Setelah rapat OSIS selesai, Asha dan Reksa tengah memperbincangkan rencananya satu sama lain. "Lo yakin pialanya lo jadiin barang negosiasi?" Tanya Reksa memastikan.
"Nggakpapa kali Rek, santai aja."
Sungguh Reksa merasa tak enak hati karena Asha harus mengorbankan pialanya. Asha yang memberikan tetapi malah dirinya yang merasa tidak rela.
"Kalau konsumsinya dikurangi juga sebenernya mau gue tombokin." Jujurnya, Reksa juga tak mau teman-temannya tertelantarkan. Apalagi ini adalah acara besar sekolah.
Belum mulai acara saja mereka sudah banyak mengeluarkan tenaga, bahkan banyak dari mereka yang tidurnya berantakan.
Asha mengangguk menyetujui ucapan Reksa, "bener sih apalagi anak-anak banyak banget kerjaannya. Ya gimana lagi babu sekolah," guraunya.
"Clara sama yang lain juga udah mempertimbangkan dengan matang tentang anggarannya, tapi tetep aja gitu. Pak Baron juga kan orangnya agak susah," celetuknya.
Reksa dan Asha tak mau teman-temannya kekurangan makanan, bahkan Reksa sering membawa makanan untuk dinikmati rekan-rekannya.
Soal Widya kali ini dirinya tam serewel seperti sebelumnya, bahkan ia juga membantu banyak. Terlebih lagi kali ini kita menggunakan tenaga adik kelas yang masih memerlukan pengarahan.
Asha juga bekerja part time di reatoran sewaktu malam. Jadi ia juga bisa sedikit membantu memeberi makanan untuk teman-temannya.
Acara ulangtahun sekolah akan diadakan di aula sekolah, Reksa yang mengusulkan agar dilaksanakan disana. Terlebih disana teduh dan tidak panas, tentu mengurangi siswa yang pingsan.
Masalah dilapangan ia hanya akan memberikan MMT untuk foto saja. Untuk masalah dekor sudah dipikirkan oleh Widya yang merupakan dekdok sekaligus dokumentasi.
"Acaranya kan kurang dua minggu, besok gue suruh humas buat bikin surat dispen." Ujarnya.
"Oke."
Tak apalah sedikit lelah, terlebih lagi bulan ini mama Asha sedang mengunjungi kakaknya. Ia bisa bernafas sedikit lega karena tidak merasakan banyak luka lagi.
🍄🍄🍄
"Gimana pendekatan lo sama Asmita?" Tanya Jery pada Cakra.
"Kayaknya mereka lagi ada konflik sama Asha." Jujurnya, Cakra melihat sendiri bagaimana sikap teman-teman Asha yang menyudutkan Asha.
Jery menganggukkan kepalanya mengerti, ia sudah memiliki firasat jika teman Asha itu kurang baik. "Mereka ngapain Asha?" Tanya Jery.
"Ya kaya permasalahan ciwi-ciwi pada umumnya, kemarin pelipis Asha dilempar pakek bolpen sampe berdarah." Jelasnya dengan jujur.
Jery tertegun dengan apa yang diucapkan Cakra barusan, bagaimana bisa mereka melukai pelipis temannya sendiri. "Lo masih suka Asmita?"
Cakra terdiam sejenak karena pertanyaan Jery, "gue nggak tau." Putusnya.
Jery cukup mengerti dengan sosok Cakra, sudah dipastikan bahwa saat ini dirinya tebgah bimbang. Ia tak begitu peduli dengan pilihan Cakra, asal tak menyakiti Asha saja.
"Gue bingung," lanjutnya.
Dahi Jery berkerut, "soal?"
"Sewaktu Asha dispen, mereka dengan terang-terangan membenci Asha. Gue pun nggak tau permasalahannya." Jelasnya.
Cakra menceritakan mengenai pertengkaran Asha dan Asmita, ia juga mengatakan bahwa Asha hanya diam saja ketika disudutkan. Tidak melawan sama sekali, itu aneh bukan.
"Masalah perempuan memang rumit," timpal Jery.
Jery akan mencari tahu siapa Asmita, berani-beraninya menyakiti Asha yang sudah dianggap seperti adiknya itu. Untuk saat ini ia akan terlihat bodoamat.
Jery dan Cakra memang sedanf berada di salah satu restaurant di tengah kota. Mereka selalu menyempatkan diri untuk sekedar mencari suasana baru di luar.
Mata Jery menyipit kala melihat perempuan yang tak asing di penglihatannya, ia baru saja datang dengan tangan yang menggandeng Raka sang ketua basket. Siapa yang tak mengenal Raka, senatero sekolah pasti akan mengenal sosok Raka, tetapi tidak dengan pasangannya.
"Lihat arah jam duabelas," interupsi Jery dengan sesekali menyesap kopi pesanannya dengan santai.
Matanya melihat tangan Cakra yang mengepal dengan erat hingga kuku jarinya memerah, bagus deh kalau Asmita menunjukkan dirinya. Ia tak perlu repot-repot untuk mencari tahunya lebih dalam lagi.
Cakra terlihat sangat marah dengan apa yang dilihatnya, samar-samar ia mendengar percakapan antara keduanya. Sudah dipastikan bahwa mereka adalah sepasang kekasih.
Cakra pikir Asmita tidak memiliki kekasih karena selalu merespon chatnya, ternyata ia salah sangka. Ia mencoba untuk menyantaikan pikirannya, sesekali ia meminum minumannya.
"Diluar prediksi, gue malah melihat secara langsung kedekatan mereka." Ucapnya dengan santai karena sudah berhasil meredamkan kemarahannya.
Rasanya kecewa ketika ia memilih perempuan yang salah, rasanya kesal dan menyesal. Tetapi sudahlah, ia tak terlalu kaget dengan apa yang dilihatnya.
Jery tertawa mendengar penuturan Cakra yang berbicara dengan santainya. "Masih banyak cewek lain Cak, dia nggak baik buat lo."
"Asha?" Ucapnya spontan.
Jery mendelik tak terima kala nama Asha disebut oleh Cakra, enak saja Asha ingin didekati Cakra setelah apa yang diperbuatnya.
"Gue nggak merestui kalian,"
"Setelah apa yang lo lakuin ke Asha lo masih mau ngedeketin dia?" Lanjutnya tak terima.
Cakra tertawa mendengar bantahan Jery, ia tak menyangka bahwa sosok Asha sepenting itu. "Santai bro," balasnya santai.
"Siapapun boleh lo deketin kecuali Asha, dia udah gue anggap sebagai adek." Ucapnya penuh penekanan.
Ternyata percapakan mereka sudah didengar oleh tiga orang pria dari meja yang tak jauh darinya, ketiganya juga mengamati obyek yang sama sedari tadi. Yaitu seorang gadis dan pria yang baru saja memasuki restaurant itu.
Mengetahui fakta Asha adalah bonus bagi Mahanta, tak sia-sia dirinya untuk ikut bersama teman-temannya yang tengah menjadi detektif. Ia harus ikut menyamar untuk melancarkan aksinya.
Mahanta mengangkat sedikit topinya dan tersenyum senang, senang karena Asha akan lebih dekat dengannya.
"Gila ya lo," Arik bergidik ngeri kala melihat Mahanta yang tersenyum seorang diri.
"Gue lagi sadboy. Lo malah senyum si Ta," protes Satya.
Satya cukup kecewa dengan apa yang dilihatnya, tetapi ia akan mengikuti permainan gadis tersebut. Bukahkah ia juga salah satu pemainnya?
"Ikhlasin aja sih cewek begitu," timpal Mahanta dengan memutar bola matanya malas.
Seperti tidak ada perempuan saja, padahal kan Satya gombal ulung disekolahnya. Untuk mendapatkan yang lebih dari Asmita jelas mudah baginya.
"Iew banget selera lo Sat," Arik bergidik jijik dengan Satya yang menyukai gadis seperti itu.
Sangat tidak elegan menurutnya tingkah lakunya itu, sudah seperti anjing saja yang memiliki banyak pasangan.
"Gue juga nggak tau setan," balasnya kesal.
"Sekarang lo tau kan." Timpal Mahanta.
"Kalian nggak ada yang peluk gue gitu?" Satya mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Kenapa temannya tidak memperdulikan perasaannya saat ini.
"Jijik," balas Mahanta.
"Iew banget gue peluk lo Sat." Imbuh Arik.
"Mamam noh perempuan seksoy lo," ucap Arik dengan tertawa.
Arik dan Mahanta pasti akan menjadikan topik kali ini sebagai bahan untuk membully Satya yang kelewat tolol. Siapa suruh menyukai perempuan seksi, sesekali Satya harus tau rasanya ditipu oleh penampilan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments