anda tumpangi entah menabrak apa dan akhirnya kehilangan kendali. Satu orang pria yang menggunakan baju penerbangan ditemukan tidak bernyawa di sekitar area berbatuan dekat sungai. Dan anda sendiri ditemukan beberapa jam setelahnya dengan keadaan mengambang dan tersangkut di batang pohon. Beruntung nyawa anda masih bisa kami tolong," jelas Sheryl kembali. Entah kenapa tatapannya sedikit membuat Sheryl takut.
"Dari tanda pengenal yang kami dapatkan, yang bisa kami baca hanya nama Daren saja. Nama belakang dan semua informasi lainnya sudah tidak terbaca." lanjut Sheryl mengakhiri obrolan.
"Daren?" ulang pria itu dengan dahi yang mengkerut.
"Hu'um. Sudah lebih baik sekarang anda makan dulu dan minum obat. Saya akan mengusahakan untuk bisa membeli obat terbaik agar pemulihan anda bisa lebih cepat. Agar anda bisa berkumpul kembali dengan keluarga anda," ucap Sheryl panjang lebar.
Sembari terus berbicara Sheryl menyiapkan makanan dan menata di atas meja karena nampannya akan di gunakan sebagai alas makan. Di puskesmas tidak ada meja khusus untuk makan pasien, jadi hanya bisa menggunakan nampan.
"Argh.."
Baru akan mencoba untuk duduk Daren sudah meringis, apalagi saat tangannya dia coba gerakkan untuk mengambil air putih.
"Kenapa?" panik Sheryl karena mendengar rintihan itu.
"Tidak apa."
"Bagian mana yang terasa lebih sakit?" tanya Sheryl kembali. Entah kenapa Sheryl yang biasanya tenang ini malah seperti baru saja menangani pasien.
"Tangan." singkat Daren.
Sheryl rasa Daren adalah orang yang pendiam atau mungkin malas berbicara. Hanya pada awal saja mau berkata panjang, sepertinya itupun terpaksa, pikir Sheryl dalam hati.
"Tangan anda memang seperti tertusuk sesuatu, namun kami tidak menemukan adanya serpihan apapun dalam lubang itu. Luka lain yang ada di sekitar perut dan punggung juga masih harus dalam perawatan dan juga... Bla.. Bla.. Bla..." ucap Sheryl menjelaskan kondisi Daren secara rinci.
"Hm..." dehem Daren sebagai jawaban.
Sheryl yang melihat itu mendengus kesal, lantaran ucapan panjang lebarnya tida ditanggapi apapun oleh pasiennya yang satu ini. Belum pernah aku menemui ada pasien seperti orang dihadapannya ini, dengus Sheryl menahan kesal.
"Tahan Del, dia masih seorang pasien," Sheryl mencoba meredam amarahnya dengan cara mengatur pernapasannya.
"Ehem!" Daren dengan sengaja berdehem kencang karena sedikit tersinggung dengan gerutuan Sheryl yang masih terdengar.
Dengan muka yang sedikit memerah karena malu, Sheryl langsung menyerahkan mangkok sup ke hadapan Daren.
"Kenapa gak diambil? Saya kan sudah menjelaskan jika anda sudah harus meminum obat tambahan selain yang nanti dimasukkan kedalam cairan infus," omel Sheryl panjang lebar.
"Bukankah baru saja anda bilang tangan ini terluka?" kali ini Daren berucap lebih panjang karena entah mengapa dia suka melihat raut wajah gadis di depannya ini malu.
"KAMU?! Ups." hampir saja Sheryl berteriak kencang jika saja dia tidak menahan diri. Mukanya sudah bertambah merah seperti kepiting rebus yang diberi saus tomat.
"Sudahlah! Biar aku suapi," dengan masih di landa rasa kesal Sheryl tetap menyuapi Daren dengan hati-hati.
Dirinya masih punya hati, jadi tidak mungkin dia membiarkan manusia menyebalkan ini mati kelaparan saat sedang dirawat olehnya.
