Bab 20.

"Ya sudah, ayo sekarang ganti baju, terus makan!" Ucap Bapak sambil mengusap-usap kepala Menik. Kemudian mereka masuk ke dalam rumah bersama.

Menik menuju kamarnya.

Sedangkan Bapak mencari Ayu. Tapi tidak ketemu.

Bapak masuk ke dapur dan membuka tudung nasi di atas meja.

"Ck! Kok cuma ini?!" Gumam Bapak yang juga sudah merasa lapar, sudah waktunya untuk makan siang.

Di meja tinggal ada sayur kacang panjang dimasak santan terasa agak pedas. Sementara Menik belum biasa makan pedas.

Bapak jadi bingung, Bapak membongkar semua barang-barang yang ada di dapur, mencari sesuatu yang mungkin ada yang bisa dimasak.

"Ck!" Bapak berdecak kecewa karena tidak menemukan apapun.

Tiba-tiba Bapak teringat pada telur ayam yang di kandang ayam belakang rumah. Bapak segera ke sana untuk mengambil beberapa telur.

Bapak langsung mengeksekusi telur-telur itu ke wajan panas yang telah diisi minyak goreng.

Menik berjalan ke dapur dengan memakai baju santai untuk dirumahnya.

"Wow! Bapak memasak?" Tanya Menik yang kaget karena ini kali yang pertama ia melihat Bapak berdiri di depan kompor.

"Ayo makan!" Bapak menyodorkan sepiring nasi goreng bertoping telur dadar di depan Menik.

Kemudian Bapak juga duduk di seberang Meja dengan membawa sepiring menu yang sama. 

Nasi goreng ala Bapak. Nasinya tampak kecoklatan karena kecap dan irisan bawang merah yang tebal.

Menik melihat Bapak makan dengan lahap sekali. Menik pun juga mulai makan. Baru saja makan beberapa suap, ada seseorang memanggilnya.

"Menik! Menik! Niiik! Menik!" 

"Kayak Hani itu," ucap Menik di sela-sela mengunyah makanan di mulut.

"Menik!"

Menik sudah menggeser kursinya dan akan berdiri.

"Habiskan dulu makanmu!" Ucap Bapak menjadikan Menik urung untuk berdiri.

"Ya, sebentar!" Sahut Menik dengan berteriak untuk menjawab panggilan Hani.

Bapak sudah selesai makan, kemudian mengelap mulutnya dengan tisu yang ada di atas meja. Kemudian Bapak keluar.

"Siapa kamu?!" Tanya Bapak setelah di luar dan melihat Hani berdiri di halaman rumah.

"Saya Hani, Pak," sahut Hani dengan wajah ketakutan. Takut dimarahi oleh Bapaknya Menik.

"Sini kamu!" Bapak memanggil Hani.

Hani pun mendekat dengan pelan-pelan.

"Duduk sini!" Hani menuruti perintah Bapaknya Menik. Hani duduk di bangku panjang teras yang ditunjuk Bapaknya Menik.

Ayu berjalan dari luar gerbang memasuki halaman rumah sambil menggendong anaknya yang berumur belum genap setahun. 

"Ck!" Decak Bapak yang melihat Ayu berpanas-panasan di luar bersama bayinya.

"Dari mana kamu, Ayu?" Tanya  Bapak setelah Ayu mendekat.

"Dari warung Lek Wiwit beli es cendol. Heee Heee." Sahut Ayu diiringi cengengesan.

Melihat roti tergeletak di atas meja teras, Ayu langsung mengambil dan memakannya.

Melihat Ayu makan roti membuat Hani celegukan dan beberapa kali menelan ludah. 

Pulang sekolah Hani tidak menemukan orang tuanya di rumah. Maka Hani hanya meletakkan tasnya di kursi usang di teras depan rumahnya dan langsung mendatangi rumah Menik.

"Roti siapa Pak, ini?" Tanya Ayu sambil mengunyah gigitan roti yang terakhir, ia yang baru sadar telah makan roti, nggak tahu roti milik siapa langsung memakannya sampai habis.

"Adikmu, Menik." Sahut Bapak tanpa melihat Ayu.

"Hah!" Ayu kaget. Dan membuat Ayu menjadi teringat dengan makanan yang tersisa di meja makan tadi. Tidak ada menu yang cocok untuk Menik.

"Sugeng siang, Pakde!" Seorang pria memasuki halaman rumah.

"Siang! Masuk sini!" Ucap Bapak sambil melambaikan tangan pada Pak Sidi, yaitu Bapaknya Esti.

***

Sementara Menik tidak menghabiskan makannya, karena Bapak mengambilkan terlalu banyak. Yang penting telurnya sudah dimakan habis oleh Menik.

Bapak pernah berpesan, 

"Makan harus dihabiskan! Jangan ada yang disisakan! Jangan membuang-buang makanan! Karena dalam makanan itu ada tersimpan berkah dari Tuhan. Dalam sebutir nasi saja, itu terdapat banyak campur tangan  manusia dan alam.

Coba lihat petani yang di sawah itu! Dia tanpa mengenal panas dan hujan, dengan tenaga dan keringat bercucuran mengolah tanah untuk menanam padi. Kemudian rumput atau tanaman yang ada disekitarnya dicabuti dan dibasmi karena takutnya mengganggu pertumbuhan padi. Petanilah yang menanam, merawat, memelihara, dan mengalirkan air. 

Tuhan menurunkan hujan untuk membantu menyirami bumi dan tanaman.

Tidak hanya air, padi juga butuh panas dan di sana itu ada matahari milik Tuhan.

Tahukah kamu, siapa yang membuat padi tumbuh? Itu tidak cukup jika hanya petani seorang diri.

Semua ada campur tangan Tuhan! Dan adanya kerja sama antara elemen-elemen yang ada di alam yaitu, tanah, air, angin, dan api yaitu panas matahari.

Belum lagi, jika panen padi. Apa bisa langsung dimasak dan dihidangkan di meja makan? Tentu tidak, kan.

Masih panjang proses sebutir padi untuk menjadi beras. Beras untuk bisa dimakan masih butuh proses lagi.

Makanya jangan buang-buang makanan!"

Menik manggut-manggut kala itu. Ia benar-benar mendengarkan setiap ucapan dari Bapak. Ia begitu kagum dengan Bapak yang bisa membuat pikiran Menik terbuka. Bapak memang hebat!

Menik memasukkan nasi goreng sisanya ke dalam tudung saji di atas meja. Dengan maksud nanti akan ia makan lagi.

Menik ke teras menemui Hani.

"Hey Hani," Hani tersenyum melihat Menik yang ditunggunya telah muncul.

"Kamu kok belum ganti baju, Hani?" Tanya Menik. Karena Hani datang masih dengan  baju seragam sekolahnya.

"Mamaku nggak ada. Jadi aku nggak bisa masuk ke dalam rumah, dan nggak bisa mengambil baju ganti ku juga," sahut Hani.

"Owh. Kamu pasti belum makan. Iya kan?" Tebak Menik.

"Kok kamu tahu?" Tanya Hani bengong, karena Menik berkata benar tentang dirinya.

Menik hanya tersenyum.

"Ayo ikut aku!" Menik menarik tangan Hani yang masih duduk itu, menjadikan Hani berdiri dari duduknya dan mengikuti langkah Menik masuk ke dalam rumah.

Ayu dan Bapak hanya saling pandang melihat Menik mengajak Hani masuk ke dalam.

"Rumahmu besar sekali Menik!" Hani sangat terkagum-kagum dengan rumah Bapaknya Menik.

Rumahnya memang besar. Rumahnya ada tiga bagian. 

Bagian pertama, yang bagian depan yaitu untuk ruang tamu, di sana ada dua set sofa, dengan pintu utama dua pintu yang sama lebar berada di tengah, di bagian sisi kanan ada jendela nako. Sedang sisi kiri pintu ada jendela nako dan sampingnya nako ada jendela riben yang ukuran besar, yaitu dua meter kali dua meter. Di dinding ruang tamu ada gambar presiden dan wakil presiden dan jam dinding saja. 

Oh, ada dua set miniatur rumah-rumahan yang dipasang di samping kanan dan kiri pintu masuk ke ruang tengah.

Tapi Menik mengajak Hani masuk melalui pintu ruang tengah.

Mereka berjalan masuk langsung ketemu dengan ruang tengah. Di sana ada berderet beberapa kamar. Ada lima kamar, terus di depan kamar terdapat ruangan yang lumayan luas. Di sana ada televisi yang di depannya ada digelar karpet agak tebal dan berbulu, kemudian di belakang gelaran karpet ada satu set meja kursi dari kayu yang mengkilap. Dan di sampingnya itu masih ada ruang kosong. Di ruang kosong itu ada dua lemari yang ditaruh di sebelah kanan pintu masuk dari teras.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!