NovelToon NovelToon

Tegar

Part 1

Sudah hampir lima tahun suamiku pergi merantau ke luar Jawa. Dia izin padaku ingin bekerja. Aku setiap malam selalu berdoa untuk keselamatan dan kesehatan suamiku, ayah dari anakku, Faqih.

"Mah, ayah kenapa gak pulang-pulang? Faqih rindu sekali dengan ayah." anakku menangis dalam pelukanku. Hatiku menangis dalam diam.

"Mama juga rindu dengan ayahmu. Tapi bagaimana lagi? Ayah nomornya sudah lama tidak bisa dihubungi lagi sama Mama. Mama ga punya cara untuk berkomunikasi dengan ayahmu." hatiku pilu mendengar suara tangis Faqih yang kini sedang panas badannya karena demam.

Aku menyelimuti tubuhnya dengan pelan. Memeluk dan mencium permata hatiku yang selama ini selalu mendampingiku dalam suka dan duka.

Kalau tidak ada Faqih bersamaku, entah bagaimana dengan diri ini. Apakah aku akan tetap tegar ditinggalkan oleh suamiku tanpa kabar berita?

Untung saja setiap bulan nafkah dari suamiku ga pernah datang terlambat. Sehingga Aku tidak terlalu membingungkan tentang kebutuhan kami sehari-hari. Aku hanya fokus mengurus Faqih tanpa sibuk mencari nafkah.

Aku menepuk punggung anakku dengan pelan, agar dia bisa istirahat dengan baik.

"Mah, kita susul saja Ayah ke tempat perantauannya. Bukankah Mamah tahu alamat ayah di sana?" tanya Faqih dengan mata berbinar.

Hatiku mencelos mendengar penuturan darinya. "Sayangnya, Mama tidak mengetahui di mana alamat ayahmu. Dia pergi ke luar pulau Jawa tanpa memberikan kabar apapun sejak keberangkatannya. Dia sampai sekarang bahkan tidak pernah menulis satu surat pun kepada kita." hatiku lesu karena baru menyadari kebodohanku selama ini.

Kenapa aku tidak bertanya alamat suamiku pada saat nomornya masih bisa aku hubungi. Kini aku mengalami kesulitan untuk mencari dirinya.

"Baiklah sayang kau beristirahatlah dulu. Besok mama akan mencoba untuk menghubungi nenekmu Siapa tahu ayahmu pernah menelpon nenekmu dan memberikan alamat ayahmu di perantauannya." Faqih mengangguk dan menurut dengan perintahku.

Setelah Aku mengompresnya untuk menurunkan demamnya, akhirnya Putraku bisa tertidur dengan pulas. Hatiku menangis pilu karena tidak bisa memberikan keinginan sederhananya untuk bertemu dengan ayahnya yang belum pernah dia temui.

Anak berusia 4,5 tahun itu memiliki wajah yang sangat tampan karena mewarisi wajah ayahnya. Aku sungguh sangat merindukan sosok suamiku.

Mertuaku tidak pernah mendatangi rumahku sejak suamiku pergi dari rumah kami. Kami memang menikah tanpa restu dari mereka.

Mertuaku marah karena suamiku lebih memilih untuk menikahiku daripada wanita pilihan mereka. Mereka tidak mau menerima anak yatim piatu seperti aku yang hanya di besarkan di panti asuhan.

Tetapi aku merasa bersyukur karena jalan hidupku bisa dikatakan terbilang mudah. Aku di adopsi oleh pasangan yang baik hati yang bertahun-tahun mereka menikah tidak memiliki anak. Ketika mereka meninggal, mewariskan rumah ini untuk diriku. Rumah inilah yang ditempati oleh kami sekeluarga sejak pernikahan kami 7 tahun yang lalu.

Suamiku memutuskan untuk merantau 5 tahun yang lalu karena merasa bosan dengan pekerjaannya yang tak tentu. Dia kebetulan mendapatkan tawaran dari temannya yang sedang pulang dari luar pulau Jawa.

Tapi aku tidak tahu di mana alamat sahabat suamiku, kalau aku tahu aku pasti akan mendatangi pria itu dan bertanya tentang suamiku. Ah, bodohnya aku!! Aku tidak pernah menyangka kalau jalan hidupku akan setragis ini.

Aku lebih memilih mengambil sajadahku dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang memiliki kehidupan di dunia ini. Aku berdoa untuk keselamatan dan kesehatannya.

"Ya Allah, semoga kau selalu melindungi suamiku dari segala marabahaya. Apabila saat ini dia sedang tersesat tunjukkanlah jalan untuk kembali ke sisi kami. Kasihan Faqih yang selalu merindukan ayahnya. Aku tahu kalau suamiku tidak mengetahui tentang kehadiran anakku, karena saat dia pergi merantau, aku tidak mengetahui kalau saat itu aku sedang hamil." aku semalaman hanya berdoa dan berdzikir untuk keselamatan suamiku.

Hingga tanpa sadar aku tertidur di sajadah panjang yang aku hamparkan. Saat aku membuka mata, sayup-sayup dari kejauhan aku mendengar suara adzan shubuh. Aku membuka mataku dan melihat Putraku yang masih tertidur pulas di ranjangnya.

"Syukurlah Faqih demamnya sudah turun sehingga membuat dia tidak menangis lagi." Aku segera pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku setelah itu aku melaksanakan sholat shubuh.

Setelah menyelesaikan kewajibanku, aku segera pergi ke dapur dan membuatkan sarapan untuk putraku yang akan berangkat ke TK.

Walaupun aku ragu apakah Faqih bersedia untuk berangkat sekolah setelah dia sakit semalam. Setelah menyelesaikan semua pekerjaan aku pun membangunkan putraku yang masih terlelap.

Hatiku begitu bahagia setiap kali menatap wajah permata hatiku yang selalu menjadi obat laraku karena ditinggal suamiku tanpa kabar berita.

"Kau yang membuat mamah bisa Tegar dalam menghadapi cobaan hidup ini. Terima kasih, sayang!" aku mengecup pipi gembul putraku dengan pelan karena rasa syukur yang begitu besar di hatiku atas anugerah yang di limpahlan Allah padaku.

"Mama? Selamat pagi!" Faqih tersenyum padaku saat dia membuka matanya.

"Selamat pagi, sayang. Ayo kita mandi dan sarapan. Setelah itu kita berangkat ke sekolah." Aku mencium lembut pipi anakku.

Faqih menuruti apa yang aku katakan tanpa banyak protes. Setelah kami sarapan aku mengantarkan putraku ke sekolahnya.

Aku menatap sekolahan sederhana yang menjadi tempat anakku belajar. Aku berharap saat anakku berusia lima tahun, aku bisa mendapatkan kabar tentang suamiku di perantauannya.

"Eh ibu-ibu, anak perempuan saya yang pertama akan kembali dengan suaminya yang kaya raya. Nanti datang ya ke rumahku untuk selamatan menyambut kedatangan mereka." ucap salah seorang wanita paruh baya yang datang ke sekolahan ini untuk mengantarkan cucunya dari anak lelakinya yang nomor dua.

"Bu Marissa, jangan lupa ya untuk datang juga bersama dengan Faqih. Kami akan melakukan pesta dan selamatan yang meriah, karena untuk pertama kalinya suami anakku berkunjung ke rumah anakku di perumahan yang baru di bangun itu. Aih, Dia benar-benar sangat royal terhadap anakku. Dia bahkan sudah membelikan sebuah rumah mewah buat anakku sebagai hadiah pernikahan mereka." Aku hanya mengulas senyum dan mengangguk untuk menanggapi perkataannya.

Wanita itu lalu asik kembali bercerita dengan teman-teman yang lain sementara aku lebih fokus melihat anakku yang sudah mulai masuk ke kelas.

'Aku berharap semoga suamiku pulang dan ingat dengan anak istrinya. Ya Allah, semoga ketegaranku selama ini berbuah hasil. Aku harap kau menunjukkan jalan pulang untuk suamiku yang mungkin saja sedang tersesat di sana.' batinku sambil menghapus setetes air mata yang entah kenapa mengalir begitu saja tanpa aku undang.

Aku tidak terlalu suka untuk berkumpul dengan ibu-ibu lainnya yang suka bergosip. Aku lebih senang mengawasi Faqih di kelasnya dari jendela. Aku merasa bahagia melihat dia yang begitu bersemangat dalam belajar dan bersosialisasi bersama teman sekelasnya.

Siapa pria yang ada di mobil itu? Hatiku bertanya karena penasaran dan bingung.

Part 2

Saat aku melihat ke arah jalan, mataku di kejutkan oleh seseorang yang ada di mobil. Aku terbelalak dan mercoba untuk mendekat ke arah gerbang sekolah, agar bisa melihatnya dengan jelas.

"Mas Damar? Kenapa dia bisa ada disini? Seingatku saat dia pamit 5 tahun lalu, bilangnya mau merantau ke Kalimantan, kerja di pertambangan dengan teman dia. Kenapa tiba-tiba saja dia ada disini tanpa sepengetahuanku?" tanyaku masih tidak percaya dengan pandanganku sendiri.

Tapi mobil itu sudah pergi saat aku mengejarnya. "Mas Damar kenapa ada di kota ini? Ya Allah, apa sebenarnya yang sedang terjadi di sini?" aku lemas sekali saat tidak bisa mengejar mobil yang aku lihat adalah Mas Damar.

Wanita yang tadi mengundang kami ke rumahnya menghampiri aku yang saat ini masih lemas sekali.

"Bu Marissa kenapa?" tanya wanita itu terlihat khawatir denganku.

Aku tersentak dan melihat ke arahnya. "Aku tadi sepertinya melihat suamiku yang sudah lama tidak kembali. Oh ya bu, apa ibu kenal pria yang tadi ada di mobil kelihatannya Ibu berbicara dengannya tadi." Aku menatap wanita paruh baya itu dengan penuh harapan.

Wanita itu lalu membimbingku untuk bangkit. Ah, malu rasanya diriku karena sekarang jadi pusat perhatian ibu-ibu yang lain yang juga sedang menunggu anak atau cucu mereka yang sedang sekolah.

"Laki-laki yang ada di mobil tadi adalah menantuku tidak mungkin dia adalah suamimu. Namanya Sukma, bukan Damar seperti nama suami Bu Marissa." aku terhenyak sejenak.

Aku mencoba untuk mencerna ucapan wanita itu yang saat ini sudah duduk di sampingku. Menjauh dari yang lain.

"Menantu ibu? Sukma? Ko, wajahnya benar-benar mirip dengan suamiku yang pergi merantau ke Kalimantan lima tahun lalu. Sampai sekarang dia tidak kembali tanpa kabar berita." wanita yang aku tahu bernama Bu Sakinah itu menatapku iba.

Dia mengelus punggungku dan berusaha untuk menghiburku.

"Dia bukan suamimu, nama pria yang ada di mobil itu Sukma. Dia adalah suami dari putriku yang kerja di Korea sebagai model. Mereka bertemu di sana dua tahun lalu, lalu memutuskan untuk menikah sekitar satu bulan yang lalu. Jadi tidak mungkin kalau dia adalah suami Bu Marissa yang bernama Mas Damar." aku lemas dan kehilangan harapan.

Aku meraup wajahku dengan kasar setelah mendapatkan keterangan dari Bu Sakinah soal menantu barunya.

'Kenapa bisa begini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan rumah tanggaku bersama Mas Damar? Ya Allah, berilah aku petunjukmu untuk mengetahui misteri ini.' batinku lesu.

Aku terkejut ketika Faqih yang sudah ada di samping ku dan tersenyum. "Mama kenapa menangis?" jagoan kecilku langsung memeluk dan menciumku. Tangan kecilnya menghapus air mataku yang mengalir tanpa aku undang.

Bu Sakinah tersenyum kepada Faqih. "Anak baik, temani mamamu agar dia tidak sedih lagi. Nenek pergi dulu ya, itu Tian juga sudah keluar dari kelas." aku berterima kasih kepada Bu Sakinah yang sejak tadi dengan setia menunggu dan menemani diriku.

Aku kemudian menyuapi Faqih, bekal yang aku bawa dari rumah. Faqih terlihat masih penasaran dengan apa yang terjadi padaku. Tapi aku mewanti-wanti kepadanya untuk tidak berbicara saat makan.

Setelah makan Faqih kembali bertanya perihal diriku yang menangis tadi. "Mama apakah sedang sakit? Kita pulang saja kalau mama sakit. Ok?'' tanya Faqih sambil menggenggam kedua tanganku.

Aku menggeleng karena tidak ingin membuat jagoanku khawatir dengan keadaanku. "Mama baik-baik saja, sayang. Udah, sekarang Faqih sebaiknya ikut bermain dengan teman-teman yang lain. Mama akan mengawasi kamu dari sini." tapi Putra kesayanganku malah menggeleng sambil menundukkan kepalanya.

Aku mengerutkan keningku dan menatap wajah tampannya yang selalu menjadi obat kerinduanku dengan kehadiran suamiku yang sampai saat ini masih menjadi misteri keberadaannya sejak aku tadi melihat seorang laki-laki yang wajahnya mirip Mas Damar.

'Ya Allah, aku mohon berilah petunjuk dari masalah yang sedang aku hadapi ini.' aku harus tegar, demi anakku yang masih kecil dan butuh diriku.

"Kenapa sayang? Apa ada masalah?" Tanyaku sambil menatap ke arah Faqih yang menggeleng lagi.

Aku tahu kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu. Aku memeluk tubuh mungilnya yang tadi malam demam. Untung saja aku selalu menyediakan obat demam untuknya sehingga dia bisa aku tolong tanpa harus repot pergi ke dokter pada tengah malam.

"Mama akan sedih kalau Faqih tidak mau jujur sama mama. Katakan sayang, ada apa?" tanyaku sambil menatap mata teduhnya yang selalu menenangkan diriku yang gundah saat rindu dengan Mas Damar.

Dengan setia aku menunggu Faqih membuka mulut kembali untuk memberitahuku alasan dia tidak mau bermain dengan teman-temannya.

"Aku tidak mau bermain dengan mereka karena mereka selalu mengejekku sebagai Anak Tanpa Ayah. Mereka bilang aku anak haram." ya Allah, hatiku sakit sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Faqih.

Aku hanya bisa memeluk dan menciumnya. Entah apa yang harus aku katakan kepadanya pada saat seperti ini. "Kamu punya ayah, anakku! Hanya saja dia pergi entah kemana." aku memeluk tubuh mungilnya yang bergetar karena tangis.

Aku menahan tangis yang sejak tadi berusaha menerobos pertahananku. Aku ga boleh lemah di depan Faqih. Dia akan semakin sedih kalau melihat aku menangis.

Tanpa sengaja mataku bersirobok dengan Bu Sakinah. Aku kembali mengingat laki-laki yang ada di mobil itu. 'Bu Sakinah bilang kalau pria itu adalah menantu dia. Baiklah, aku akan datang ke pesta penyambutan menantunya. Aku harus mencari tahu semua kebenaran tentang Mas Damar. Aku sangat yakin kalau pria tadi adalah Mas Damar. Hanya saja, pria tadi seperti orang kaya. Semenjak Mas Damar adalah orang sederhana dan biasa saja penampilan dia.' aku memijit pelipisku yang tiba-tiba saja berdenyut, sakit sekali rasanya.

Aku lebih banyak melamun setelah Faqih kembali masuk setelah jam istrahat selesai. Aku memikirkan bagaimana kalau pria tadi adalah Mas Damar? Apa yang akan aku lakukan kalau itu benar?

'Aku harus menemui kedua orang tua Mas Damar dan mencari tahu soal keberadaan suamiku. Aku tidak mau diam lagi. Cukup sudah kesabaranku selama lima tahun ini. Aku harus mencari tahu perkara suamiku.' aku segera pulang ke rumah setelah anakku selesai dengan pelajaran hari ini.

"Bu Marissa, jangan lupa nanti datang ke rumah saya. Nanti alamat akan saya kirim di group orang tua murid." Bu Sakinah kembali mengingatkan agar datang ke rumahnya nanti.

"Ya, Bu Sakinah. insya Allah nanti saya akan datang ke sana. Saya juga perlu mengkonfirmasi perihal laki-laki tadi yang mirip sekali dengan Mas Damar, suamiku yang pergi selama lima tahun." Bu Sakinah tersenyum lalu pergi dengan mobil jemputan keluarganya yang sudah menunggu sejak tadi.

Aku melihat ke arah mobil tetapi bukan pria tadi yang ada di mobil. Bu Sakinah pergi bersama cucunya yang cantik sekali.

Siapakah menantu Bu Sakinah? Apakah benar Mas Damar ataukah orang lain yang mirip dengan Mas Damar?

Part 3

Setelah mengganti pakaian aku kemudian pergi ke rumah Bu Sakinah yang ternyata letaknya tidak terlalu jauh dari rumah orang tuaku.

Rumah paling megah dan mewah di lingkungan tempat tinggal kami. Bu Sakinah ternyata orang kaya. Pantas saja selama ini dia selalu di antar jemput oleh mobil mewah dan sopir.

Aku benar-benar insecure dengan penampilanku dan Faqih yang hanya sederhana. Aku lihat orang tua lain datang dengan mobil dan pakaian mewah mereka.

"Mah, rumah Tian cantik dan besar sekali." Faqih menatap rumah itu dengan tatapan takjub.

Bu Sakinah menyambut kedatangan kami semua dengan ramah. Aku cukup senang dengan hal itu. Biasanya orang miskin seperti aku jika datang di pesta orang kaya pasti jadi bahan gunjingan.

"Mari masuk, Faqih. Kumpul sama teman kamu yang lain," Bu Sakinah menyuruh Faqih untuk menyusul teman-temannya yang kini sudah berkumpul di satu ruangan luas yang sudah di sulap jadi tempat permainkan anak-anak dengan aneka mainan.

Tetapi Faqih tidak mau, aku lalu berusaha untuk membujuk Faqih agar bergabung dengan anak lainnya. "Ayo, sayang. Main sama teman kamu." bujukku sekali lagi. Tetapi Faqih tetap tidak mau.

Faqih bersembunyi di belakangku. "Maaf, Bu Sakinah. Faqih tidak bisa bermain dengan yang lain. Biar dia bersama saya saja." Bu Sakinah akhirnya hanya mengangguk saja lalu meninggalkan kami untuk menyambut tamu lainnya.

Aku melihat ke arah panggung di mana seorang pria yang wajahnya mirip Mas Damar ada di sana.

"Mah, Pah. Ayo duduk dulu. Sukma mau panggil Alina dulu supaya bergabung dengan yang lain." aku melihat dua orang yang berpenampilan mewah duduk di tempat yang tadi di tunjuk oleh pria bernama Sukma. Bu Sakinah terlihat mengobrol dengan mereka berdua

Aku melihat mereka bukan orang tua Mas Damar. Aku semakin pusing saja di buatnya. "Apakah benar kalau pria itu bukan Mas Damar? Apa benar dia adalah Sukma, menantu Bu Sakinah?" aku memijit pelipisku yang sakit. Terus berdenyut nyeri.

Semua mata memandang ke arah tangga. Di mana pria yang bernama Sukma turun bersama wanita cantik layaknya model internasional.

"Wah, Alina cantik sekali. Pantes saja dia jadi model di Korea. Suami dia juga tampan sekali." mataku tertuju kepada mereka berdua yang sekarang menjadi pusat perhatian seluruh tamu.

Ya Allah, hatiku berdenyut nyeri melihat lelaki yang wajahnya begitu mirip Mas Damar. Tetapi dia ternyata bukan suamiku. Namanya Sukma dan kedua orang tuanya ternyata pengusaha dari Jakarta.

Apakah ada hal yang tidak kuketahui tentang suamiku selama ini? Aku semakin pening ketika memikirkan semua ini. Saat mataku tanpa sengaja bertemu dengan Sukma, aku melihat dia begitu biasa. Lebih tepatnya dia tidak mengenaliku.

"Mas, apakah itu benar-benar bukan kamu? Lalu kemana kamu, Mas? Aku sangat rindu denganmu." aku mengusap air mataku yang jatuh tanpa aku sadari.

Alina merupakan seorang wanita yang sangat cantik. Dia juga seorang model internasional yang layak untuk bersanding dengan pria rupawan itu.

"Mama, bukankah pria itu wajahnya sangat mirip dengan Ayah? Aku sering melihat fotonya di dinding rumah kita. Di ponsel Mama juga ada." Faqih menunjuk ke arah Sukma yang saat ini sedang bersama dengan keluarganya.

Mereka terlihat begitu bahagia dengan kehadirannya di tengah keluarga besar Bu Sakinah. Para tamu lain terlihat menikmati hidangan mewah yang disediakan oleh keluarga Bu Sakinah.