...----------------...
Tidak terasa hari terus berganti. Selama hampir satu minggu setelah Daren terbangun, Sheryl tidak pernah meninggalkan Daren sendiri di puskesmas.
Terkadang memang Sheryl pulang ke rumah yang dia tinggali untuk mengganti pakaian dan untuk sekedar membersihkan rumah dari debu, agar saat nanti Daren tidak membutuhkan perawatan, Sheryl tidak terlalu banyak membersihkan rumah, dan bisa lebih banyak mengistirahatkan tubuhnya yang sudah lelah ini.
Sheryl sengaja menawarkan diri untuk menemani Daren selama di puskesmas salah satu faktor yang paling kuat adalah kakak-kakaknya atau para staff di sini semua sudah berkeluarga.
Sejak awal Sheryl mengajukan diri juga karena alasan tersebut. Apalagi hanya ada satu perawat saja di sini, dan Ningsih pun sedang mengandung jadi tidak mungkin jika harus menginap di puskesmas.
"Ternyata obat yang anda butuhkan masih belum banyak di jual bebas. Tapi saya akan terus mencari alternatif lainnya," ucap Sheryl penuh keyakinan.
Bagi Sheryl kesembuhan pasien adalah kebahagiaannya. Tak jarang jika pasien yang sedang berobat pada Sheryl tidak memiliki uang, Sheryl tetap melayaninya dengan baik dan juga membayarkan pengobatannya.
Tidak heran banyak warga yang selalu memberikan hasil bumi maupun hasil olahan mereka pada Sheryl sebagai ucapan terimakasih mereka.
Banyak yang menyukai pasti banyak juga yang tidak menyukai. Begitulah kehidupan, tak jarang mereka yang Sheryl tolong tidak tahu berterimakasih dan malah memeras Sheryl dengan meminta ini dan itu diluat dari obat dan segala macamnya.
Tapi dasarnya Sheryl ini terlalu baik mendekati "_" (isi dalam hati masing-masing wkwk) ya begitulah, jadi dengan sabar Sheryl hanya akan berkata iya dan tidak papa.
"Tidak perlu." potong Daren karena Sheryl terus berbicara mengenai obat yang dia butuhkan.
"Hah? Apa?" bingung Sheryl tidak mengerti.
"Hah! Tidak usah mencari obat itu jika memang sulit. Dan lagi pasti harganya pun akan sangat mahal kan?" jelas Daren dengan malas. Malas bicara panjang lebih tepatnya.
"Gitu dong! Kalau ngomong tuh yang jelas." emosi juga kan lama-lama Sheryl ini.
"Ehem. Saya pasien loh!" dehem Daren dengan sengaja, tapi tertutup dengan nada datarnya.
"Ughh.. Kalau bukan pasien udah aku buang ke antartika," gumam Sheryl dengan membelakangi Daren agar tidak terdengar.
"Masih dengar!"
"Hehehe jadi pasien gak boleh marah-marah, nanti lama sembuhnya," ucap Sheryl sembari terkekeh canggung.
Daren tersenyum tipis, yang sedikit terlihat oleh mata jeli Sheryl. Mata Sheryl melotot dengan amarah yang tertahan.
Ini orang emang sengaja ejek aku dari tadi ya?, batin Sheryl kesal.
"Tarik nafas. Hembuskan. Tarik nafas. Hembuskan." gumam Sheryl sembari melakukan berulang kali agar tidak kembali emosi.
"Tidak perlu mencari obat itu lagi! Biar saja seperti ini dulu, jika sudah waktunya pasti akan teringat. Lagi pula jika memang ada, pasti keluarga saya akan mencari." jelas Daren sedikit agak lembut.
Sheryl yang mendengar penjelasan Daren hanya bisa mengangguk mengiyakan. Lagi pula memang yang di katakannya benar. Apalagi keuangannya tidak sebanyak itu jika harus membeli obat yang pasti harganya mahal.
.
.
.
Tbc...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments