Bab 16.

***

Setiap pagi Ibu sibuk ke pasar. Tutik adiknya Menik yang masih kecil dititipkan pada Mbak Ayu. Mbak Ayu yang juga memiliki anak yang seusia dengan Tutik. 

Sedangkan bapak, sibuk dengan banyak pekerjaan. Semenjak memboyong ibu, Miftah dan Menik tinggal serumah dengan Bapak, Bapak menjadi semakin giat untuk berusaha menghidupi anak-anaknya dan keluarganya.

Selain sawah, sekarang Bapak memiliki banyak pekerjaan. Pekarangan belakang rumah dibuat dengan adanya beberapa kolam untuk budidaya ikan nila dan ikan mas. Lahan sekitar kolam ditanami banyak jeruk, dan ada puluhan pohon kelapa. 

Bapak semakin giat usaha demi anak-anak dan keluarganya. Belum lagi pekerjaan Bapak yang lain, Bapak juga memiliki bisnis, jual beli padi. Beliau membeli padi hasil panen para tetangga kemudian dijual ke pedagang yang lebih besar. 

Bapak pun rajin tirakat. Puasa Senin Kamis, puasa mutih, sampai puasa pati geni ia lakukan. 

Terhadap Menik, Bapak memperlakukan hal yang sama seperti pada anak-anaknya yang lain. Mungkin, ya mungkin Bapak sudah mau mengakui jika Menik itu juga anaknya, darah dagingnya.

Sebab orang lain yang melihatnya pun, akan menyangkal jika Menik bukan anak Budiono.

Dari wajah, terutama bagian dahi, mata dan bibir Menik itu sungguh plek jiplek punya Budiono.

Kini, Menik tidak lagi tidur bersama Tijah ibunya. Tijah sudah tidak ada cukup waktu untuk Menik sepanjang waktu. Apalagi sekarang sudah ada adik kecil.

Sekarang, setiap malam Menik menemani tidur dan sekamar, eh seranjang dengan Mbah putri. Mbak putri yang lumpuh kedua kakinya. 

Menik yang tidurnya tidak bisa diam, yang bahkan terkadang, kehidupan dan aktifitas di siang harinya kebawa sampai di tidur malamnya, ia pun suka mengigau, atau berteriak-teriak memanggil temannya, atau tiba-tiba tertawa cekikikan, bahkan juga menangis sesenggukan dalam tidurnya.

Tangan lembut Mbah putri sering mengelus-elus puncak kepalanya dan wajahnya.

"Tidur mbok ya yang tenang to nduk," Mbak putri mengelus kepala Menik dengan sayang.

Sesekali Bapak menengok di kamar Mbah Putri. Barangkali ada sesuatu yang butuhkan Mbak putri, Bapak yang akan melayani.

Jika Mbah putri mau kencing, Bapak yang akan merubah posisinya Mbak putri.

Kelas dua, sekolah masuk siang, termasuk Menik.

Setiap pagi, biasanya Ibu sudah menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Tapi akhir-akhir ini, tidak tahu kenapa tidak ada makanan di atas meja makan.

Ini membuat Mbak Ayu yang sedang menyusui dan sering suka lapar, menjadi marah-marah. Imbasnya, Menik yang menjadi sasaran.

"Menik, sekarang kamu sudah besar! Jangan main terus! Pergi ke dapur sana! Masak!" Bentak Mbak Ayu dengan suara tinggi melengking, nggak ada manis- manisnya sama sekali.

Bentakan Mbak Ayu membuat Menik mengkeret dan tidak bisa membantah. Padahal Menik sedang memegang buku untuk hafalan.

"Jangan kamu enak-enakan ya, sementara aku menjaga dua bayi!" Omel Mbak Ayu terus saja dengan suara tinggi melengking seperti gembreng diseret. 

"Ngiiiiiinggg….! Berdengung telinga Menik.

Bapak yang sedang duduk di teras kerana menunggu seseorang yang sudah ada janji, mendengar omelan Ayu.

"Menik, yang nurut kalau dibilangi Mbak Ayu!" 

Menik hanya menoleh melihat Bapak dan mengangguk.

Buku ditinggal Menik di atas meja di teras.

Menik masuk ke dapur diikuti Mbak Ayu dari belakang. Mbak Ayu sambil menggendong anaknya, Atik.

Menik bingung, apa yang akan ia kerjakan di dapur. Ia tahu kalau dapur itu untuk memasak. Tapi memasak itu bagaimana? Seperti apa prosesnya? Menik tidak tahu.

Biasanya kalau tidak ada makanan, memang Mbak Ayu yang akan memasak, menggantikan tugas ibu.

"Ambil baskom itu!" Mbak Ayu menunjuk dengan jari telunjuk baskom yang ada di bagian bawah rak.

Menik mengikuti perintah Ayu. Ia mengambil baskom yang ditunjuk.

"Ambil beras di sana!" Ayu menunjukkan tempat menyimpan beras.

Menik melangkah kecil menuju tempat yang ditunjuk. Kemudian ia membuka penutupnya.

"Mbak Ayu?" Menik memanggil Ayu yang melihat mengitari dapur.

"Hem." 

"Ambil seberapa ini?" Tanya Menik yang sudah memegang kaleng literan untuk mengambil beras.

"Ambil dua kaleng itu!" Suara Mbak Ayu mulai melunak. Suaranya sudah tidak tinggi melengking seperti awal tadi.

Menik mengangkat baskom berisi beras dengan agak kesulitan berjalan, karena matanya terhalang baskom itu untuk melihat jalan di depannya.

"Sini! Jatuh malah nggak karuan nanti!" Ayu mengambil baskom yang dibawa Menik.

Ayu membawanya menuju ke kran air di samping tempat cucian piring.

"Nduk Menik, kamu cuci berasnya di sini! Berasnya jangan sampai jatuh-jatuh!" Ayu mengingatkan.

Menik menurut. Ia jongkok ditempat Ayu menaruh baskom isi beras. Lalu menyalakan kran air dan mencucinya beberapa kali sampai air cucian beras berwarna lumayan jernih. 

Menik melakukan itu memakan waktu lama, hampir setengah jam. Dan beras-beras pun banyak yang tercecer.

"Sudah belum Menik?! Lama sekali!" Teriak Ayu yang berdiri di depan kompor. Air yang direbus sudah mendidih momplak-momplak.

"Sudah, Mbak."

"Bawa sini!" Teriak Ayu yang menggendong bayi kecil itu.

Gara-gara lapar, membuat Ayu emosi.

Menik berdiri dengan kaki sedikit kesemutan, karena kelamaan jongkok. Menik membawa baskom beras pada Ayu.

Ayu memasukkan beras pada air yang mendidih tadi.

"Sekarang potong-potong kacang panjang itu!" Ayu menunjuk sayur kacang panjang di atas meja.

Ayu menyeret kursi untuk menyiapkan tempat duduk Menik.

"Duduk sini! Supaya kamu nggak ketinggian!" Perhatian juga Ayu terkadang kalau lagi condong bole.

Menik mengikuti saja semua perintah Ayu. Tidak ada bantahan sedikit pun.

"Seperti ini motongnya!" Ayu memberi contoh pada Menik. Menik pun melakukannya. 

Ini sangat menyenangkan buat Menik. Pengalaman pertama memasak di dapur. Walau sedikit tekanan, ia menganggap ia seperti sedang bermain masak-masakan.

Cuma satu sayangnya, yang mengajari agak judes dan galak. Heheeee…!

Meski begitu, Menik sayang sama Mbak Ayu. Sayang banget malah! Wlek!

Memasak nasi, lancar sampai naik ke panci kukusan di atas kompor. Karena dirumah tidak ada cooker yang memasaknya tinggal colok di colokan listrik.

"Menik, kalau itu sudah, kamu kupas ini!" 

Wahhh Menik benar-benar dijadikan asisten chef. Karena chef nya sedang repot menggendong baby. Dan bayinya jika diturunkan di tempat tidur akan menangis. 

Orang bilang, Bayi yang sudah terlanjur bau tangan katanya. Dari awal biasa digendong, jadi kebiasaan dan keterusan akhirnya minta digendong terus menerus sampai besar. Bikin repot saja!

Ayu menunjukkan beberapa bawang merah, bawang putih yang sudah disiapkan. Menik tinggal mengupasnya.

Ketika mengupas bawang merah, Menik menggaruh keningnya yang lagi gatal.

"Aduh! Mbak Ayu, pedas mataku. Aduh! Huuuhuuu…!" Menik kepedasan matanya terkena air bawang merah rupanya. Ia menangis.

"Duh cengeng! Cuma gitu aja nangis!" Omel Mbak Ayu.

Bapak yang sudah selesai dengan urusannya, tiba-tiba mendengar suara Menik menangis. Bapak bergegas ke dapur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!