Acara wisuda di kampusku sangat khidmat. Perjuanganku selama 4 tahun belajar ilmu hukum membuahkan hasil, aku telah lulus cumlaude dengan gelar sarjana hukum sekarang. Berbagai penawaran kerja berdatangan padaku baik dari dalam negeri maupun dari relasi di luar negeri. Umi dan abi di Sumedang menyambut itu dengan bangga, kesohoran nama baik abi semakin harum di tempat kelahiranku. Terlepas dari latar belakang keluargaku yang kaya raya dan terhormat karena abi merupakan pendiri sebuah pondok pesantren di daerah Tomo, aku berhasil membuktikan nasab baik itu dengan prestasiku. Umi selalu menjadikan pencapaianku sebagai anak sulung yang baru lulus kuliah dengan hasil sangat memuaskan adalah langkah yang harus dicontoh oleh adik perempuanku, Laila.
"Atuh kudu getol diajar, ngarah ade teh kawas aa Arif, encer otakna."
Kalimat itu yang selalu menjadi andalan orang tuaku saat memberi nasehat untuk Laila yang sesekali ogah-ogahan belajar. Dia masih duduk di bagku SMP kelas VII saat ini.
Sebelum wisuda aku telah bekerja freelance di platform online, bekerja sama dengan media luar negeri sebagai penulis lepas. Sekarang aku berencana mengirimkan CV ke perusahaan firma untuk memulai pengalaman kerja sebelum menempuh pendidikan lanjutan sebagai lawyer.
"Congrats, bro...." Kata Aksa padaku sehari setelah aku wisuda.
"Thanks, bro."
"Widih, cumlaude nih. Awas traktirannya yang spesial ya." Kata Deni tidak mau kalah. Dia datang bersama dua teman lainnya. Hari ini aku memang mengundang Aksa dan Deni untuk makan bersama di resto Sawah Aki.
"Kalem, aman bro. Hehehe...." Tegasku membuat wajah mereka semua sumringah. Mataku berpendar mencari keberadaan Aruni, pacarku.
"Nyari siapa, bro?" Deni menyadari sikapku.
"Aruni mana ya, kok belum kelihatan??"
"Masih sama cewek aneh itu, bro??" Tanya Deni dengan mimik serius.
"Ya iyalah, bro. Sama siapa lagi?" Jawabku dengan balik bertanya.
"Emang rasanya beda ya kalau sama cewek aneh?" Tanyanya lagi seakan mengejekku.
"Eh bentar, maksudnya apa nih bro?!" Jawabku tersinggung.
"Udah, udah. Bukan saatnya debat atuh, da perut mah sudah keroncongan. Mending kamu tanyain tuh pesanan kita udah jadi apa belum. heheheee...." Sergap Aksa melerai keteganganku dengan Deni. Dia menyuruh Deni beranjak dari tempat duduknya. Suasana mencair kembali setelah itu. Sejak dulu Aksa memang sangat pandai mengondisikan keadaan. Itulah sebabnya pertemanan kami masih terjalin dengan baik meskipun kini sudah memiliki kesibukan masing-masing.
"Hai semuanya...." Sapa seorang gadis dengan pakaian khasnya, stelan kemeja dan rok lengkap dengan kerudung pasmina yang ditata seadanya. Kali ini wajahnya menggunakan make up tipis, bagiku cantik sekali. Dia Aruni, pacarku.
"Tah popotongan datang. Kode semut, gula habis dan dikasih air nih buat kita semua, meja sebelah kan kosong tuh." Kata Aksa kemudian. Dia memberi isyarat kepada yang lain agar meninggalkanku.
"Ah bisa wae dirimu mah, bro. Udah diam di sini, bareng." Jawabku menanggapi sindiran Aksa.
"Maaf aku telat, kak. Barusan ban motornya bocor. Jauh banget ternyata dari Cingambul ke sini, kirain teh dekat. Aku salah prepare. Hehehehe...." Kata Aruni padaku. Aku menanggapi penjelasanya dengan senyuman paling manis.
"Tidak apa-apa. Lagian pesanannya belum datang kok, neng. Duduk sini di samping kakak." Perkataanku membuat teman-temanku salah tingkah. Mereka berdehem hingga dibuat seakan sedang batuk ringan. Pipi Aruni memerah malu.
"Udah jangan gubris mereka, neng. Anggap saja angin yang berlalu...." Kataku lagi.
"Tah teh, kode ceuk aku ge kode. Titadi udah dikasih tahu gula habis kode semut kena air, masih aja ngumpul di sini. Yok bubar!" Ajak Aksa pada Deni.
"Eh, bercanda atuh bro. Hahahaha...." Sergapku terbahak.
"Kok ceweknya cuma aku saja ya? Kak Aksa dan kak Deni tidak bawa pacar juga??"
"Ah si Deni wae punya pacar. Jomblo Deni mah, neng. Hahahahhaa...." Kataku menanggapi pertanyaan Aruni, kemudian diiyakan oleh Aksa dan dua teman yang lain. Tinggalah Deni dengan wajah memerahnya.
"Ceuk saha jomblo?! Aku udah lama jadian sama Tari loh. Bulan depan kami mau nikah, awas saja kalau kalian tidak datang!"
"Weh, seriusan?? Sat set banget bro??" Tanya Aksa tak percaya.
"Iyalah ngapain lama-lama pacaran. Arif tuh pacaran kek mau nyicil rumah KPR, udah anniv ke berapa coba mereka tapi belum ada kepastian aja. Niat nikah kaga sih pacarannya, rif??"
"Ya niat atuh. Tahun ini kita juga akan menikah ya, neng."
"Amiiin." Aruni malu-malu menanggapi obrolan kami. Berada di tengah-tengah kumpulan laki-laki membuatnya terlihat sangat canggung. Beberapa menit kemudian Aruni pamit ke ruang pelayanan untuk menanyakan pesanan kami.
"Bro, udah dapat apa aja dari Aruni?" Tanya Aksa memulai ghibah khas lelaki. Biasanya aku akan segera mencari alasan untuk kabur jika bertemu pertanyaan yang sudah sangat familiar arahnya akan ke mana namun kali ini sulit bagiku untuk mengelak karena kehadiran Aruni.
"Dapat apa emang seharusnya??"
"Alah jangan muna deh, bro. Aku aja nih ya sama Tari udah tahu luar dalam, ukurannya 38D bro, itunya wih seret banget. Cuma bisa tahan sepuluh menit aku sama Tari. Hahahaha...." Ucap Deni dengan tawa kebanggaannya.
"Emang ngapain sepuluh menit, bro?" Tanyaku penasaran.
"Lah, nih anak emang belum pernah ngelakuin atau pura-pura belum tahu sih? Ya begituan atuh, masa main catur. Buru-buru amat main catur cuma sepuluh menit. Hahahahaha...."
"Kami memang belum pernah melakukan itu, bro."
"Lah seriusan??" Tanya mereka berempat serempak sehingga membuatku salah tingkah.
"Waduh, riiiifff. Aku aja ya sama Sinta yang baru dua bulan lalu jadian udah ngelakuin itu, lah kamu pacaran bertahun-tahun belum pernah? Terus ngapain aja kalau ketemu??" Aksa menyela obrolanku dengan Deni.
"Ngitungin semut kali, sa. Hahahahahaa...." Sergap Deni mencemooh.
"Ya emang mesti ya pacaran itu make hubungan badan?"
"Lah ya iya dong bro. Rugi kalau tidak mah. Toh kalau ada jodoh jadi ke pernikahan, kalau tidak berjodoh yang ada malah jagain jodoh orang doang. Ya rugi kan? Buat imbalan jasa jagain anak orang atuh, nyicipin dikit gitu, bukain segel. Syukur jodoh, kalau tidak jodoh juga tidak rugi-rugi amat, kan udah tahu rasanya." Jelas Deni lagi.
"Jadi masih bersegel tuh Aruni, bro?" Tanyanya kemudian.
"Ya masih atuh."
"Ya kalau kamu tidak mau bukain sendiri segelnya Aruni, aku juga bisa bantu melakukannya. Dengan senang hati malah, ikhlas." Kata Deni disusul tonjokan kepalan tanganku di bahunya. Dia terkekeh, disusul tawa Aksa dan yang lainnya.
"Cobain deh, bro. Rasanya senut-senut mantep. Surga dunia itu, Rif. Hahahaha...." Sambungnya lagi masih dalam posisi menghindari tonjokan tanganku.
"Aku tidak mau merusak calon istriku, Den."
"Yakin dia yang akan jadi istrimu??"
"Kan belum tentu janur kuning melengkung di depan rumahmu, Rif. Bisa jadi janur kuning itu melengkungnya di depan rumahku. Hahahaha...."
"Sialan kamu, den!"
"Bener kata Deni, rif. Kamu mesti dapat segelnya Aruni, toh kalian udah mau nikah juga kan? Rugi bandar kalau nanti ternyata Aruni malah jodohnya bukan kamu." Sambut Aksa dengan disetujui Deni dan teman-temannya. Aku menjadi kikuk dan terlihat sangat culun sekarang.
"Bro, ciri laki-laki tulen itu ya make perempuannya. Kalau pacarmu dianggurin terus yang ada malah kamu disangka homo oleh pacarmu itu." Kata salah satu teman Deni memberi pendapat.
"Nah ini suhunya cewek. Dalam setahun bisa bobol tiga sampe lima selaput dara loh. Pacarnya aja banyak, dipake semua itu sama dia mah. Makanya muka dia bopeng, ganti olinya keseringan sih soalnya. Hahahahhaa...." Kata Deni menanggapi perkataan temannya yang memang memiliki wajah dengan banyak bekas jerawat.
"Biar bopeng wajah, asal otong tetap terasah, bro. Semangat hidup kita kan bergantung sama kepala si otong. Kalau otong fresh, hidup kita juga bakal ceria loh." Tanggapnya dengan mimik membanggakan diri.
"Gini aja, bro. Pake aja sekali tuh Aruni, ya sebagai cap stempel kepemilikan. Kalau jodoh ya dilanjut setelah menikah, kalau tidak jodoh ya kamu tetap menang karena dapat segel." Kata Aksa semakin menjerumuskanku.
"Ah sialan kalian semua. Emang benar-benar teman laknat semuanya."
"Hahahahhaa...."
"Hahahahaha...."
Tawa renyah kami berhenti saat Aruni kembali ke tempat duduknya. Deni dan Aksa saling mencubit lengan dan memainkan alis mereka sebagai kode untuk menunjukkan pusat obrolan kami barusan. Salah satu teman Deni yang barusan memberikan pendapatnya menepuk pundakku dengan sebuah makna.
"Gas, bro. Model ginian tuh enak banget loh rasanya, bisa bikin kamu keluar hanya dalam lima menit doang. Buktiin kalau tidak percaya." Bisiknya tepat di telingaku.
"Apaan sih ah, taik kalian semua pada!" Sentakku menahan malu. Malu karena memang pada kenyataannya aku pun sama seperti perkataan mereka, aku juga laki-laki normal, melihat tubuh mungil Aruni yang ideal dengan tonjolan dada cukup besar jelas membuat birahiku seringkali naik. Aku hanya memiliki cukup kekuatan untuk menahan hasrat itu saat sedang berduaan bersama Aruni.
"Hahahaha...." Tawanya kemudian pecah, disusul tawa temanku yang lainnya.
"Ini pada ngobrolin apa sih, seru banget kayaknya??" Tanya Aruni yang membuatku semakin kikuk.
"Kita ngobrolin film yang minggu kemarin kita tonton di bioskop, neng. Emang aneh tuh Arif, tidak suka film romantis, sukanya kartun. Spongebob itu loh, neng. Hahahahahaha...." Jawab Deni dengan sebuah lirikan menyindir ke arahku. Emang dasar anak itu!!
"Oohhh.... Seru banget ya pasti filmnya."
"Iya neng, seru banget. Hahahaha...."
"Bro, mulutnya erotis banget, kalau dipake buat ngemut rasanya pasti bikin kamu merem melek. Itu cewek kalau pas nyampe bakal lebih erotis lagi tuh bentuk bibirnya." Bisik Deni kali ini membuatku semakin gerah.
"Iya, okeeee.... Udah stop!!" Teriakku agak geram.
"Nah, deal ya. Kapan??" Tanya mereka lagi-lagi secara serentak, seperti sudah sepemikiran.
"Nanti dipikirkan lagi."
"Malam minggu ini." Tegas Deni menentukan waktunya. Dasar anak laknat!!
"Iiyyya, oke." Jawabku asal.
"Aku boleh ikut, kak??" Tanya Aruni. Dia tidak tahu yang sebenarnya arah obrolan kami.
Oh Aruni, alangkah polosnya kamu, neng.
"Boleh, banget." Lagi-lagi mereka berempat menjawab serempak. Aruni tersenyum manis ke arahku. Mungkin dia berpikir bahwa teman-temanku sangat baik, sangat mendukung kehadirannya di tengah-tengah kami, padahal yang sebenarnya.... Ah sudahlah. Emang dasar teman-teman laknat semuanya!
Inilah alasan utama aku tidak mau mengajak Aruni saat berkumpul bersama mereka, bukan apa-apa, aku paham sekali isi otak kaum lelaki. Apalagi jika Deni hadir dengan membawa personil tambahan yaitu si bopeng dkk., ide obrolan kami pasti mengarah pada titik paling privat dari seorang perempuan, ya tepatnya seperti saat ini.
Apakah melakukan hal itu benar-benar menghadirkan surga-dunia seperti kata mereka? Realkah??
Emang boleh melakukannya sebelum menikah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
who i am ?
toxic banget emang🙄
2023-11-16
0
💞Amie🍂🍃
Pelajaran menyesatkan😪😪
2023-11-15
1