Beberapa hari kemudian, Nathania sudah sembuh dan ia memutuskan untuk pergi ke sekolah. "Nona, bagaimana jika saya mengantar anda ke sekolah? Anda baru sembuh saya takut sesuatu terjadi, dan saya takut anda tersesat." ucap Mia khawatir.
"Tidak usah Mia, aku tidak apa-apa. Biasanya juga aku selalu pergi sekolah sendiri, tenang saja. Kamu diam saja di sini, kamu juga punya banyak pekerjaan kan." Nathania berusaha membuat Mia tidak khawatir padanya.
Mia mau tidak mau menuruti kemauan Nathania, namun dia masih merasa khawatir. Apalagi Nathania yang tidak bisa melihat harus pergi sendirian. "Baiklah nona, saya akan diam saja di sini." ucap Mia.
Nathania pergi ke sekolah sambil membawa tongkatnya, dia sedikit gugup karena sudah lama tidak pergi ke sekolah. Namun, dia tetap tegar dan percaya diri.
Asher sedang mengendarai mobilnya menuju ke kantornya. Tiba-tiba, ia melihat Nathania, berjalan sendirian di trotoar dengan tas sekolah di pundaknya dan memegang tongkat.
Asher terkejut dan langsung memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Ia keluar dari mobil dan berjalan mendekati Nathania.
Asher memegang tangan Nathania dan berkata,
"Nathania, apa yang kamu lakukan di sini sendirian? Kamu tahu kan kamu tidak boleh keluar rumah sendirian."
Nathania sedikit terkejut, "Tuan Asher? Anda di sini? Saya hanya ingin pergi ke sekolah sendiri."
Asher mengandeng tangan Nathania dan berkata dengan tegas, "Tapi kamu tidak boleh pergi ke sekolah sendirian, Nathania. Apa yang akan terjadi jika kamu tersesat atau terluka?"
"Tuan Asher, saya akan berhati-hati. Saya sudah membawa tongkat putih saya dan saya akan mengikuti suara langkah kaki siswa-siswa lainnya," ucap Nathania dengan penuh keyakinan.
Asher merasa lega mendengar jawaban Nathania, tetapi dia masih merasa khawatir. Dia memutuskan untuk mengantar Nathania ke sekolah dan menjemputnya pulang, "Baiklah, aku akan mengantar ke sekolah. Tapi mulai sekarang, kamu tidak boleh pergi ke mana-mana sendirian, mengerti?" Nathania menunduk dan mengangguk, "Saya mengerti."
Asher membantu Nathania masuk ke mobilnya dan membawanya ke sekolah. Nathania merasa senang karena bisa merasakan kebebasan seperti anak-anak lainnya, sementara Asher merasa lega karena Nathania selamat dan tidak terluka.
Setelah sampai di sekolah, Asher membantu Nathania turun dari mobil. "Nanti pulangnya aku jemput, tunggu di sini jangan pergi ke mana-mana. Paham?" ucap Asher dengan tegas. Nathania mengangguk dan berjalan masuk ke dalam kelas.
Asher memastikan bahwa Nathania sudah masuk ke dalam kelas dengan selamat. Dia juga memberikan nomor teleponnya kepada Nathania dan meminta Nathania untuk selalu menghubunginya jika ada masalah.
"Hufftt...Nathania." Asher terus menatap Nathania, tunangannya itu yang sedang berjalan. Asher masih merasa khawatir dengan Nathania.
Asher melajukan mobilnya lagi dan pergi ke kantornya. Sesampainya di kantor Asher langsung di sambut oleh Travis, "Selamat pagi boss." Asher mengangguk dan masuk ke dalam ruangannya.
Asher sedang duduk di kursi nya dan membaca dokumen, tiba-tiba Travis datang dengan wajah gugupnya. "Kenapa? Ada target baru lagi? Ada pergerakan dari musuh?" tanya Asher dengan nada dinginnya.
Travis menggelengkan kepalanya dan berkata, "Ini bukan soal itu boss, ini soal salah satu karyawan di perusahaan boss. Dia melakukan penggelapan dana."
Asher menghela napas dan berkata dengan tenang, "Cari dia, jika sudah ketemu bawa ke markas." Travis mengangguk dan pergi dari ruangan Asher.
Asher memejamkan matanya dan menghisap rokok. "Hmmm bodoh, dia lupa direkturnya itu seorang mafia penguasa di kota ini." ucapnya sambil menyeringai.
Asher memiliki sebuah perusahaan yang maju dan dia adalah CEO nya, namun jika ada salah satu karyawan yang tidak mematuhi atau berkhianat padanya dia tidak akan segan-segan menghabisi mereka.
Sedangkan di sekolah, Nathania disambut baik oleh teman-temannya. Dia bersyukur karena teman-temannya itu membantu dirinya yang kesulitan karena kehilangan penglihatannya. "Nathania bagaimana keadaanmu? Katanya kamu mengalami demam parah." ucap temannya.
Nathania tersenyum gugup dan dia berpikir sejenak sebelum menjawab, "Ya, beberapa waktu lalu aku demam parah tapi sekarang sudah baik-baik saja."
Teman-temannya tersenyum dan memeluknya. Nathania merasa sangat senang dengan perlakuan baik teman-temannya, dia bersyukur walaupun hidup tersiksa dengan keluarganya dia masih mempunyai teman-teman yang peduli padanya.
Nathania belajar dengan baik dan dibantu oleh temannya. Saat sedang belajar, teman sebangkunya menyadari ada lebam di lengannya Nathania. "Nathania ini bekas lebam apa?" tanya temannya dengan nada penasaran.
Nathania kebingungan harus menjawab apa, dia pun memutuskan untuk berbohong. Karena dia tidak mungkin mengatakan bahwa itu gara-gara perlakuan kejam Ibu dan kakak tirinya.
Nathania merasa sedikit canggung dan menjawab dengan ragu, "Oh, itu karena aku terbentur meja waktu di rumah. Tidak apa-apa kok."
Teman sebangkunya mengangguk, "Ok Nathania, jika ada sesuatu bilang aja ya." Nathania mengangguk dan temannya pun kembali fokus pada pelajaran.
Namun, Nathania merasa sedikit khawatir dan sedih karena dia harus berbohong kepada temannya. Dia tahu bahwa dia tidak bisa memberitahu siapa pun tentang perlakuan buruk yang dia terima dari Ibu dan kakak tirinya, karena takut akan menghadapi konsekuensi yang lebih buruk.
Nathania meraba lebam di lengannya, dan itu masih terasa sakit. "Hampir aja ketauan, aku harus berhati-hati." pikir Nathania sambil menurunkan lengan bajunya agar lebamnya tidak terlihat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments