Bab 18.

Menik memberikan uang recehannya satu.

Ia kembali duduk menikmati roti satu bungkus dan menghabiskan minumnya.

Roti yang satu bungkus ia masukkan ke dalam tas andalannya.

"Duh! Menik kemana sih?" Esti bertanya ada di mana keberadaan sohibnya itu. Tapi semua teman yang di dalam kelas tidak ada yang tahu.

Esti sudah was-was, kalau Menik tidak segera masuk ke kelas, dan keduluan sama Ibu guru yang datang, Menik akan mendapatkan hukuman berdiri di depan kelas atau berlari mengitari lapangan sekolah.

"Tasnya juga nggak ada!" Esti bicara sendiri saat melihat kursi dan meja tempat Menik kosong.

"Gedebug! Gedebug! Gedebug!" Menik keluar dari kantin.

Ia segera berlari menuju kelas.

"Huh hah huh hah!" Napas Menik ngos-ngosan. Sampai di pintu masuk kelas, Menik memperhatikan ke dalam kelas. Dia pikir di kelas sudah ada guru. Eh ternyata. Anak-anak masih pada ribut. Anak-anak laki-laki berlarian di dalam kelas. Mereka berkejar-kejaran. Bahkan supaya tidak terkejar temannya, ada yang naik ke meja ataupun kursi.

Menik berjalan menuju kursinya.

"Aduh Menik, kamu dari mana? Untung Bu Rose belum masuk.

"Dari kantin. Tadi aku lapar banget. Heeheee…." Sahut Menik diakhiri dengan senyum cengengesan tanpa dosa.

"Hei! Kenapa kursiku kotor begini?" Tanya Menik.

"Tuh sana kamu minta tanggung jawab sama Adi. Dia tadi yang naik-naik di situ!" Sahut Esti.

"Adi!"

"Adi!" 

Teriak Esti dan Menik hampir bersamaan.

"Apa sih teriak-teriak!" Sahut Adi yang berdiri di dekat kursinya Adi sendiri. Adi duduk di deretan nomor empat. Sedangkan Menik dan Esti di deretan nomor dua.

"Sini!" Menik melambaikan tangannya memanggil Adi.

"Apa!" Adi datang mendekati Menik.

"Tanggung jawab! Bersihin ini Adi!" Ucap Menik sambil menunjuk kursinya yang kotor.

"Ah, apaan sih! Nggak banget!" Adi ngeloyor meninggalkan Menik. Adi berjalan menuju tempat duduknya yang di belakang.

Anak cowok, tentu saja ingin menang sendiri dan nggak mau ditindas. Apa lagi disuruh-suruh.

"Iiihh…! Adi! Bersihin, nggak!" Menik menyusul Adi ke belakang dengan wajah memerah, sudah mau mulai mewek dia.

"Apaan sih kamu ini Menik! Nggak mau!" Adi yang anti disuruh-suruh tidak peduli dengan teriakan Menik yang di depan sana.

"Bersihin kursiku! Ayo bersihin Adi! Kamu yang bikin kotor, kan?!" Menik mendekati Adi dan menarik-narik seragam putih baju atasan Adi. Menik sudah pasang muka mau mewek.

"Ih, dasar perempuan! Cengeng!" Ledek Adi.

"Adi!" 

"Cengeng!"

"Iiih Adi!"

"Cengeng!"

"Adi! Awas kamu, aku bilang ke Mas Miftah!" Menik melepas tangannya dari baju Adi yang dipegangnya. Menik langsung berjalan menuju pintu.

Kakak Menik, yaitu Miftah kelas enam sekarang. Selain menangis mewek, Mas Miftah juga salah satu andalan Menik jika teman-temannya yang nakal suka mengganggunya.

Adi langsung berdiri dan mengambil kemoceng yang digantung di dinding depan kelas sebelah kanan papan tulis.

Sejak tadi, Esti dan teman-teman yang lain hanya melihat saja adegan Menik dan Adi.

"Menik! Ku bersihkan nih! Awas kamu kalau sampai ngadu ke Mas Miftah!" Teriakan Adi didengar oleh  Menik sebelum melangkah sampai pintu.

Menik tersenyum sambil mengelap air matanya yang sudah keluar. Kemudian ia kembali berjalan ke kursinya. Ia melihat Adi membersihkan debu dan kotoran yang menempel di kursinya. Debu yang menempel membentuk bekas injakan sepatu.

Adi mengelap debu itu sampai bersih. Sampai bekas injakan sepatu tidak terlihat lagi.

"Coba dari tadi, Di Adi!" Esti ikut mengomel.

"Kamu minta di elap juga, hem!" Adi mengelap wajah Esti dengan kemoceng.

"Huh, dasar Adi!" Gerutu Esti.

Adi mengembalikan kemoceng pada tempatnya.

"Makasih Adi," ucap Menik dengan tulus. Ia melihat usaha Adi dalam membersihkan kursinya.

Adi yang lewat di samping mejanya menjadi berhenti. Ia memperhatikan wajah Menik.

"Makanya jangan cengeng!"

"Aku nggak cengeng kok!" Menik menolak jika dirinya dikatakan cengeng.

"Kalau nggak cengeng, terus kenapa kamu nangis?" Tanya Adi.

"Ya kan aku nangis gara-gara kamu!" Menik terus menjawab. Ia tidak mau kalah debat.

"Sini! Coba lihat!" Adi mendekati Menik.

"Apa!" Bentak Menik pada Adi yang tangannya terlalu dekat ke pipinya.

"Air matamu belum bersih." Adi mengelap sisa air mata Menik. 

Sok perhatian, padahal Adi takut pada Miftah kalau ia telah membuat Menik menangis.

"Selamat siang anak-anak!" Suara Bu Rose membuat anak-anak kelas dua yang sejak tadi ribut seperti suasana pasar empat lima menjadi lengang.

Adi dan beberapa anak laki-laki berlari menuju tempat duduknya.

"Selamat siang Bu,"

"Sekarang keluarkan buku pe pe ka en!" Perintah Bu Rose.

 

Anak-anak mengambil buku dari dalam tas atau loker di bawah meja masing-masing.

"Buka halaman lima belas!" Perintah Bu Rose lagi.

Bu Rose memperhatikan semua muridnya.

"Adi! Mana bukumu?" Tanya Bu Rose. 

Ternyata Adi tidak menjalankan perintah Bu Rose sejak tadi.

"Ketinggalan di rumah, Bu." Jawab Adi.

Bu Rose berjalan mendekati Adi.

"Kalau begitu, untuk sementara, satu buku digunakan berdua. Letakkan buku di tengah!" Perintah Bu Rose pada Supri teman sebangku Adi.

Buku bacaan ini buku yang dipinjamkan perpustakaan sekolah kepada murid-muridnya. Masing-masing anak mendapat satu buku untuk setiap mata pelajaran.

"Perhatikan di situ! Ibu baca, ya. Kalian menyimak!" Bu Rose membaca Pancasila dari satu sampai lima.

"Ayo sekarang kalian membaca sendiri-sendiri. Baca sesering mungkin, sampai kalian hafal. Hari Rabu minggu depan kalian satu per satu maju ke depan kelas untuk hafalan, ya!"

"Ya Buuu…!"

***

Di jalan pulang dari sekolah. 

"Menik, nanti sepulang ngaji aku belajar kelompok di rumahmu, ya?" Ucap Esti.

"Iya. Kita hafalan juga, Esti." Sahut Menik.

Adi yang berjalan tidak jauh di belakang mereka, bergegas mempercepat langkahnya supaya bisa sejajar dengan langkah Menik dan Esti.

"Aku dengar kalian mau belajar kelompok. Di mana? Di mana? Aku boleh ikut nggak kelompokan sama kalian?" Ucap Adi dengan penuh antusias.

Menik dan Esti saling pandang. Lalu Menik menganggukkan kepala.

"Belajar kelompok di rumahku. Kalau kamu mau ikut, boleh kok. Iya kan Esti?" Ucap Menik.

"Iya, Di. Ikut saja! Supaya kita sama-sama pintar dan mendapat nilai bagus."

"Sip!" Adi mengacungkan kedua jari jempolnya ke arah Menik dan Esti.

Mereka bertiga berjalan kaki dengan arah yang sama. 

"Ayo mampir!" Ketika berjalan sampai di depan gerbang halaman rumah Esti, Esti mengajak mampir Menik dan Adi.

"Iya, Esti makasih. Aku langsung pulang saja!" Jawab Menik.

"Iya!" Timpal Adi cepat.

"Oke, dah dah!" Esti melambaikan tangan pada kedua temannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!