"Baik. Sekarang tugas kalian menulis sepuluh macam nama buah-buahan dengan huruf pegon! Silahkan kerjakan!" Ustadz Zaki kemudian duduk di kursinya.
Para santrinya sibuk mengerjakan tugas.
"Sepuluh macam, apa saja ya?" Gumam Menik sambil mengetuk-ngetukkan pensil ke dagunya.
"Rambutan, pisang, Apel, anggur, pir, manggis, jeruk, duku, langsat, durian! Ketemu!" Menik merasa kegirangan dengan sendirinya. Kemudian menuliskan nama-nama buah temuannya tadi ke buku.
Teman-teman Menik pun semua tampak sedang berpikir. Mbak Sud malah kelihatan sangat serius. Dari wajahnya kelihatan seperti orang yang sedang di kamar mandi sedang mengejan berak. Hahaahaaa!
Tiga puluh menit kemudian. Ustadz Zaki yang tadi keluar kelas, sekarang kembali ke kelas dan langsung duduk di kursinya.
"Yang sudah selesai, kumpulkan di sini!" Perintah Ustadz Zaki tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Beberapa anak langsung maju dengan membawa buku catatannya dan menyerahkan pada Ustadz Zaki, termasuk Menik.
Buku ditumpuk di meja. Ustadz Zaki mengambil buku itu satu per satu untuk dikoreksi dan diberi nilai. Kemudian nilai itu langsung dimasukkan ke dalam daftar nilai murid buku catatan milik Ustadz Zaki.
"Siapa yang belum? Ayo cepat kumpulkan!" Suara Ustadz Zaki terdengar menggelegar di ruang kelas.
Suara itu bagaikan ancaman bagi yang belum menyelesaikan tugas.
Mbak Sud kemudian berdiri dari kursinya, disusul oleh Hani maju, kemudian berjalan ke depan kelas dan menyerahkan bukunya pada Ustadz Zaki.
"Sud, sekalian tolong bagikan buku-buku ini!" Ustadz Zaki meminta Mbak Sud yang hendak menjauh dari meja Ustadz Zaki untuk membagikan buku-buku yang sudah selesai dikoreksi itu pada pemiliknya.
Mbak Sud kemudian mengambil buku-buku itu dan membagikan pada pemiliknya, termasuk buku milik Menik.
Setelah mendapatkan bukunya, Menik langsung membuka bukunya. Ia sangat penasaran dengan tugasnya mendapat nilai berapa dari Ustadz Zaki.
"Seratus! yes!" Gumam Menik lirih. Ia senang mendapat nilai sempurna.
Ia kemudian memasukkan bukunya ke dalam tas pink bergambar barbie miliknya. Kemudian duduk diam.
Esti yang duduk berseberang meja dengan Menik mencak-mencak setelah melihat nilai yang diperoleh.
"Kenapa banyak yang salah?!" Esti menoleh ke arah Menik.
"Menik! Kamu dapat nilai berapa?" Tanya Esti sambil mendekati meja Menik.
Menik meski nilainya bagus, ia tidak suka pamer.
"Kenapa? Kamu dapat berapa?" Bukannya menjawab, tapi Menik bertanya balik pada Esti.
"Nih, lihat! Dapat bebek! Nggak tahu bagaimana Ustadz Zaki itu nggak bisa menilai!" Ucap Esti seolah nilainya jelek karena Ustadz Zaki salah memberi nilai.
Ustadz Zaki yang duduk di depan mejanya, sudah selesai mengoreksi jawaban santrinya, itu langsung menoleh ke arah Esti dan Menik, karena mendengar namanya disebut.
"Coba lihat!" Menik mengajak Esti duduk di sebelahnya. Esti memberikan buku pada Menik.
"Esti, memang ini jawaban kamu banyak yang belum betul," ucap Menik setelah melihat tulisan jawaban Esti.
Menik dan Esti, umur Esti satu tahun lebih tua dari Menik, daya tangkap mereka berbeda juga.
Meski Menik lebih muda, ia terkenal memiliki otak yang encer, bicaranya lebih lembut, halus, dan bersikap sopan.
"Masak sih! Terus, kalau ini salah, yang betul itu yang bagaimana?" Tanya Esti sungguh penasaran.
"Ini nih. Coba lihat! Ini kamu nulis rambutan. Bu itu seharusnya "ba" sama u nya "wawu". Di sini kamu nulisnya bukan wawu, tapi "alif".
Jadi dibaca apa coba kalau alif yang kamu tulis di situ?"
