“Hoam....”
Tuan Fredy mengkreyipkan matanya, merenggangkan tubuhnya. Bola matanya berputar berusaha mengenali ruangan dimana dia berada saat ini, baru lah dia sadar kalau dia sedang berada di apartemennya Sundari.
Tuan Fredy segera turun dari ranjangnya lalu berjalan keluar kamar. Suasana apartemen sangat sunyi.
“Sundari...Angela....hello...,” Tuan Fredy berteriak memanggil Sundari tetapi tidak ada balasan.
Dia lalu berjalan menuju meja makan di atas meja sudah tersedia roti bakar dengan sebotol selai dan segelas kopi yang sudah tidak hangat lagi.
Tuan Fredy tidak menyentuh sarapannya sama sekali, dia pergi ke bawah menuju mobilnya untuk mengambil pakaian bersih lalu segera pergi mandi.
“Angela!mengapa kamu tidak membangunkan ku?,” Teriak Tuan Fredy saat baru saja sampai di kantor.
“Maaf Tuan, tadi saya lihat anda tidur nyenyak sekali jadi saya biarkan anda tidur. Lagipula anda tidak perlu datang ke kantor terlalu pagi karena tidak ada jadwal pagi hari ini, siang hari nanti baru ada pertemuan dengan klien."
Sebenarnya Sundari berbohong, tadi pagi dia sama sekali tidak membuka kamar Tuan Fredy dia terlalu takut.
Tuan Fredy segera masuk ke dalam ruangannya, di atas meja kerjanya sudah ada Snack pagi.
“ Angela cepat buatkan aku kopi aku lapar sekali, kopi yang kamu siapkan di apartemen sudah dingin aku tidak menyentuhnya sama sekali."
Sundari telah selesai membuatkan kopi, setelah menaruh kopi itu di atas meja Sundari segera membalikan tubuhnya untuk berjalan keluar, tetapi Tuan Fredy berteriak memanggilnya.
“Duduklah di sini jangan keluar dahulu temani aku sarapan pagi.”
Sundari kembali duduk di depan Tuan Fredy. Dengan santai Tuan Fredy melahap Snack paginya.
“orang aneh, mengapa memintaku untuk tetap di sini, dan membuatku hanya melihatnya makan Snack paginya,” gerutu Sundari dalam hati.
“Apakah kamu bisa memasak?,” tanya Tuan Fredy tiba-tiba.
“Tentu saja aku bisa memasak, tetapi hanya masakan rumahan tidak seenak masakan restoran,” Sundari sengaja menjawab seperti itu karena dia kuatir kalau Tuan Fredy meminta dirinya memasak.
“Bagus, kalau begitu besok buat aku sarapan nasi goreng dan telur ceplok.”
“Hah?.”
“Mengapa? Kamu keberatan?,”
“Tuan akan tidur di apartemen ku lagi?.”
“Yup, aku malas pulang ke rumah.”
“Haduh...bagaimana ini apakah malam ini lebih baik aku menginap saja di hotel dan membiarkan Tuan Fredy di apartemenku?.”Gerutu sundari dalam hatinya.
BRRAAAAKKK...
Sundari terkejut mendengar suara gelas yang di banting Tuan Fredy dibatas mejanya.
“Mengapa? Apakah kamu keberatan kalau aku menginap di apartemenmu malam ini?."
"Oh...tidak tuan, silahkan saja kalau anda mau menginap lagi."
"Bagus. Nanti siang sebelum bertemu klien kita makan siang di luar saja."
"Baik Tuan." Jawab Sundari singkat.
Sundari segera keluar dari ruangan kerja Tuan Fredy, meskipun dia sering pergi keluar bersama Tuan Fredy, tetapi entah mengapa kali ini dia merasa ada yang aneh.
Sundari segera menepis pikiran itu, dia memilih untuk berfokus pada pekerjaannya.
Waktu berjalan dengan cepat Sundari tidak menyadari kalau waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang, waktunya makan siang.
Tuan Fredy berdiri di depan Sundari, tetapi Sundari tidak menyadarinya.
“Ayo, kita makan siang di luar.”
Tuan Fredy mengulurkan tangannya ke arah Sundari.
Dengan cuek Sundari membereskan beberapa kertas yang ada di atas mejanya lalu berjalan keluar dari meja kerjanya tanpa menyambut uluran tangan Tuan Fredy.
“Hei! Apakah tangan ku buruk sehingga kamu tidak mau menyambut uluran tangan ku?.”
“Eh...apa Tuan? Eh...maaf apakah harus kita bergandengan tangan di kantor, bukankah sandiwara itu hanya di pesta ulang tahun maminya Tuan?.”