Bu Sakinah sejak tadi melihat ke arahku dan tersenyum dengan ramah. Aku hanya bisa mengangguk saja. Aku rasanya sudah tidak sanggup lagi untuk berada di tengah-tengah acara ini.

"Laki-laki itu kata Bu Sakinah bernama Sukma dia bukan ayahmu. Ayahmu bernama Damar. Sayang, Ayo kita pulang saja. Mama takut kalau kamu nanti kecapean. Kamu kemarin baru saja semua dari demam." Aku mengajak Faqih untuk pulang.

Bu Sakinah mendekat ke arahku, Faqih nampak menolak untuk meninggalkan arena pesta dan berusaha untuk mendekati pria bernama Sukma.

"Ayah, ini Faqih. Anak ayah! Ayah, aku mohon pulanglah bersama kami. Ayah, kami sangat merindukanmu." aku terkejut ketika melihat Faqih yang tiba-tiba saja berlari ke arah tuan rumah yang sedang bersenda gurau.

Pria yang bernama Sukma tentu saja terkejut melihat kelakuan anakku. Aku langsung mengejar Faqih. "Ayah, ayo kita pulang ke rumah. Apakah Ayah tidak rindu dengan kami?" tanya Faqih dengan air mata yang berderai di pipinya.

Kini kami menjadi pusat perhatian semua tamu yang ada di ruangan tamu mewah milik keluarga Bu Sakinah. Aku jadi merasa malu karena hal ini. Tapi aku juga tidak mungkin untuk memarahi Faqih di hadapan mereka semua.

"Sayang, siapa yang kau maksud ayahmu? Dia adalah suamiku yang baru saja menikah denganku satu bulan lalu. Dia masih lajang dan belum pernah memiliki anak ataupun menikah. Kamu salah orang, sayang!" Alina duduk berjongkok dan menghalangi Faqih untuk mendekati Sukma.

Sukma yang tadi terlihat begitu menikmati pesta kini mengerutkan kening. "Tolong jaga anaknya untuk Tidak sembarangan mengakui orang lain sebagai ayahnya. Aku masih lajang ketika menikah dengan Alina. Bagaimana tiba-tiba aku memiliki seorang anak sebesar ini?" tanya Sukma dengan mata tajam.

Aku merasakan dadaku bergemuruh. Ya Allah, mata elang itu terasa tak asing bagiku. Itu adalah mata Mas Damar yang telah berhasil membuat aku jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tapi semua yang melekat kepada dirinya benar-benar membuatku sangat bingung. Ada apa ini? Apakah selama ini dia merahasiakan sebuah identitas lain dariku? Tapi, kedua orang tua Mas Damar hanyalah orang sederhana dari desa.

Aku hanya bertemu dengan mereka beberapa kali sejak pernikahan kami. Jadi aku dan keluarganya tidak terlalu dekat. Apalagi mereka tinggal di desa yang jauh dari rumah kami.

"Maafkan Faqih yang sudah salah mengenali orang. Wajah Anda memang mirip dengan ayahnya yang selalu dia rindukan setiap hari. Lihatlah foto ini kalau Anda tidak percaya padaku." aku pun kemudian menyodorkan ponselku dan memperlihatkan foto pernikahanku bersama Mas Damar.

Pria bernama Sukma menerima ponsel itu dan melihatnya dengan heran. "Laki-laki difoto Ini memang mirip denganku. Tetapi dia hanyalah orang miskin yang berpenampilan lusuh. Aku bukan pria itu. Aku sejak kecil tinggal di luar negeri dan tidak pernah ke Indonesia. Jadi, mustahil kalau kita pernah bertemu sebelumnya." ucap Sukma sambil menyerahkan ponsel ke tanganku.

Alina yang merasa lega dengan penuturan suaminya kemudian mendekati Faqih. "Sayang, wajah ayahmu hanya mirip dengan suamiku. Kamu jangan sedih ya? Tante yakin suatu saat nanti kamu akan bertemu dengan ayahmu!" Alina mengelus lembut kepala Faqih yang langsung menghempaskannya.

Kedua orang tua Sukma berdiri dan mendekati Faqih. Apa yang akan di lakukan mereka pada anakku? Aku sudah ketakutan melihat ekspresi wajah mereka yang tidak bersahabat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!