Menik menunjukkan dan menjelaskan dengan bahasa nya sendiri, yaitu bahasa anak-anak yang juga bisa dimengerti oleh anak-anak.
"Ba sama alif jadi ba," eja Esti.
"Nah tuh kamu tahu! Hiii… hiii…." Sahut Menik. Menik senang karena Esti menerima letak kesalahannya.
"Oiya ya, banyak yang salah ternyata jawabanku!" Esti baru menyadari setelah mendapat penjelasan dari Menik.
"Sekarang untuk pe-er! Kalian hafalan surat-surat pendek, ya!" Ustadz Zaki berteriak di depan kelas.
"Surat pendek, surat apa saja Ustadz?" Tanya Mbak Sud.
Ustadz Zaki menoleh pada Mbak Sud, kemudian mengedarkan pandangan keseluruh kelas.
"Yah, surat-surat juz'ama, yaitu surat-surat Alquran pada juz 30." Sahut Ustadz Zaki.
"Haaah! Banyak kali?!" Ucap Mbak Sud lagi.
Menik dan Esti yang belum mengerti hanya saling menoleh dan mengendikkan bahu.
"An-Nas sampai At-tiin kalau begitu!" Ustadz Zaki memberi keringanan untuk hapalan.
"Sekarang kita tutup pertemuan kita hari ini, dengan, Subhaanaka allahumma wa bihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika (Maha suci Engkau, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, saya mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu)
Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh." Ustadz Zaki mengakhiri mengajarnya hari ini.
"Wa alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh," jawab anak-anak serentak.
Kemudian mereka berhambur keluar dari kelas.
Menik, Esti dan Hani berjalan beriringan.
"Menik, nanti aku belajar di rumahmu, ya?" Ucap Esti.
"Iya." Jawab Menik dengan senang.
"Kamu Han, ikut gabung saja sama kita, dari pada kamu nggak ada teman belajar," kata Esti.
"Iya, nanti aku ngomong dulu sama mamak aku. Kalau dibolehin, nanti aku belajar sama kalian." Sahut Hani sambil menatap Esti dan Menik bergantian.
"Hu-um." jawab Menik sambil mengangguk.
"Iya." Sahut Esti hampir bersamaan dengan Menik.
Mereka berjalan sudah sampai di depan rumah Esti.
"Kalian tidak mampir ke rumahku?" Tanya Esti yang hanya berdiri di pintu pagar rumahnya.
"Enggak Es, aku sudah kebelet pipis nih!" Ucap Menik sambil terus berjalan.
"Ya ampun Menik! Awas kamu ngompol di celana!" Teriak Esti malah meledek Menik.
"Aku juga. Uuh... sudah nggak tahan! Ayo Menik kita lari saja supaya cepat sampai rumah!" Sahut Hani yang ternyata juga menahan kencing.
"Iya. Ayo!"
"Gedebug gedebug gedebug!" Mereka berdua berlarian di pinggir jalan. Menik berlari di belakang Hani.
"Kenapa itu Menik dan Hani berlari-lari, Esti?" Tanya Mamanya Esti yang tiba-tiba muncul dan berdiri di luar pagar rumah.
Esti menoleh pada mamanya.
"Katanya kebelet pipis, Ma. Haahaahaa…!"
"Kamu, ada temannya kebelet pipis kok malah diketawain. Kenapa tadi nggak kamu suruh mampir dulu terus pipis di sana?" Mamanya Esti mengomel sambil menunjuk tempat kamar mandi mereka yang kelihatan dari depan.
"Lupa, Ma. Eh! Tadi sudah ku ajak mampir, tapi mereka nggak mau kok." Sahut Esti.
Esti dan mamanya berjalan beriringan menuju ke rumah.
***
Sementara Menik dan Hani, setelah beberapa waktu berlari, kini mereka sudah sampai di depan rumah Menik.
"Hani, kamu pipis saja di rumahku. Ayo!"
Menik berlari duluan menuju rumah.
"Iya." Sahut Hani yang kemudian mengikuti Menik.
"Assalamualaikum," ucap Menik tanpa melihat ada orang di dalam rumah, tapi pintu rumah terbuka lebar.
Menik langsung menaruh tas di atas meja, diikuti oleh Hani.
Menik diikuti Hani berlari ke kamar mandi.
"Hani, kamu di kamar mandi sebelah sana!" Menik menyuruh Hani masuk di kamar mandi satunya yang bersebelahan dengan kamar mandi yang dimasukinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Langit Biru
up up
2023-12-04
1