Setelah kepergian Celine, terlihat Bara yang terus memperhatikan Marissa yang masih menunggu dokter keluar dari ruangan operasi. Entah kenapa hati Bara berdebar dengan kencang setiap menatap wajah teduh Marissa.
"Apakah benar apa yang dikatakan oleh Celine kalau aku jatuh cinta kepadanya? Tapi bagaimana mungkin? Dia adalah wanita bersuami dan kini kami berstatus sebagai saudara. Ah, Celine! Kenapa kau harus mengatakan hal-hal yang malah membuat hatiku kacau kayak gini?" hati Bara kian kalut.
Bara kemudian memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah sakit. Niat Bara adalah ingin menenangkan diri dan mencari kesunyian. Dia harus mencari tempat sepi untuk bisa memikirkan semua yang terjadi di dalam hidupnya akhir-akhir ini.
Saat Bara hendak masuk ke dalam mobilnya, tanpa sengaja Bara melihat Celine yang saat ini sedang ditampar oleh seorang lelaki paruh baya. Pria yang dikenal oleh Bara sebagai ayahnya.
"Dasar perempuan bodoh! Hanya untuk membuat Bara jatuh cinta padamu saja kau tidak mampu. Lalu apa gunanya aku mengadopsimu, huh? Dulu aku sudah berusaha untuk membunuh keluarga itu tetapi ternyata gagal. Aku harap hubungan kamu dengan Bara akan lancar dan sampai ke pelaminan hingga kita akan mudah untuk menguasai bisnis keluarganya yang kaya raya. Tapi kamu malahan putus dengan pemuda bodoh itu!" geram sekali Rudi mendengar kabar dari Celine bahwa mereka berdua sudah putus.
Celine terus menangis karena merasakan pipinya yang begitu perih setelah di tampar oleh Rudi. Bara merasa begitu shock mendengarkan apa yang dikatakan oleh Rudi.
"Jadi ini alasannya? Kenapa Celine begitu berusaha keras untuk menikah sama aku? Karena ayah angkatnya yang menginginkan untuk menguasai bisnis Papa? Sungguh keji! Om Rudi ternyata adalah orang yang diceritakan oleh Papa yang sudah membuat Papa Alvin menaruh anak kandungnya di panti asuhan. Aku tidak akan pernah membiarkan masalah ini lepas begitu saja. Aku pasti akan membalas kejahatan dia!" Bara akhirnya memilih untuk meninggalkan tempat itu sebelum mereka melihat kehadirannya di sana.
Bara benar-benar sangat kecewa kepada Celine yang ternyata tidak tulus mencintainya. Bara terus saja melajukan kendaraan miliknya membelah jalanan ibukota yang padat merayap.
Bara menghentikan mobilnya saat melihat keributan di depannya. "Ada apa sih ini? Orang kok kayak tidak ada kerjaan gitu sih? Masa ribut di tengah jalan kayak gitu?" Bara akhirnya memutuskan untuk melihat apa yang terjadi.
Ternyata ada kecelakaan yang cukup fatal di mana seorang pria tampak tidak sadarkan diri di dalam mobilnya. Orang-orang yang ada di sana bukannya membantu orang tersebut malah sibuk menyalahkan satu sama lain.
"Kalian sudah menghubungi ambulans atau tidak? Kenapa malah ribut begitu? Bukannya menolong orang yang ada di mobil itu!" Bara menggelengkan kepalanya melihat mereka yang masih saja ribut.
Bara akhirnya memilih untuk menolong pemuda itu dengan membawanya ke rumah sakit. Bara merasa kasihan kepada pria tampan yang sudah pingsan sejak lama. Darah di dahinya saja hampir kering.
"Tenanglah aku akan membawamu ke rumah sakit." Bara mau tidak mau kembali ke rumah sakit di mana ayahnya sedang dirawat. Bara hanya berharap semoga Celine dan Rudi sudah meninggalkan rumah sakit itu. Karena dirinya tidak ingin berhadapan dengan dua orang culas yang ternyata punya niat jahat padanya.
Marissa yang melihat Bara datang langsung mendekatinya. "Kau dari mana? Alhamdulillah Faqih sudah siuman. Apa kamu mau bertemu dia?" tanya Marissa pada Bara yang berniat untuk mendatangi bagian administrasi untuk menolong pria yang tadi dia bawa ke rumah sakit.
