Kita kembali ke Novel yang di tulis Indra.
Selesai makan siang Sundari segera bergegas menuju ruangan Tuan Fredy untuk melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
Sundari dikejutkan oleh suara Tuan Fredy yang tiba-tiba saja muncul dari balik meja kerja Sundari, ternyata dia sedang memeriksa hasil kerja Sundari,
“Kerja mu bagus juga, saya suka.”
“Terima kasih Tuan saya berusaha untuk dapat mengerjakannya dengan baik.” Sahut Sundari sopan.
“Kalau begitu mulai sekarang kamu bekerja di ruangan ku, aku akan menghubungi HRD.”
Sundari sangat senang karena akhirnya dia mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikannya.
Berita tentang Sundari yang kini di tarik bekerja di ruangan Tuan Fredy cepat tersebar. Beberapa temannya dibagian cleaning servis ada yang mencibir tetapi ada juga yang turut bahagia dengan keberuntungannya.
Mata Sundari sudah mulai lelah karena terus memandang layar komputer, diam-diam dia melirik jam dinding, gerak-geriknya terlihat jelas oleh Tuan Fredy. Sundari tersenyum malu saat mengetahui kalau Tuan Fredy memperhatikannya,
“Bereskan berkas itu, lanjutkan besok sekarang sudah jam Iima sore dan ingat besok berpakaianlah yang rapi.”
Sundari lekas-lekas membereskan dokumen yang tergeletak di atas meja kerjanya dan memastikan tidak ada yang tercecer setelah itu di berpamitan lalu bergegas keluar ruangan.
Dia sudah tidak sabar bertemu dengan Om Dani untuk memberitahukan kabar gembira ini, Om Dani pun sangat senang mendengar keponakannya kini tidak lagi menjadi cleaning servis.
Sampai di kosan Sundari segera membuka lemari pakaiannya, dia menepuk dahinya dengan telapak tangannya “astaga apa yang akan aku kenakan besok? Aku tidak mempunyai pakaian yang pantas.”
Tangan Sundari terus berusaha mencari-cari sesuatu karena dia ingat kalau dia pernah punya rok hitam dan kemeja putih, pakaian yang dia kenakan saat magang.
Senyum lebar menghiasi wajah Sundari saat dia berhasil menemukan pakaian yang dicarinya lalu dia segera menyetrika pakaian itu supaya terlihat lebih rapi.
Pagi hari ayam jago milik tetangga sudah berkokok menandakan hari sudah pagi. Dengan penuh semangat Sundari bangun dari tidurnya dia segera mandi lalu mengenakan pakaian kebanggaannya, “kamu terlihat hebat Sundari.” Sundari memuji dan menyemangati dirinya sendiri di depan cermin.
Dengan berjalan kaki Sundari melangkah ke kantor, Sundari memang sengaja mencari kosan yang dekat dari tempatnya bekerja.
Saat Sundari sampai di kantor semua mata memandangnya ada yang menahan tawa karena Sundari terlihat seperti anak magang.
Bahkan Dewi sampai memandang Sundari dari ujung kepala hingga ujung kaki,
“Mengapa kamu mengenakan pakaian seperti anak magang?.” Tanya Dewi sambil menahan tawa.
“Tuan Fredy memintaku berpakaian rapi dan hanya ini pakaian yang pantas yang aku punya.” Ucap Sundari sedikit malu.
Dewi segera menyuruh Sundari mengambil Snack pagi untuk mereka bertiga di pantry.
Sundari masuk ke dalam ruangan Sambil membawa Snack, Tuan Fredy memandang Sundari sambil menahan tawa, “Sundari, mengapa kamu memakai rok hitam dan kemeja putih seperti anak magang begitu? Apakah kamu tidak punya pakaian lain?.”
“Iya Tuan, saya tidak punya pakaian lain hanya pakaian ini yang pantas.”
Tuan Fredy berteriak memanggil Dewi, Dewi segera masuk ke dalam ruangan.
Tua Fredy melempar kartu kreditnya ke atas meja,
“Ambil kartu ini lalu bawa Sundari pergi berbelanja beberapa pakaian.”
Dewi mengambil kartu kredit Fredy lalu berkata kepada Sundari,
“Kalau kamu tidak sibuk nanti siang pergi dengan ku kita cari pakaian.”
“Ta...tapi...Tuan.”
“Tenang saja aku akan potong dari gaji mu setiap bulan.”
“Justru itu yang aku kuatirkan gajiku akan di potong.” Gumam Sundari dalam hati, Sundari tidak tahu kalau gajinya secara otomatis sudah berubah karena kini dia adalah asisten Tuan Fredy.
Waktu makan siang tiba Dewi segera mengajak Sundari pergi,
“Mbak Dewi saya makan dulu ya.”
“Nanti kita makan di restoran saja, pakai uang Pak Fredy.”
Sundari pun hanya bisa mengikuti Dewi yang sudah berjalan lebih dahulu. Dewi sudah memasuki mobil pribadinya sedangkan Sundari masih berdiri di luar mobil, Sundari masih memikirkan gajinya yang kelak akan di potong perbulan hanya untuk membeli pakaian.
Mendadak Indra berhenti mengetik dia tertawa terbahak-bahak,
“Haha...haha...astaga Sundari apakah kamu tidak tahu kalau gajimu secara otomatis berubah menjadi besar karena kamu sekarang adalah asisten Tuan Fredy?.”
“Berhenti menertawaiku teruslah mengetik.” Sahur Sundari jutek.
Indra kembali berkonsentrasi dengan laptopnya, lalu Sundari melanjutkan ceritanya.
“Sundari ayo masuk ke mobil cepat!.”
Akhirnya Sundari masuk ke dalam mobil duduk di sebelah Dewi. Dewi segera membawa mobilnya menuju mall yang tidak terlalu jauh jaraknya dari kantor untuk menghindari kemacetan.
Sampai di mall Dewi segera membawa Sundari ke sebuah outlet pakaian yang menjual pakaian khusus untuk pekerja kantoran.
“Pilihlah pakaian yang kamu suka, lima pakaian supaya setiap hari kamu ganti model.”
Sundari berjalan di lorong pakaian, tangannya menggapai salah satu pakaian yang menarik perhatiannya. Sundari hanya bisa menelan air mulutnya saat melihat harga yang tertera pada bandrol pakaian itu.
“Astaga apakah tidak ada harga yang wajar kalau harganya semahal ini lalu aku harus membeli minimal lima setel pakaian kira-kira berapa bulan aku tidak menerima gaji penuh.” Pikirannya berkecamuk.
Dewi tidak sabar menunggu Sundari yang terlalu lama memilih pakaian, Dewi mengambil beberapa pakaian lalu diberikannya kepada Sundari supaya Sundari dapat mencobanya terlebih dahulu,
“Ini aku sudah pilihkan beberapa pakaian yang bagus, sana kamu coba di situ.” Dewi menunjuk pojok fitting room.
Sundari hanya bisa pasrah menerima pakaian yang sudah dipilihkan Dewi dan segera mencobanya di fitting room, pakaian itu terlihat mewah bagi dirinya.
Dewi mulai berteriak dari luar ruangan,”sundari bagaimana kebesaran, kekecilan atau pas.”
Sundari segera keluar dari fitting room,”semuanya pas mbak, tapi...”
Dewi langsung dapat menebak apa yang ada dipikiran Sundari, “tenang saja, gajimu yang baru akan sepadan dengan penampilanmu.”
Dewi segera mengambil semua pakaian yang ada di tangan Sundari lalu pergi ke kasir untuk membayar semua itu.
Setelah itu Dewi mengajak Sundari untuk makan siang di sebuah restoran. Lagi-lagi mata Sundari terbelalak melihat harga di daftar menu.
“Pilihlah makanan kesukaanmu, tenang kalau ini gaji mu tidak akan di potong ini Pak Fredy yang traktir.”
Sundari menganggukan kepalanya jari-jari tangannya sibuk membalik halaman demi halaman buku daftar menu.
“Mengapa nama masakan ini sulit sekali sih?.” Ucapnya dalam hati.
Dewi tidak sabar menunggu Sundari yang terlalu lama memilih menu makanan, akhirnya Dewi memesan dua porsi, satu porsi untuknya , satu porsi untuk Sundari
Sundari hanya bisa berharap makanan yang dipesan Dewi cocok dengan lidahnya.
Sundari menyadari sejak mereka masuk ke dalam mall ada seorang pria yang selalu mengikuti kemanapun mereka pergi,
“Mbak Dewi, pria di belakang mbak Dewi siapa? Soalnya aku perhatikan sejak tadi dia mengikuti kita.”
Dewi mengeluarkan HP nya lalu menyalakan kamera untuk dapat melihat siapa yang di maksud oleh Sundari.
“Oh...biarkan saja, berpura-puralah tidak melihatnya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments