Aku akhirnya sampai juga di Jakarta. Ku hirup udara sepuasnya setelah menempuh perjalanan panjang. Dua hari ini aku dan Faqih memang melakukan perjalanan demi mencari kebenaran soal Mas Damar yang masih belum aku temukan.
"Mah, apa kita sudah sampai di rumah Papa?" tanya Faqih yang terlihat begitu lelah. Kasihan anakku, 'Maafkan Mama, sayang!' batinku pilu.
"Belum sayang, kita masih harus beberapa kali lagi naik angkutan umum untuk sampai ke rumah Om Sukma. Tapi sebelum itu, kita akan cari makan dulu. Mama yakin kalau kamu pasti sudah lapar juga kan?" Faqih mengangguk dan akhirnya kami pergi mencari warteg sederhana.
Bagaimanapun juga uang yang kumiliki sekarang sangat terbatas, sehingga aku tidak boleh gegabah dalam menggunakannya.
Saat kami sudah melihat warteg yang terlihat ramai dan berusaha untuk menyeberang, tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang menyerempet kami. Faqih yang aku gendong dengan menggunakan satu tangan karena tangan satu lagi aku gunakan untuk menarik koper kami. Faqih terlepas dari gendonganku dan terlempar hampir 5 meter jauhnya.
"Faqih!" aku berteriak histeris melihat keadaan putraku yang berdarah. Ya Allah, tolong selamatkan anakku! Mobil yang tadi menabrak kami langsung melarikan diri dan tidak bersedia menolong kami berdua. Untung saja pada saat kejadian itu jalanan sedang sepi dan tidak terlalu ramai dengan lalu lalang kendaraan.
Aku segera mendekati Faqih yang terlihat sedang menahan sakit. "Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya ku dengan khawatir.
Orang-orang yang berada di sekitar, berusaha untuk menolong kami berdua. Sampai seorang wanita paruh baya menyetop sebuah mobil mewah yang kebetulan melintas di jalan ini.
"Mas, tolong bawalah dulu mereka berdua yang menjadi korban tabrak lari. Kasihan!" aku melirik sekilas ke arah mereka berdua yang terlihat sedang berbicara serius.
Aku melihat seorang pria dewasa yang tampan dan bersikap ramah turun dari mobil lalu mendekati kami berdua yang dalam keadaan kacau luar biasa.
Di dalam hatiku aku berdoa semoga orang itu mau untuk menolong kami berdua. "Mari bantu saya untuk membawa mereka ke mobil. Saya akan membawa mereka ke rumah sakit terdekat!" Aku benar-benar merasa lega mendengar apa yang dikatakan olehnya.
Setelah orang-orang membantu anakku untuk masuk ke dalam mobil, pria itu pun mengambil koper yang tadi hampir saja tertinggal. Untung saja! Kalau tidak, Aku tidak tahu bagaimana untuk melanjutkan hidup kami di ibu kota ini, karena semua file-file pentingku berada di dalam koper itu.
"Terimakasih, Mas!" ucapku ketika mobil yang kami kendarai sudah melaju membelah jalanan. Pria itu hanya mengangguk dan fokus kembali menyetir.
Aku terus berdoa untuk keselamatan Putraku. Dia adalah hidupku. Tanpa Faqih, entah bagaimana hidupku di masa yang akan datang. Aku terus terisak dalam diam karena takut mengganggu pria itu.
"Tenanglah dokter akan membantu untuk menolong anakmu. Jangan khawatir!" Aku mengulas senyum sejenak. Sekilas pandangan mata kami beradu di spion. Ya, aku kebetulan sedang menatap ke arah depan dan kulihat dia sedang memperhatikan kami di belakang.
Setelah sampai di rumah sakit pria itu langsung mengangkat tubuh Faqih menuju UGD, aku benar-benar berterima kasih atas pertolongannya.
Setelah dokter memeriksa, tubuh kecil anakku kemudian di bawa ke ruangan perawatan.
"Anak ibu harus di rawat dulu di sini. Karena dia mengalami beberapa cidera serius di bagian kepala dan kakinya." aku lemas seketika dan limbung, hampir saja tubuhku jatuh ke lantai. Untung saja pria tadi langsung menopangku dan membantuku untuk duduk di kursi.
Saat ini pikiranku bukan hanya tentang Faqih yang sedang sekarat tetapi mengajarkan bagaimana caranya untuk melunasi biaya rumah sakit. 'Ya Allah! Apa yang harus kau lakukan sekarang?' batinku sambil menekan dadaku yang terasa begitu sesak dan sakit.
Sejak aku mengetahui fakta tentang suamiku yang pernah pulang le rumah kedua orang tuanya, sejak saat itu hatiku sudah banyak menderita. Aku merasa kecewa dan tidak percaya kalau ternyata suamiku tidak memperdulikan kami lagi.
"Tenanglah aku akan membantumu untuk membiayai rumah sakit. Kau tidak usah khawatir tentang itu. Sekarang yang penting anakmu bisa sehat kembali dan diselamatkan nyawanya." aku melirik ke arah pria itu dan menatapnya dengan lekat.
Aku merasa lega tetapi juga merasa tidak enak karena sudah banyak merepotkan pria asing yang bahkan tidak aku ketahui namanya.
"Maafkan Aku sudah banyak merepotkanmu. Kita bahkan hanyalah orang asing yang tidak saling mengenal satu sama lain. Aku pasti akan membayarnya kembali suatu saat nanti, saat aku menemukan suamiku lagi." ucapku lirih.
Mungkin suaraku malah tidak terdengar sama sekali, sama dia karena sangking kecilnya, lebih seperti gumaman saja. Jujur saja, aku juga merasa ragu dengan apa yang kau janjikan padanya.
Aku bahkan tidak mengetahui di mana keberadaan suamiku dan cukup ragu dengan kebenaran bahwa Sukma adalah Mas Damar.
Bukankah di dunia ini banyak sekali orang yang mirip walaupun tanpa memiliki ikatan darah sama sekali? Sebuah fakta dimana Mas Damar pernah pulang ke rumah kedua orang tuanya satu tahun yang lalu dan menjemput mereka untuk menetap bersamanya di Jakarta, benar-benar telah mengikis habis kepercayaanku kepada suamiku sendiri.
"Tidak usah terlalu merepotkan dan memusingkan tentang hal itu. Sebagai sesama manusia kita selayaknya menolong satu sama lain. Pertemuan di antara kita pasti sudah ada yang mengatur dan aku yakin Tuhan mengirimkanku untuk menolong kalian yang keliatan sedang kesulitan!" aku tersenyum miris atas nasibku sendiri.
Aku adalah seorang anak yatim piatu yang sejak bayi tidak mengetahui siapa orang tuaku sendiri. Kepala panti menemukan di depan pintu panti asuhan yang dia kelola di malam hujan yang lebat.
Hanya selimut bayi beludru yang berwarna biru yang membungkus tubuhku yang baru berusia satu minggu dan sepucuk surat yang berisi nama serta tanggal lahirku dan nama kedua orang tuaku. Selebihnya tidak ada lagi yang menyertaiku.
"Keluarga Faqih, mohon untuk menemui dokter karena mereka ingin berbicara dengan anda. Oh ya, segera ke bagian administrasi untuk mengurus biaya perawatan anaknya." Aku mengangguk pelan.
"Pergilah temui dokter, aku akan mengurus administrasinya. Aku akan mendaftarkannya sebagai Putraku saja, supaya gak ribet." pria itu lalu pergi begitu saja dari hadapanku.
"Putraku?" aku masih cengo saat mendengar apa yang dia katakan tadi. Tapi aku langsung tersadar ketika suster memanggilku kembali.
Aku lalu mengikuti suster menuju ruangan dokter dan membicarakan tentang kesehatan Faqih.
Sementara itu Alina terlihat sedang meringkuk di balik selimut dengan tubuh gemetar dan merancau.
"Mereka berdua ga mati, kan?" Sukma yang berada di kamar mandi cukup terkejut mendengar istrinya terus merantau dengan tubuh gemetar seperti orang yang telah melakukan sesuatu kesalahan yang tak termaafkan.
Apakah Alina yang sudah menabrak Faqih dan Marissa? Sengaja atau hanya kecelakaan saja?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Apriyanti
ky nya di sengaja tabrakan nya
2023-11-18
1
Suyadi Yadi
pasti di sengaja,semoga Marissa dan faqih selamat, cepat terbongkar kebusukan keluarga Sukma dan Alina, update jangan lama-lama dong Thor 🙏🙏
2023-11-18
1