"Tunggu sebentar aku mau menemui pihak administrasi dulu. Tadi aku menolong seorang laki-laki yang mengalami kecelakaan. Sebentar ya!" Bara mengulas senyum kepada Marissa lalu meninggalkan wanita itu yang merasa heran pada Bara. Bara selalu baik hati dan tidak pernah keberatan untuk menolong orang lain.
Marissa mengikuti kepergian Bara. Saat melihat wajah pria yang di dorong menuju ruangan ICU, Marissa makanya melotot sempurna karena merasa mengenal laki-laki itu.
"Mas Damar? Apakah dia benar-benar Mas Damar? Ya Allah! Aku harus membuktikan laki-laki itu masih Mas Damar atau Sukma. Aku akan meminta kepada dokter untuk sekalian melakukan tes DNA terhadap pria itu dan Faqih." Marissa kemudian mendekati Bara yang sudah selesai mengurus semua administrasi pria yang tadi di tolongnya.
Bara mengerutkan keningnya ketika melihat Marissa yang terlihat begitu aneh di matanya.
"Ada apa?"
"Di mana kau bertemu dengan laki-laki yang masuk ke ruang ICU itu?"
"Ketika aku dalam perjalanan untuk pergi ke tempat sepi. Aku melihat keramaian di tengah jalan dan ternyata ketika aku ngecek, ada dia yang sedang pingsan setelah mengalami kecelakaan. Kenapa memangnya? Kamu kenal pria itu?" tanya Bara.
Marisa kemudian menceritakan tentang dugaan dirinya tentang pria itu yang dia curigai sebagai Damar. "Kalau begitu lakukan saja tes DNA supaya membuat hatimu tenang. Kita tunggu dokter untuk menyelamatkan nyawanya dulu. Setelah itu aku akan mengurus tes DNA Faqih dan pria itu. Semoga saja dia memang suami kamu. Jadi Kamu tidak usah repot lagi untuk mencarinya." Entah kenapa hati Bara rasanya seperti sakit ketika mengatakan itu.
Marissa mengucapkan terima kasih kepada Bara yang sudah banyak menolongnya.
"Bantuanmu dengan mau berpura-pura menjadi adikku itu adalah bayaran yang sangat mahal. Aku sangat berterima kasih kepadamu karena mau melakukannya. Aku akan menemui ayahku dulu. Kamu temani dulu Faqih yang baru saja siuman." Marissa menurut pada Bara dan langsung masuk ke dalam ruangan Faqih yang terlihat masih lemah.
Setidaknya Faqih sudah bisa membuka matanya. Marissa merasa sangat bersyukur dengan hal itu.
"Mama? Kita ada di mana?" Marisa merasa bahagia sekali mendengar suara putranya yang terdengar bergetar menahan sakit.
Marissa sontak memeluk Faqih dengan erat. tanti-hentinya Marisa mengucapkan rasa syukur atas anugerah dan keselamatan yang diberikan kepada putranya yang tercinta.
"Kita ada di rumah sakit. Kamu mengalami kecelakaan ketika kita hendak pergi ke restoran untuk mencari makanan. Kamu udah di rawat sama dokter. Kamu jangan khawatir, sayang. Mama akan selalu berada di sisimu!" Marissa mencium kening Faqih yang masih terlihat begitu lemas karena baru saja siuman.
Marissa memberikan kesempatan kepada putranya untuk beristirahat. Dokter sudah mengatakan pada Marissa kalau Faqih jangan terlalu lelah karena kesehatan Faqih masih belum stabil.
"Apakah kita sudah menemukan papa, Mah?" tanya bocah itu menatap sendu sang ibu yang tentu saja merasa sedih mendengarnya.
"Kita pasti akan bertemu dengan papamu. Sabar ya, sayang? Mama berjanji akan segera menemukan papahmu agar bisa bertemu sama Faqih." Marissa merasakan hatinya begitu sakit melihat anaknya yang sampai saat ini masih merindukan ayahnya yang belum ada kabar beritanya sama sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Apriyanti
lanjut thor
2023-11-27
1