Tegar

Tegar

Part 1

Sudah hampir lima tahun suamiku pergi merantau ke luar Jawa. Dia izin padaku ingin bekerja. Aku setiap malam selalu berdoa untuk keselamatan dan kesehatan suamiku, ayah dari anakku, Faqih.

"Mah, ayah kenapa gak pulang-pulang? Faqih rindu sekali dengan ayah." anakku menangis dalam pelukanku. Hatiku menangis dalam diam.

"Mama juga rindu dengan ayahmu. Tapi bagaimana lagi? Ayah nomornya sudah lama tidak bisa dihubungi lagi sama Mama. Mama ga punya cara untuk berkomunikasi dengan ayahmu." hatiku pilu mendengar suara tangis Faqih yang kini sedang panas badannya karena demam.

Aku menyelimuti tubuhnya dengan pelan. Memeluk dan mencium permata hatiku yang selama ini selalu mendampingiku dalam suka dan duka.

Kalau tidak ada Faqih bersamaku, entah bagaimana dengan diri ini. Apakah aku akan tetap tegar ditinggalkan oleh suamiku tanpa kabar berita?

Untung saja setiap bulan nafkah dari suamiku ga pernah datang terlambat. Sehingga Aku tidak terlalu membingungkan tentang kebutuhan kami sehari-hari. Aku hanya fokus mengurus Faqih tanpa sibuk mencari nafkah.

Aku menepuk punggung anakku dengan pelan, agar dia bisa istirahat dengan baik.

"Mah, kita susul saja Ayah ke tempat perantauannya. Bukankah Mamah tahu alamat ayah di sana?" tanya Faqih dengan mata berbinar.

Hatiku mencelos mendengar penuturan darinya. "Sayangnya, Mama tidak mengetahui di mana alamat ayahmu. Dia pergi ke luar pulau Jawa tanpa memberikan kabar apapun sejak keberangkatannya. Dia sampai sekarang bahkan tidak pernah menulis satu surat pun kepada kita." hatiku lesu karena baru menyadari kebodohanku selama ini.

Kenapa aku tidak bertanya alamat suamiku pada saat nomornya masih bisa aku hubungi. Kini aku mengalami kesulitan untuk mencari dirinya.

"Baiklah sayang kau beristirahatlah dulu. Besok mama akan mencoba untuk menghubungi nenekmu Siapa tahu ayahmu pernah menelpon nenekmu dan memberikan alamat ayahmu di perantauannya." Faqih mengangguk dan menurut dengan perintahku.

Setelah Aku mengompresnya untuk menurunkan demamnya, akhirnya Putraku bisa tertidur dengan pulas. Hatiku menangis pilu karena tidak bisa memberikan keinginan sederhananya untuk bertemu dengan ayahnya yang belum pernah dia temui.

Anak berusia 4,5 tahun itu memiliki wajah yang sangat tampan karena mewarisi wajah ayahnya. Aku sungguh sangat merindukan sosok suamiku.

Mertuaku tidak pernah mendatangi rumahku sejak suamiku pergi dari rumah kami. Kami memang menikah tanpa restu dari mereka.

Mertuaku marah karena suamiku lebih memilih untuk menikahiku daripada wanita pilihan mereka. Mereka tidak mau menerima anak yatim piatu seperti aku yang hanya di besarkan di panti asuhan.

Tetapi aku merasa bersyukur karena jalan hidupku bisa dikatakan terbilang mudah. Aku di adopsi oleh pasangan yang baik hati yang bertahun-tahun mereka menikah tidak memiliki anak. Ketika mereka meninggal, mewariskan rumah ini untuk diriku. Rumah inilah yang ditempati oleh kami sekeluarga sejak pernikahan kami 7 tahun yang lalu.

Suamiku memutuskan untuk merantau 5 tahun yang lalu karena merasa bosan dengan pekerjaannya yang tak tentu. Dia kebetulan mendapatkan tawaran dari temannya yang sedang pulang dari luar pulau Jawa.

Tapi aku tidak tahu di mana alamat sahabat suamiku, kalau aku tahu aku pasti akan mendatangi pria itu dan bertanya tentang suamiku. Ah, bodohnya aku!! Aku tidak pernah menyangka kalau jalan hidupku akan setragis ini.

Aku lebih memilih mengambil sajadahku dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang memiliki kehidupan di dunia ini. Aku berdoa untuk keselamatan dan kesehatannya.

"Ya Allah, semoga kau selalu melindungi suamiku dari segala marabahaya. Apabila saat ini dia sedang tersesat tunjukkanlah jalan untuk kembali ke sisi kami. Kasihan Faqih yang selalu merindukan ayahnya. Aku tahu kalau suamiku tidak mengetahui tentang kehadiran anakku, karena saat dia pergi merantau, aku tidak mengetahui kalau saat itu aku sedang hamil." aku semalaman hanya berdoa dan berdzikir untuk keselamatan suamiku.

Hingga tanpa sadar aku tertidur di sajadah panjang yang aku hamparkan. Saat aku membuka mata, sayup-sayup dari kejauhan aku mendengar suara adzan shubuh. Aku membuka mataku dan melihat Putraku yang masih tertidur pulas di ranjangnya.

"Syukurlah Faqih demamnya sudah turun sehingga membuat dia tidak menangis lagi." Aku segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku setelah itu aku melaksanakan sholat shubuh.

Setelah menyelesaikan kewajibanku, aku segera pergi ke dapur dan membuatkan sarapan untuk putraku yang akan berangkat ke TK.

Walaupun aku ragu apakah Faqih bersedia untuk berangkat sekolah setelah dia sakit semalam. Setelah menyelesaikan semua pekerjaan aku pun membangunkan putraku yang masih terlelap.

Hatiku begitu bahagia setiap kali menatap wajah permata hatiku yang selalu menjadi obat laraku karena ditinggal suamiku tanpa kabar berita.

"Kau yang membuat mamah bisa Tegar dalam menghadapi cobaan hidup ini. Terima kasih, sayang!" aku mengecup pipi gembul putraku dengan pelan karena rasa syukur yang begitu besar di hatiku atas anugerah yang di limpahlan Allah padaku.

"Mama? Selamat pagi!" Faqih tersenyum padaku saat dia membuka matanya.

"Selamat pagi, sayang. Ayo kita mandi dan sarapan. Setelah itu kita berangkat ke sekolah." Aku mencium lembut pipi anakku.

Faqih menuruti apa yang aku katakan tanpa banyak protes. Setelah kami sarapan aku mengantarkan putraku ke sekolahnya.

Aku menatap sekolahan sederhana yang menjadi tempat anakku belajar. Aku berharap saat anakku berusia lima tahun, aku bisa mendapatkan kabar tentang suamiku di perantauannya.

"Eh ibu-ibu, anak perempuan saya yang pertama akan kembali dengan suaminya yang kaya raya. Nanti datang ya ke rumahku untuk selamatan menyambut kedatangan mereka." ucap salah seorang wanita paruh baya yang datang ke sekolahan ini untuk mengantarkan cucunya dari anak lelakinya yang nomor dua.

"Bu Marissa, jangan lupa ya untuk datang juga bersama dengan Faqih. Kami akan melakukan pesta dan selamatan yang meriah, karena untuk pertama kalinya suami anakku berkunjung ke rumah anakku di perumahan yang baru di bangun itu. Aih, Dia benar-benar sangat royal terhadap anakku. Dia bahkan sudah membelikan sebuah rumah mewah buat anakku sebagai hadiah pernikahan mereka." Aku hanya mengulas senyum dan mengangguk untuk menanggapi perkataannya.

Wanita itu lalu asik kembali bercerita dengan teman-teman yang lain sementara aku lebih fokus melihat anakku yang sudah mulai masuk ke kelas.

'Aku berharap semoga suamiku pulang dan ingat dengan anak istrinya. Ya Allah, semoga ketegaranku selama ini berbuah hasil. Aku harap kau menunjukkan jalan pulang untuk suamiku yang mungkin saja sedang tersesat di sana.' batinku sambil menghapus setetes air mata yang entah kenapa mengalir begitu saja tanpa aku undang.

Aku tidak terlalu suka untuk berkumpul dengan ibu-ibu lainnya yang suka bergosip. Aku lebih senang mengawasi Faqih di kelasnya dari jendela. Aku merasa bahagia melihat dia yang begitu bersemangat dalam belajar dan bersosialisasi bersama teman sekelasnya.

Siapa pria yang ada di mobil itu? Hatiku bertanya karena penasaran dan bingung.

Terpopuler

Comments

💞Amie🍂🍃

💞Amie🍂🍃

Allo kakak, aku mampir nih, ditunggu feedbacknya di karya baruku ya kak😜

2023-12-19

2

Suyadi Yadi

Suyadi Yadi

semoga ceritanya beda dengan yang lain, tetap semangat Thor hari ini dobel update ya Thor 🙏🙏

2023-11-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!