Marissa masih sedih karena melihat Faqih yang masih belum siuman. Padahal sudah hampir satu minggu sejak kecelakaan itu, tetapi keadaan Faqih masih belum ada kemajuan sama sekali.
"Maafkan aku yang sudah terlalu banyak merepotkan kamu. Kita padahal hanyalah orang asing yang tidak sengaja dipertemukan. Semoga Allah yang akan membalas semua kebaikanmu dan juga keluarga kamu." Ucap Marissa pada Bara.
Bara sejak tadi hanya diam saja karena dia saat ini sedang pusing untuk memikirkan permintaan ayahnya agar bisa bertemu dengan putri kandungnya yang telah lama menghilang.
Marissa tampaknya bisa merasakan apa yang sedang di pikiran oleh Bara. Penolongnya saat ini sedang menanggung sebuah beban yang besar.
"Tuan penolong, apakah kau sedang mengalami sebuah masalah? Katakanlah padaku! Siapa tahu aku bisa membantumu." Bara menatap mata bening Marissa yang begitu menyejukkan hatinya.
Hampir selama satu minggu mereka berinteraksi sebagai teman dan penolong, Bara sangat tahu bahwa Marissa adalah wanita baik yang bernasib malang.
"Apakah kau masih belum menemukan kabar tentang suamimu?" tanya Bara sambil melirik sekilas ke arah Marissa.
Marissa menggeleng dengan menghembuskan nafasnya berat. "Aku tidak tahu bagaimana harus mencarinya. Aku hanya memiliki alamat dan juga nomor telepon istrinya. Aku rasanya sungkan untuk menghubungi wanita itu yang kelihatannya tidak menginginkan suaminya untuk berhubungan denganku." Marissa tersenyum getir.
Bara bisa merasakan kepedihan yang saat ini dirasakan oleh Marissa. Kehilangan suami dan kini terancam kehilangan anak satu-satunya. Bara benar-benar merasa kagum dengan sosok Marissa yang begitu kuat dan tegar.
"Aku yakin doamu pasti akan menembus langit. Jangan pernah putus harapan. Aku akan tetap membantumu sebagai teman. Oh ya, kita sudah selama satu minggu bersama tapi belum juga berkenalan secara resmi, namaku Bara, nama kamu siapa?" Bara tersenyum kikuk karena dia baru menyadari tentang hal penting itu.
Selama ini Bara memiliki begitu banyak urusan yang harus dia urus sehingga lupa bertanya nama Marissa. Bara hanya tahu nama Faqih karena Marissa yang terus berkali-kali memanggil nama putranya.
"Nama saya Marissa,Tuan!" Marissa menunduk.
"Marissa?" tanya Bara seakan mengingat sesuatu.
Sejak tadi dirinya begitu pusing dengan permintaan sang ayah yang ingin segera bertemu dengan anaknya yang bernama Marisa. Bara terus memandang wajah Marissa dengan lekat.
Tanpa mereka sadari dari kejauhan terlihat Celine yang terus memperhatikan mereka. Ada raut kemarahan dan rasa cemburu yang dimiliki oleh Celine melihat Bara yang terlihat begitu peduli kepada Marissa.
"Apakah Marissa berniat untuk memikat Bara karena dia sudah kehilangan harapan bertemu dengan suami dia? Marissa pasti sadar kalau Bara adalah laki-laki yang baik dan juga kaya raya. Apa yang harus aku lakukan untuk memisahkan mereka berdua yang terlihat begitu akrab?" monolog Celine saat ini benar-benar sedang merasakan terancam dengan hubungan mereka berdua.
Sementara itu Bara terlihat sedang sibuk menerima panggilan telepon dari dokter yang memintanya untuk segera menemui sang ayah.
Tanpa pikir panjang, Bara malah menarik tangan Marissa untuk mengikutinya. Hal itu tentu saja benar-benar sukses membuat Celine geram luar biasa. Hatinya di bakar api cemburu dan kemarahan.
"Awas kamu Marissa! Kalau kamu berani untuk bermain-main dan merebut kekasihku maka aku tidak akan pernah memaafkanmu!" sorot mata Celine penuh dengan kebencian.
Tidak ada lagi wajah sendu dan penuh simpati yang ditunjukkan oleh Celine ketika pertama kali bertemu dengan Marissa di hadapan Bara. Kini Celine penuh dengan amanah dan rencana jahat untuk memisahkan Marissa dengan Bara.
Celine kemudian pergi dari rumah sakit. Dia melupakan tujuannya datang ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya Bara yang dia dengar sedang mengalami unfall. Celine kini malah pergi ke kantor Rudi yang jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit tempat Alvin di rawat.
***
Bara menarik tangan Marissa dengan tergesa setelah dia menerima telepon dari asisten Alvin yang mengatakan kalau ayahnya sedang kritis. Marissa tentu saja kaget dan bingung dengan apa yang dilakukan oleh Bara kepada dirinya.
"Ada apa ini, Tuan? Kenapa Anda tiba-tiba saja menarik tangan saya?" tanya Marissa masih bingung.
Bara berjalan dengan lebar dan tergesa. Hatinya kalut dan bingung. Bara tampak tidak acuh dengan apa yang ditanyakan oleh Marissa.
Saat mereka sudah sampai di depan ruangan sang ayah di mana terlihat dokter yang sedang sibuk untuk menyelamatkan nyawanya.
"Marissa, bukankah kau merasa berterima kasih padaku karena aku sudah menolong anakmu?" tanya Bara dengan menatap tajam ke arah Marissa yang auto mengangguk dengan pelan.
"Ayahku saat ini sedang kritis dan dia ingin sekali bertemu dengan anak kandungnya yang sudah lama menghilang. Anak itu adalah pewaris satu-satunya di dalam keluargaku. Apakah kau mau berpura-pura untuk menjadi adikku? Aku butuh kamu untuk memberikan kekuatan kepada Ayahku untuk bisa berjuang dan bertahan. Aku mohon!" Bara yang sudah frustasi dan merasa bingung untuk memenuhi keinginan ayahnya yang terakhir akhirnya hanya punya satu pilihan minta tolong kepada Marissa untuk berpura-pura menjadi adiknya.
Marissa tentu saja terkejut mendengar permintaan yang dianggap terlalu beresiko dan tidak beradab.
"Bukankah itu sama saja dengan penipuan, Tuan? Ketika ayahmu mengetahui tentang ini, bukankah dia akan marah dan menganggap aku sebagai seorang penjahat? Aku tidak mau nanti masuk penjara dan membuat Faqih hidup sebatang kara. Sementara aku masih belum bisa menemukan keberadaan suamiku." Marissa terus menggelengkan kepala dan berusaha untuk menolak permintaan Bara dengan sesopan mungkin.
Belum juga Bara menjawab perkataan Marissa tiba-tiba saja dokter keluar dan mencari Bara.
"Tuan Bara, ayahmu meminta untuk bertemu dengan kamu dan juga adikmu. Cepatlah masuk! Saya takut kalau kita tidak memiliki waktu lagi untuk memenuhi keinginan terakhirnya." Bara menatap sendu ke arah Marissa dan memohon kepada wanita itu untuk menolongnya.
"Tolonglah aku sekali ini saja. Aku berjanji sama kamu, aku akan menanggung semua resiko yang ada di depan sana karena masalah ini. Aku mohon padamu!" Bara bahkan sampai bersujud dihadapan Marissa karena saking putus asanya.
Bertahun lamanya dia telah mengerahkan anak buah dan segala sumber daya yang dia miliki untuk mencari keberadaan adiknya tapi tidak membuahkan hasil. Sementara Alvin kini semakin kritis dan hanya memiliki keinginan terakhir untuk bertemu dengan anak kandungnya dan meminta maaf kepadanya karena telah tega meninggalkan sang anak tercinta di panti asuhan.
Marissa tentu saja merasa tidak enak dan juga bersalah dengan hal itu. Apalagi dirinya selama seminggu ini sudah banyak sekali merepotkan Bara dengan pembiayaan Rumah Sakit anaknya yang tidak sedikit.
"Tuan, bangunlah! Kenapa orang sebaik dan sehebat Anda merendahkan dirimu di hadapanku?" tanya Marissa yang mulai merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan oleh Bara.
"Aku tidak butuh kau memanggilku Tuan ataupun menganggapku sebagai penolongmu. Aku mohon bantulah aku untuk berpura-pura menjadi adikku. Aku tidak mau menyesal di akhir hidup ayahku. Aku akan menceritakan semuanya padamu nanti. Aku mohon!" Bara tenggelam dalam kesedihan dan keputus asaan. Marissa berusaha memintanya bangun tapi Bara terus menggelengkan kepala dan tidak mau bangun sebelum Marissa menyetujui apa yang dia inginkan.
"Aku mohon, Marissa. Ayahku adalah segalanya dalam hidupku. Dia adalah orang baik yang sudah mengangkat derajatku menjadi manusia mulia seperti sekarang. Kalau tidak ada beliau, mungkin aku hanyalah seorang gembel yang tak punya masa depan. Aku mohon!" Bara bahkan sampai meneteskan air matanya dan memohon pada Marissa.
Apakah Marissa akan setuju?? Apa maksud perkataan Bara ya?? Masih banyak misteri ternyata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Apriyanti
lanjut thor
2023-11-23
1