“Kita harus terus bersandiwara bahkan ketika kita di kantor karena mamiku mempunyai banyak mata-mata. Kalau dia sampai tahu waktu itu kita hanya bersandiwara maka dia akan menertawakan mu.”
Sundari sangat tidak suka saat seseorang menertawainya, maka dengan cepat dia mengandeng tangan Tuan Fredy dan berusaha untuk memanggilnya dengan sebutan sayang.
Sundari dan Tuan Fredy berjalan dengan mesra memasuki sebuah restoran mewah di salah satu pusat kuliner, Sundari menyadari kalau sejak mereka turun dari mobil ada sebasang mata yang sedang memperhatikan gerak-gerik mereka.
“Tuan...”
“Ehemm...”
“Eh...sayang, apakah kamu tidak menyadari sejak tadi ada yang mengawasi kita?.”
“Biarkan saja, itu adalah mata-mata mami.”
Tuan Fredy dan Sundari bersikap seolah-olah mereka tidak mengetahui kalau ada yang membututi mereka dengan santai dan tetap menebar kemesraan mereka duduk, memesan makan dan makan dengan lahap.
Setelah itu mereka melanjutkan kegiatan mereka yaitu bertemu dengan seorang klien. Setelah semua urusan selesai barulah mereka kembali ke kantor.
Saat mereka sampai di kantor seorang resepsionis memberitahukan kepada Tuan Fredy bahwa Nyonya Tresya sedang menunggunya di ruangannya.
“Angela, tunggulah di pantry sampai mami pulang.”
Sundari menuruti perkataan Tuan Fredy, tetapi dia tidak ke pantry dia pergi ke ruang cleaning servis untuk berbincang-bincang dengan teman lamanya.
Cukup lama Sundari menunggu hampir satu jam, dia tidak tahu apa yang di bicarakan mami dan anak laki-lakinya. Selama menunggu Sundari berpikir untuk menyudahi sandiwara ini, entah mengapa dia merasa takut.
Ketika Nyonya Tresya sudah pulang, Tuan Fredy mengirim pesan kepada Sundari untuk segera masuk ke dalam ruangannya.
“Angela, ambilah cuti sekitar satu atau dua Minggu lalu untuk sementara kamu bisa tinggal di sini.” Ucap tuan Fredy ketika Sundari masuk ke dalam ruangannya.
“Ada apa Tuan? Mengapa aku harus mengambil cuti dan pindah ke alamat itu?.”
“Lakukan saja perintah ku, lalu menyamarlah saat kamu hendak keluar apartemen.”
Jantung Sundari terasa mau copot dia merasakan ada sesuatu yang sedang mengancam keselamatannya.
“Tuan maaf kalau aku lancang, tetapi sepertinya aku tidak bisa melanjutkan sandiwara ini.”
“Sandiwara menurut mu, tetapi bagiku ini bukan sandiwara.”
“Maksud Tuan?.”
Tuan Fredy tersenyum ramah kepada Sundari, “aku benar-benar jatuh cinta kepadamu, Sundari.”
“A...aa...pa...? Apakah aku sedang bermimpi?.” Ucap Sundari lirih.
Tuan Fredy mencubit pipi Sundari, “terasa sakit?.”
“Aw...iya Tuan terasa sakit, mengapa tiba-tiba anda mencubit pipi saya?.”
“Kalau kamu terasa sakit berarti ini bukanlah mimpi.”
“Ta...ta...pi...Tuan, aku tidak bisa menerima cinta anda.”
“Jangan panggil aku lagi Tuan, panggil aku sayang. Aku tahu alasan mu tidak bisa menerima cinta ku, pasti kamu berpikir kalau dirimu tidak layak untuk ku, bukan?.”
Sundari menganggukan kepalanya perlahan, dia memang merasa sangat mustahil pria secerdas dan sekaya Tuan Fredy mencintai dirinya. Jika dibandingkan dengan nona Pricilia dirinya sangat berbeda bak bumi dan langit.
“Sundari aku benar-benar tulus mencintaimu,” Tuan Fredy menggenggam tangan kanan Sundari.
“Tidak tuan! Tidak! Aku tidak bisa menerima cinta mu, kita akhiri ini sampai di sini aku terlalu takut. Kalau perlu aku akan resign saja.”
Sundari segera berlari keluar dari ruangan Tuan Fredy menuju meja kerjanya lalu mengambil barang-barangnya.
Tuan Fredy menyusulnya dari belakang, “Apa yang akan kamu lakukan Sundari?.”
“Tuan, aku akan kembali ke kampung halaman ku dan sepertinya aku tidak akan bekerja di sini lagi."
“Jangan resign aku menyukai pekerjaan mu, kembalilah bekerja setelah keadaan kembali normal.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments