Worst Anniversary

Hujan di bulan Oktober tahun 2010 menyertai acara wisuda yang dilaksanakan oleh kampusku maupun kampus pacarku. Aku dan kak Arif mendapat gelar tambahan di belakang nama kami.

Sebulan setelah wisuda, ibu tiriku meninggal karena terpeleset di kamar mandi. Seminggu setelahnya ayah pun menyusul, meninggal dunia, tersedak buah anggur yang dia ambil sendiri di lemari es tanpa sepengetahuanku. Dua manusia kejam telah dengan sendirinya pergi dari rumah ini tanpa membawa apapun selain kain kafan. Meski kini sebatang kara, hidupku menjadi lebih lega dan nyaman sejak itu.

"Neng, kalau misalkan orang tuaku mau melamarmu, nanti melamarnya ke siapa?" Tanya kak Arif sembari menikmati sisa pizza favoritnya yang kubawa siang tadi.

"Orang tua kakak mau melamarku? Seriusan??" Aku terperanjat, antara buncahan bahagia dan kaget tak percaya. Bertahun-tahun kami bersama, akhirnya kalimat itu dapat kudengar juga. Saat ini adalah momen anniversary kami yang keenam, akankah kami segera sah?

"Ya kan kita udah lama pacaran. Masa mau begini terus, neng?"

"Aku mau, kak. Aku mau menjadi istri kak Arif Sunandar."

"Dihhh si neng, belum apa-apa udah geer."

"Hihihi...."

"Jadi nanti datang melamarnya ke siapa??"

"Ke anaknya uwa di Cirebon, kak. Ayah punya keponakan laki-laki, anak dari kakaknya."

"Oh oke."

"Kapan kak? Kapan mau melamarku??"

"Dua bulan lagi ya, neng. Nunggu berkasku diacc oleh relasi bisnis di Kanada."

"Ditunggu!"

"Siap!"

"Aku tidak sabar menunggu momen itu."

"Udah tidak sabar menunggu momen itu atau momen yang lain?"

"Maksudnya??"

"Hahahaha... udah jangan dipikirkan, kakak hanya bercanda kok."

Aku menatap matanya dengan seksama. Dia tersenyum geli. Aku tahu, dia dapat mengetahui isi pikiranku. Itulah kelebihannya yang tidak dapat kuimbangi.

Kosan tempat tinggal pacarku sebenarnya lebih mirip private kos atau personal guest house jadi tidak berdempetan dengan kosan lainnya. Ruangannya cukup luas, dengan fasilitas lengkap. Terdapat satu tempat tidur dengan ranjang ukuran king bed, satu ruang tamu, ruang dapur lengkap dengan kitchen set, lalu ada kamar mandi dan kloset yang berada di bagian paling belakang. Tinggal di sini tidak ada bedanya dengan tinggal di rumah pribadi secara sungguhan. Tentu saja harga sewanya pun sebanding dengan kualitas huniannya. Jika kosan lain di pusat kota Majalengka ini masih dalam kisaran harga 500 ribu hingga 1 juta perbulannya, maka kosan pacarku ini perbulannya harus membayar sewa dengan harga 3 juta include biaya token listrik dan PDAM. Ada harga ada rupa, beda kelas jelas akan beda kualitas.

Semilir angin malam masuk dari jendela kamar tidur kak Arif yang sengaja dibuka sedikit membuat kantukku datang. Sejak kejadian malam itu di menara SMA, aku sering berkunjung dan tiduran di kamar ini. Kamar ini adalah tempat paling nyaman untuk melepaskan penat dan segala beban. Apalagi statusku adalah pacarnya, semua orang telah mengetahui itu, kehadiranku di sini sudah sangat wajar dan biasa saja.

"Neng...." Kata kak Arif lirih. Dia kini ikut berbaring di sampingku.

"Iya?" Jawabku seraya membuka mata.

Sebuah ciuman di bibir membuat mataku terbelalak lebar.

"Kak Ariiifff, apaan sih?!" Sentakku sambil mendorong tubuhnya yang akan menindihku.

"Kakak pengen, neng...."

"Pengen apa, ikh?!"

"Selama ini kakak sudah sangat sabar dan berusaha kuat untuk menahan. Boleh ya, neng...."

"Kak Arif pengen apa??"

"Eemmm...."

"Kan bibirku udah biasa kakak cium. Nih, cium aja. Udah jadi milik kakak juga soalnya, hehehe...." kataku seraya memonyongkan bibir persis di hadapan matanya.

"Selain bibir atuh, neng...."

"Maksud kak Arif??" Tanyaku pura-pura tidak paham.

"Kita lakukan itu ya, neng...." Suaranya terdengar lirih.

"Bukankah kakak sendiri yang mengatakan agar aku menjaga itu hingga akad pernikahan kita selesai??"

"Iya... tapppiiii... kali ini kakak sudah tidak tahan lagi, neng. Pleaseeeee...." Suaranya kali ini tampak tercekat dan bergetar seperti menahan sesuatu. Beberapa bulir keringat terlihat mengalir dari kening dan pelipisnya.

"Atau kita nikah sirri saja besok? Lalu kita lakukan itu malamnya...." Kataku berusaha memberikan solusi.

"Aku sudah tidak tahan lagi, arrggghh!!" Sergapnya sambil sekuat tenaga mengepalkan kedua telapak tangannya sendiri dengan kuat. Dia memposisikan diri segera menjauhiku. Kulihat dia seperti bergulat dengan sesuatu yang sangat kuat dalam dirinya sendiri.

Aku menjadi salah tingkah. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya. Jujur saja meskipun aku sudah terbiasa tidur seranjang dengannya di sini dan sesekali melakukan ciuman di bibir, namun belum terbesit sedikitpun di pikiranku untuk melakukan hal yang lebih intim dari itu. Aku memang beberapa kali pernah melihatnya bernafsu terhadapku namum baru kali ini melihat secara langsung bagaimana dia sangat tersiksa dalam menahan lonjakan hasrat yang sedang memuncak. Kudekati kak Arif yang tengah memejamkan mata dengan kuat, kepalan tangannya pun semakin kuat hingga menampakkan urat kebiruan.

"Kita bisa mengalihkannya dengan hal lain kan?? Kakak biasanya mencium atau memelukku erat, itu pasti akan meredamnya. Kita masih bisa menjaga hal penting itu kan, kak??" Tanyaku lirih. Kusentuh lembut kepalan telapak tangannya itu dengan sangat hati-hati.

"Sekali aja ya, neng. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi." Jawabnya dengan suara berat.

"Aku takut hamil, kak...."  Ucapku dengan berbagai keraguan dan perasaan takut yang menyelimuti.

"Kalau begitu yang hanya bisa dilakukan olehmu saat ini adalah pergi dari sini. Lari keluar sana, cepaatttt!!!" Suruhnya dengan gusar dan penuh rasa khawatir.

Wajahnya memerah padam dengan tatapan tajam dan nafas tak beraturan. Aku semakin khawatir. Sebelum ini, selain berwajah sangat tampan, kak Arif adalah laki-laki yang penyabar dan sangat lembut, namun saat ini aku justru melihat sosok yang sangat berbeda darinya.

Dia mendekap kedua kakinya, berusaha mengontrol hasrat itu. Nafasnya tak teratur dan memburu. Aku melihatnya antara khawatir dan takut, namun perasaan yang dominan di otakku adalah perasaan tak tega melihatnya tersiksa seperti ini.

"Neng!!!" Bentaknya mengagetkanku. Suaranya menggelegar bersamaan dengan sambaran petir di luar sana. Suara derasnya hujan membuat malam ini lebih mencekam dari biasanya.

Tatapan mata kak Arif sangat tajam ke arahku. Nafasnya terlihat semakin tidak teratur. Aku yang sedari tadi hanya mematung ketakutan kini secepatnya berlari ke arah ruang tamu, berusaha menggapai gagang pintu untuk segera keluar dari rumah ini sesuai perintahnya.

Usahaku untuk kabur terhenti tepat di ambang pintu yang sudah berhasil kubuka, sambaran petir yang menyala disambut suara gelegar yang dahsyat membuat tubuhku lebih gemetar dalam ketakutan. Percikan air hujan yang tersapu angin kencang mengenaiku hingga basah. Aku berbalik badan melihat ke dalam rumah kak Arif, dia telah berdiri berjarak satu meter di belakangku, wajahnya benar-benar terlihat sangat asing, dia menyeringai seperti monster yang siap menerkam mangsa.

"Aku takut petir, kak. Tolong berhenti membuatku semakin takut...." Pintaku memelas di hadapannya. Wajahku menjadi pucat pasi dengan tubuh yang sebagian besar telah basah oleh air hujan.

"Sudah terlambat, neng. Bahkan alam pun tidak berpihak padamu. Apa yang seharusnya terjadi biarlah akan terjadi." Katanya tanpa dapat kupahami apa maksudnya.

Aku menggelengkan kepala untuk mencegahnya semakin mendekatiku. Perasaan takut berkecamuk dalam diriku.

"Nooo!!" Pekikku disusul suara petir yang kembali menggelegar.

Dengan sigap dia menguasai perlawanan tanganku lalu tangan kirinya menarikku masuk kembali secara paksa, tubuhku tak dapat bergerak meskipun hanya dalam dekapan tangan kirinya saja. Tidak lupa dia pun mengunci pintu dengan tangan kanannya . Sesaat kemudian tubuhku diangkat dan digendong menuju kamar tidurnya. Aku meronta sekuat tenaga meski aku sadar itu tetap akan sia-sia. Tubuh mungilku tak akan dapat menang melawan tubuh kekarnya dengan stamina yang prima. Usahanya untuk menggendongku sama saja dengan menggendong bantal guling miliknya, ringan dan sangat mudah dilakukan.

"Diam!" Sentaknya agak geram.

***

Mataku terbuka saat suara adzan subuh dikumandangkan. Kosan kak Arif memang tidak jauh dari masjid, jadi suara azdan pasti terdengar dengan jelas.

Kulihat kak Arif masih terlelap di sampingku dengan memakai pakaian lengkap. Aku meraba tubuhku di bawah selimut, tidak ada pakaian sehelaipun yang kukenakan. Area di sekitar pangkal paha masih menyisakan rasa perih yang nyeri. Kak Arif rupanya benar-benar telah melakukan itu padaku. Kupendarkan pandangan pada sekeliling, kepalaku terasa pening dan pandanganku berkunang-kunang.

"Neng sudah bangun?" Tanyanya sambil mengucek mata.

"Iiyyyaa, kak. Semalam kittaaa...."

"Kita telah melakukannya." Jawabnya lemah. Ada penyesalan tergurat di wajahnya.

"Lebih tepatnya kakak telah memaksaku!" Sentakku geram.

"Salahku di mana?! Bukankah sebelumnya aku sudah menyuruhmu pergi secepatnya tapi kamu tidak segera mengindahkan."

"Mengapa harus terjadi sih, kak??"

"Aku juga laki-laki normal, neng. Bertahun-tahun kita bersama, selama itu juga aku bertahan dan menghindar. Semalam aku sudah tidak dapat mengontrolnya lagi."

"Kakak keluarkan di dalam??"

"Iya, neng. Tidak keburu pas mau nyabut, neng semaput soalnya."

"Bagaimana jika aku hamil, kak??" Sergapku mulai was-was.

"Kan neng baru selesai mens tiga hari yang lalu, harusnya sih tidak akan hamil."

"Tapi...."

"Aku siap bertanggung jawab jika memang beneran hamil."

"Dih jangan sampe atuh, kak...."

Aku mempelajari ilmu biologi dengan sangat baik saat masih SMA dulu, fakta mengerikan yang kini menyelimuti pikiranku bahwa kehamilan sangat bisa terjadi meski hanya satu kali berhubungan badan di masa subur. Dan kemarin, sesuai perhitungan yang aku ketahui, seharusnya adalah masa suburku. Jantungku berdegup kencang. Kepalaku pun terasa semakin pusing karena memikirkan itu.

"Kak, aku kedinginan...." Ucapku lirih. Kak Arif mengernyitkan kening. Udara pagi ini memang terasa lebih dingin setelah diguyur hujan semalam, namun aku berada di bawah selimut yang cukup tebal.

"Masih dingin??" Tanyanya seraya memegang pipiku.

"Kamu demam, neng??" Sergapnya kemudian mulai gelagapan. Dapat kulihat rasa khawatir begitu jelas di wajahnya.

"Sakit, kak...." Kataku menanggapi tingkahnya. Kali ini tubuhku menggigil hebat. Kak Arif dengan cepat mengambil kotak P3K lalu memberikanku plester anti demam sebagai kompresan. Dia juga meletakkan termometer ke keningku.

"Mana lagi yang sakit, neng??"

"Tubuh yang bawah itu...."

"Maafin kakak ya, neng. Kakak telah jahat padamu semalam. Kita ke dokter ya pagi ini, demam kamu tinggi sekali." Katanya saat melihat suhu tubuhku di layar termometer itu.

"Bagaimana jika aku hamil, kak??" Tanyaku untuk yang kedua kalinya. Dia menatapku dalam.

"Kita jalani saja sesuai takdir yang seharusnya terjadi, neng. Pasrahkan saja." Jawabnya dengan tenang.

"Aku belum siap, kak...." Sambutku disusul tangis penyesalan. Kak Arif memelukku erat, beberapa kali dia pun mengecup keningku penuh arti.

"Maafkan kakak ya, neng. Kakak janji akan bertangggung jawab sepenuhnya, apapun yang terjadi esok hari."

Tiba-tiba perut bagian bawahku terasa kram dan sakit seperti diaduk. Aku merasakan aroma asam dari lambung naik ke tenggorokanku dengan cepat dan menghadirkan perasaan mual yang tak dapat dihindari. Menit selanjutnya aku tak dapat menahan muntahanku. Cairan putih dengan sedikit berbusa mengotori lantai keramik berwarna cream di ruangan ini. Demamku semakin meninggi karena menahan rasa sakit di perut sekaligus perih di sekitar tubuh bagian bawahku secara bersamaan. Tubuhku gemetar dengan nafas naik turun tak terkendali. Sesaat kemudian pandangan berpendar dan pupilku hanya memantulkan cahaya blur seluruhnya. Setelah kejadian semalam, untuk yang kedua kalinya aku tak sadarkan diri. Masih sempat kudengar suara panggilan kak Arif terhadap namaku dan tangannya menepuk lembut kedua sisi pipiku. Barangkali dia berusaha membuatku agar tetap tersadar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!