Mahanta, Satya, dan Arik menyusuri koridor sekolahnya. Satya memilih diam ketika berjalan dengan Mahanta dan Arik, sebenarnya mulutnya sudah gatal ingin menyapa para dayang-dayangnya.
"Lo kalo ngoceh nggak jelas, gue buang titipan lo." Ancam Arik.
Arik tak mau namanya berubah menjadi gombal ulung seperti Satya, ogah banget dapet predikat seperti itu. "Iya," pasrahnya.
"Nih punya lo." Arik memindahkan paper bag yang ada ditangannya ke tangan Mahanta, ukurannya tak besar tetapi sedang.
"Thanks."
"Punya gue mana? Giliran Mahanta aja nggak lo persulit." Satya menatap Arik dengan kesal.
"Nih. Banyak bacot lo Sat," Arik memberikan paper bagnya dengan kasar.
Mereka telah sampai ke kelasnya, Mahanta dan Arik mendudukan bokongnya dibangkunya. Sedangkan si Satya memilih duduk diatas meja, ia mengecek apakah pesanannya sama apa yang dimintanya atau tidak.
"Wih mantep ni tas," Satya memang menitip tas untuk Asmita. Ia mengetahui tas incaran Asmita dari ponsel Asmita sendiri yang tidak sengaja ia lihat.
"Iyalah, mahal."
Mahanta pun ikut mengeluarkan isi didalam paper bag yang Arik berikan, "musik box."
Mahanta mengeluarkan musik box dari paper bag, musing box itu dilindungi oleh kaca sementara didalam kaca itu terdapat miniatur piano dari kayu. Sungguh indah, ia memencet tombol yang ada di belakang musik box. Salju berjatuhan saat musiknya mengalun, Mahanta tersenyum kala mendengarkan musik box itu mengalun.
"Sepupu gue yang pilih. Bagus kan," Arik yakin Mahanta akan menyukainya.
"Bagus, nanti uangnya gue transfer." Ucap Mahanta.
"Nggak usah, ya kali oleh-oleh diganti."
"Gue nggak mau ngasi cewek yang gue mau barang gratisan dari orang lain."
Satya tercengang mendengar penuturan Mahanta, ia lupa jika dihadapannya adalah Mahanta yang merupakan teman seperjuangannya. "Terserah lo deh," putus Arik. Percuma ia menolak Mahanta yang hendak menggantinya. Itu tidak akan berguna.
"Berapa?"
"Lima belas juta," Mahanta hanya mengangguk kan kepala setelah mendengar jawaban Arik.
Mahanta mengotak-ngatik ponselnya untuk mengirim uang ke rekening Arik, "udah gue transfer." Mahanta menunjukkan bukti transfer ke arah Arik.
"Lo transfernya dua puluh juta goblok." Arik menonyok kepala Mahanta.
"Orang kaya mah bebas." Satya terkekeh melihat perdebatan Mahanta dan Arik.
Mahanta hanya mengedikkan bahunya tidak peduli, "buat ongkir."
🍄🍄🍄
"Lo semalem kemana?" Bela menatap Asha penuh curiga.
Asmita yang baru mendudukan diri di kursi dekat Bela pun ikut menimbrung, "Iya tuh. Padahal mau kita ajakin ngelive di IG," timpalnya.
"Nemenin si Cakra nyanyi."
Bela menaikkan salah satu alisnya, "Ada hubungan apa Lo sama Cakra?" Ia curiga dengan kedekatan Asha dan Cakra, nggak mungkin kan hanya teman biasa.
Asmita memusatkan pandangannya ke arah Asha, "gue minta traktiran waktu ketemu dia." Memang benar Asha meminta traktiran pada Cakra kan. Meskipun ada cerita dibalik semuanya itu, Asha memilih diam saja. Toh nggak terlalu penting.
Bela menganggukan kepalanya mengerti, "oh."
"Kok lo nggak ngajak kita?" Imbuh Asmita, ia kan juga mau makan makanan gratisan. Memang cuma Asha saja yang membutuhkan makanan, ia kan juga pecinta makanan. Meskipun tak sepenting fashionnya.
"Ya kan gue juga langsung diseret sama Cakra, mana sempet gue ngabarin kalian."
Bela mendengus kesal, "bukan kawan banget."
"Sha catin kuku gue dong," pinta Asmita yang tengah mengeluarkan beberapa kuteknya.
Asha sangat pandai dalam cat mengecat, Asmita dan Bela aangat suka ketika tangannya dipakaikan kutek oleh Asha. Karena Asha pintar menggambar tentunya.
Asha tidak keberatan untuk memakaikan kutek Asmita, itu bisa menambah skill nail art-nya dengan cuma-cuma. "Terserah gue ya tapi," Asha tak mau membuat lukisan di kuku jika bukan kemauannya. Asha mau menuangkan idenya sendiri tanpa diminta, terserah dia dong mau bagaimana.
"Yes dear." Asmita tak keberatan jika Asha melukis kukunya sesuai imajinasi Asha, toh kukunya tak pernah jelek ditangan Asha.
Asha mengoleskan kutek warna merah muda yang dipadukan merah ke tangan Asmita, tangannya mengoleskan kutek tersebut dengan telaten. Tentu semua itu membutuhkan kesabaran dan ketelatenan, Asha meniup-niup kuku Asmita supaya cepat kering.
"Ta, lo dicari sama Satya." Ucap Bela yang baru saja menghampiri Asmita dan Asha, entah dari mana Bela. Tiba-tiba datang dan tiba tiba muncul seperti hantu.
Bukannya menjawab, Asmita hanya menunjukkan kedua jarinya yang baru saja dipakaikan kutek oleh Asha. "Kuteknya masih basah," ucap Asha.
"Dia di luar nungguin lo," ucap Bela.
"What!?" Yang benar saja, kenapa sih Satya datang disaat yang tidak tepat.
"Samperin sana, gebetan lo kan." Bela menarik kursi yang diduduki oleh Asmita beserta orang-orangnya.
"Lo disuruh kumpul OSIS Sha, gue tadi ketemu sama anak OSIS didepan kelas juga." Lanjut Bela.
Asha hanya bisa menghembuskan nafas panjang, "nanti bilangin ke bu Lastri ya kalo dispen gue nyusul." Pintany, Bela menganggukan kepalanya mantap dan mengacungkan jempolnya.
🍄🍄🍄
"Mana sih gebetan lo Sat. Lama bener," gerutu Arik.
Satya hanya cengangas cengenges menanggapi ucapan Arik yang terus menggerutu karena kesal, "sabar aelah."
Saat Satya dan Arik berdebat, atensi Mahanta berubah pada gadis yang baru melewatinya. Dengan sopan, gadis itu mengatakan permisi ketika melewati ketiganya. Sontak hal itu tak hilang dari perhatian Mahanta yang sedari tadi hanya diam.
"Asha! Asmita mana!?" Teriak Satya saat menyadari keberadaan Asha yang baru saja melewatinya.
"Lagi ngeringin kuku Sat!" Balasnya sebelum hilang dibelokan koridor.
Arik menautkan kedua alisnya, "siapa dia?" Tanyanya.
"Gebetan Mahanta," jawab Satya seadanya.
"She's so cute."
Mahanta berdehem untuk membuyarkan lamunan Arik, enak saja gadisnya mau digebet olehnya. "Jaga mata." Peringatnya.
"Lo nyari gue?"
Kedatangan gadis dengan rambut panjang sepunggung itu membuat ketiganya menoleh ke arahnya. Rambutnya dibiarkan digerai bebas, jangan lupakan seragam yang terlihat pas di tubuhnya. Ia seperti sedang modeling, terlebih lagi kukunya yang diwarnai pasti akan membuatnya menjadi pusat perhatian.
Senyum Satya merekah kala melihat Aamita di hadapannya, "nih buat lo." Satya menyerahkan paper bag ke Asmita.
Asmita mengerutkan dahinya bingung, "for what?" Pasanya ia tak sedang ultah, jadi untuk apa Satya memberinya hadiah.
"Buka aja dulu."
Asmita membelalakkan matanya saat membuka paper bag yang diberikan Satya, "Ini kan tas inceran gue! Gila gila, kok lo bisa dapet si?" Pekiknya senang.
Satya menyugar rambutnya ke belakang, ia merasa keren karena tau apa yang diinginkan Asmita. "Iya dong," jawabnya. Sementara Arik dan Mahanta hanya memutar bola matanya malas.
Mereka sebenarnya sangat malas menemani Satya, kalau bukan karena penasaran dengan perempuan yang disukai Mahanta Arik pun ogah untuk mengikuti Satya. Sementara Mahanta diajak karena paksaan Arik yang tidak mau menjadi obat nyamuk seorang diri, memang licik si Arik.
"Thank you ya Satya. Lo the best banget gila," Asmita memeluk tasnya dengan erat. Itu adalah tas impiannya yang sudah diincarnya sejak lama.
"Peluk dulu dong."
Bukan hanya pelukan, Asmita bahkan mencium pipi Satya. Hal itu tentu saja tak jauh dari pandangan Arik dan Mahanta, mereka ingin muntah rasanya. Karena tidak kuat dengan pemandangan yang Arik dan Mahanta saksikan, Mereka lebih memilih untuk pergi diam-diam. Menjijikan sekali dengan apa yang barusan mereka lihat, mereka menyesal mengikuti Satya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments