"Dokter, ada pasien yang mengamuk tak terkendali di bangsal anggrek 03." Kata suster Nerviana terburu-buru menghampiriku yang sedang sibuk menginput data di layar monitor.
"Atas nama?" Tanyaku seraya menghentikan aktifitas.
"03521." Jawabnya dengan identifikasi kode pasien.
"Baik, sus. Saya cek dulu riwayat diagnosanya, ya."
"Baik, dok. Terima kasih."
Pasien 03521
Nama: Julia Ramayanti
Jenis kelamin: perempuan
Usia: 35 tahun
Add.: Majalengka
Date in: 27 Mei 2023, BPJS (-) VIP (✓)
PTSD (+)
BAD (+)
Note:
High unconditionaly temptation, high tension, with lung nodule symptoms.
Degg!!!
Sebuah keterangan rekam medis pasien mengingatkanku pada seseorang. Teman lamaku, namanya memang sama persis.
"Suster Nervi, tolong segera berikan pasien 03521 resep Cpm 20mg, ya. Dia pasien VIP di sini, lakukan observasi sampai besok pagi, jika reaksi pasien positif kita tetap lanjutkan perawatan di 03. Kemungkinan fail bisa ada, jika terjadi mau tidak mau harus take out to 07 segera."
"Baik, dok. Apakah sekarang dokter akan melihat pasien itu terlebih dahulu?"
"Besok siang saja, sekalian jadwal kunjungan seperti biasanya."
"Baik, dok."
"Satu lagi, sus. Sampaikan kepada keluarga pasien, tolong jangan membuatnya tersinggung. Jangan memaksa dia untuk berbicara jika tidak mau. Kasih edukasi juga kalau ada demam segera kompres dengan air hangat."
"Iya, dok. Masalahnya...."
"Masalahnya apa, sus??"
"Sejak masuk ke bangsal 03, pasien itu hanya ditemani oleh anak perempuan yang masih kecil. Mungkin usianya sekitar sepuluh tahunan."
"Hah?? Keluarganya yang lain??"
"Tidak pernah terlihat ada yang ke sini untuk menjenguknya, dok. Hanya saja untuk biaya perawatan pasien sudah dibayar lunas pada awal registrasi, uang pembayarannya dibawa oleh anak perempuam itu juga. Mungkin keluarganya adalah orang kaya yang sangat sibuk."
"Astagaaaa!!" Aku menepak kening. Bagaimana tidak, pasien dengan gangguan kejiwaan akut dan penyakit berbahaya hanya ditemani oleh anak kecil di ruang perawatan. Uang memang sangat penting, namun tidak semua hal dapat selesai hanya dengan segepok uang.
Aku tidak habis pikir soal keluarga pasien itu, manusia macam apa mereka sebenarnya. Ini tanggal 1 Juni 2023 kan? April moop sudah terlewat bukan? Aku tidak diprank kan??
Aku memang dokter yang baru saja bertugas di klinik psikologi ini, sebelumnya selama lebih dari 10 tahun aku ditempatkan di daerah pedalaman Sulawesi Utara sebagai masa awal pengabdianku menjadi PNS. Tiga hari yang lalu aku menghirup kembali segarnya udara Majalengka, kota kelahiranku. Aku baru dua hari memulai pekerjaan di ruangan ini untuk menggantikan dr. Aprilia yang pensiun di akhir pertengahan bulan Juni kemarin. Meski aku telah memiliki pengalaman di bidang medis, namun berpindah tempat kerja tentu saja perlu melakukan adaptasi dari awal lagi.
"Bagaimana, dok?" Tanya suster agak segan.
"Saya ke sana menemui pasien itu."
"Sekarang, dok?"
"Iya."
"Baik, dok. Silakan...."
***
Bangsal 03 dikhususkan untuk pasien kejiwaan akut yang sangat agresif. Di klinik ini hanya terdapat 10 kamar untuk menampung pasien dengan karakter seperti itu. Artinya hanya dapat menerima 10 pasien saja, sehingga untuk keperluan rawat inap akan dibatasi paling lama 7 hari untuk setiap pasien. Kecuali jika keluarga pasien secara khusus memesan pelayanan VIP maka lamanya waktu perawatan akan lebih fleksibel, tergantung perkembangan dari pasien itu sendiri.
Jika setelah diperbolehkan pulang lalu pasien tersebut kambuh lebih parah lagi, maka perawatan dan pemulihan mental selanjutnya akan dilakukan di bangsal 07 yang memiliki kapasitas kamar dan fasilitas lebih lengkap. Begitu juga dengan pelayanan terhadap pasien VIP yang tidak menunjukkan perkembangan signifikan selama dua pekan, maka perawatan akan dilanjutkan di bangsal 07.
Sejujurnya aku enggan berhubungan dengan bangsal 07. Ada kengerian tersendiri saat membicarakannya karena bangsal itu keberadaannya sangat terisolasi dan terletak di lantai B3, di mana itu merupakan lantai paling bawah dari bangunan gedung ini. Bisa dibayangkan bagaimana mencekamnya bangsal itu jika dalam keadaan kosong, atau saat tengah malam tiba-tiba pasien mengamuk tak terkendali.
Jantungku seakan berhenti berdetak. Pasien 03521 memang Julia teman lamaku. Dulu kami bersahabat dekat.
"Julia...." Ucapku lirih.
"Bu doker tahu nama saya?? Ikh sok tahu. Nama saya bukan Julia, dok. Saya adalah dewi pewangsit, dewi lingga kencana ungu. Hahahahaha...."
"Julia sudah lupa dengan saya??" Tanyaku lirih.
"Ikhh... siapa?? Dokter kok ada jenggotnya ya? Ada telinganya?? Unicorn? Hahaha... dokter unicorn. Ade, sini sayang lihat unicorn...." Jawabnya dengan tingkah aneh. Anak perempuan itu terpaksa memperlihatkan senyuman manis sehingga ibunya terlihat kegirangan. Ada sebulir air mata membasahi pipi gadis kecil itu. Sementara ibunya berjingkrak di atas ranjang lalu menari dengan gerakan tari Jaipong yang sangat luwes, aku mengalihkan perhatian padanya.
"Adek siapa namanya?" Tanyaku mengawali obrolan. Segurat senyum tipis kuperlihatkan untuk menambah keramahan sikap.
"Adelia, bu dokter."
"Oke, Adelia sama siapa di sini menemani ibu?" Tanyaku pada gadis kecil itu kemudian.
"Saya sendirian, bu dokter." Jawabnya ramah.
"Ayahnya ke mana?" Tanyaku lagi semakin menelisik.
"Tidak tahu, bu dokter." Jawabnya dengan diiringi gelengan kepala.
"Adelia masih sekolah?"
"Iya, masih. Tapi tiga hari ini saya izin buat temani ibu."
"Kakek atau saudara ibu yang lain ke mana, sayang?"
"Ada."
"Mengapa mereka tidak ke sini untuk menemami ibu?"
"Mereka takut sama ibu, bu dokter. Soalnya ibu sering mengamuk dan memukul mereka."
"Adek juga pernah dipukul ibu?"
"Pernah, sering...." Terangnya dengan sangat lugu. Dia lalu memperlihatkan beberapa bekas luka lebam di tangan dan punggungnya.
"Ade udah makan?"
"Udah, tadi disuapin ibu."
"Mau pulang ke rumah tidak sore ini? Saya bantu antarkan Adelia pulang ya, mau??"
"Mau di sini saja temani ibu, bu dokter. Saya ingin menemani ibu sampai sembuh, baru pulang. Kalau ibu pulang belum sembuh nanti ibu dirantai lagi tangan dan kakinya oleh kakek."
"Baiklah. Nanti kalau ada apa-apa tinggal panggil ibu suster saja ya. Besok kita bertemu lagi."
"Iya, bu dokter. Terima kasih."
"Sama-sama, sayang...."
Setelah memberikan obat penenang kepada Julia dan dia terlihat mulai mengantuk, aku memberi intruksi kepada suster Nervi agar lebih memperhatikannya. Tidak lupa aku pun menyelipkan selembar uang ratusan ribu ke tangan gadis kecil itu dan menyuruhnya untuk membeli jajanan di sekitar klinik.
Dadaku sesak dengan kenyataan ini. Sepanjang karirku, ini kali pertama aku merasa sangat down saat bertemu pasien.
Oh, Julia... sekejam dan sepahit apa jalan hidupmu selama ini?
Bukankah dua belas tahun yang lalu kamu sangat bahagia dengan pernikahanmu, lebih tepatnya mengatakan sangat bahagia dan menjadi perempuan yang paling beruntung di dunia??
Di mana kak Arif, suamimu itu sekarang?
Aku berjalan menuju ruang kerja dengan sebuncah air mata yang berusaha kutahan untuk tidak menetesi pipi. Suster Nervi kulihat memendam sebuah tanda tanya besar terhadap sikapku barusan.
"Maaf bu, boleh saya bertanya?" Tanya suster Nervi dengan berbagai keraguan dan rasa segan. Aku menatap wajahnya yang begitu lugu. Dia lalu menundukkan tatapan matanya.
"Silakan."
"Apakah ibu mengenal pasien barusan??" Tanyanya dengan sedikit tersendat. Dia memperbaiki posisi duduknya untuk mengalihkan kecemasan akan pertanyaan yang mungkin berarti sebuah kelancangan. Aku tersenyum simpul melihat tingkahnya.
"Pasien 03521 maksudnya, sus?"
"Iiiyya...."
"Wajahnya memang mirip dengan orang yang pernah saya kenal dulu, barangkali saya salah orang." Ucapku berbohong. Jelas-jelas pasien itu adalah teman lamaku, Julia. Aku hanya tidak mau mengungkit masa lalu yang justru akan menjadikanku lebih sakit hati dari saat ini.
"Ooohhh.... Berarti saya salah menduga, maaf ya bu."
"Menduga??"
"Pasien itu mengalami depresi berat sejak tiga tahun lalu, sebelumnya dia sering konsultasi dengan dokter April. Beberapa tahun tidak terlihat, eh ke sini dalam keadaan seperti itu. Dia selalu menanyakan keberadaan Aruni dan Aksa. Selain anak perempuan yang selalu bersamanya, hanya dua nama itu yang diingat oleh pasien."
"Benarkah??"
"Iya, bu. Sayangnya catatan khusus pasien dibawa oleh bu April, di situ lengkap keterangannya. Bu April menjadikan catatan itu sebagai pendukung rekam medis, biasanya berupa personal character dari pasien yang tidak ada hubungannya dengan diagnosa."
"Saya pun akan melakukan hal serupa, sus. Bantu saya ya untuk meneruskan jejak bu April dalam menangani pasien."
"Tentu saja, bu. Itu sudah menjadi tanggung jawab saya juga."
"Ke depannya kita akan lebih akrab ya, sus. Jangan sungkan menghubungi saya jika ada urgensi di bangsal ini."
"Siap, bu. Hehehee...."
Julia....
Apakah aku mampu membantumu? Bekas luka di diriku masih menyisakan sakit yang menusuk.
Ada apa dengan diriku??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
who i am ?
😍
2023-11-16
0