3

"Sejak kapan lo kenal temennya Asmita?" Sesekali Satya menyesap rokok yang ada di tangannya.

Satya dan mahanta tengah berada di cafe tempat mereka nongkrong, "baru-baru ini." Jawabnya seadanya.

Satya menganggukkan kepalanya mengerti, "gue baru tau kalo dia temennya Asmita. Kalo diliat liat lumayan juga."

"Gue juga baru tau hari ini."

Ya wajar saja, Mahanta bukan orang yang mudah akrab dan tentu saja ia tak suka tebar pesona seperti Satya. "Terus kalian keliatan akrab begitu baru ketemu hari ini?" Tanya Satya penasaran.

"Nggak, gue udah ketemu kemarin."

"Tapi bukan disekolah," lanjutnya.

Satya agak heran dengan Mahanta, sudah satu tahun lamanya Mahanta tidak pernah ngobrol santai dengan kaum hawa. Bagaimana bisa teman Asmita mampu memikat sosok Mahanta yang selalu bersikap tidak peduli.

"Namanya siapa?" Satya hanya mengetahui jika gadis itu teman Asmita, pasalnya saat selesai di kantin Asmita menghampirinya tanpa menyebutkan namanya.

"Suka lo?"

Satya hanya terkekeh merespon perkataan Mahanta, "mau bersaing?" Tawarnya.

"Deketin aja kalo bisa," Mahanta menatap Satya dengan remeh.

"Namanya Asha," lanjutnya dengan sesekali menyesap kopinya.

Satya mengepulkan asap rokoknya, "Nggak deh. Gue masih suka Asmita, tapi kalo Asmita nggak bisa didapetin boleh lah si Asha." Ucapnya dengan tersenyum lebar.

Mahanta terkekeh mendengar ucapan Satya, "Brengsek lo. Kali ini jangan jadiin dia target lo."

Masa bodo dengan targer Satya yang lain, asal Asha jangan. Beruntung Asha sempat bertemu dengan Mahanta, kali ini Asha terselamatkan.

Kena. Satya yakin kalau Mahanta sudah tertarik dengan Asha, kalo tidak mana mungkin Mahanta mau menyelamatkan gadis itu calon targetnya. Ya meskipun Asha bisa Satya jadikan target, tetap saja milik kawan jangan.

"Arik jadi dateng kesini?" Tanya Mahantra.

Satya melihat jarum jam ditangannya, "Harusnya sih udah sampai."

"Kalian pasti kangen sama gue kan?"

Cakra dan Mahanta memutar bola matanya malas, "ogah banget gue kangen sama lo." Celetuk Satya.

Orang yang baru saja datang adalah Arik, ia baru pulang dari Amrik, tentu saja Arik bagian dari mereka. Sikap tengilnya itu mampu menghibur Satya dan Mahanta.

"Gengsi banget si lo Sat," cibirnya.

"Mending lo duduk." Ujar Mahanta, tidak capek apa berdiri terus.

"Bye the way, besok gue udah masuk."

Mahanta hanya menganggukan kepalanya mengerti, "bagus deh." Ucapnya.

"Oleh-oleh gue mana?" Satya menodongkan tangannya meminta jatah oleh-oleh ke Arik.

Arik hanya memutar bola matanya malas, oleh-oleh aja cepat padahal kedatangannya tidak disambut dengan antusias. "Di mobil lah." Jawabnya ketus.

"Gitu dong sob, kita kan bestie. Titipan gue ada kan," Satya mengedipkan salah satu matanya.

"Hmm."

Arik malas sekali menanggapi monyet macam Satya, "Itu mau buat gebetan gue." Satya tersenyum senang saat titipannya dibelikan oleh Arik.

"Lo juga gue beliin barang cewek, siapa tau lo bakal kasi buat cewek lo." Ujarnya dengan menyesap kopi pesanannya yang baru saja datang.

"Thanks,"

Arik membelalakkan kedua matanya, "lo punya cewek Ta?"

Satya terkekeh melihat respon Arik yang kaget, "yoi. Mahanta baru dapet gebetan," Satya menaik turunkan alisnya.

"Cakep ngga tuh?"

"Cakep kok, manis juga." Jawab Satya.

Mahanta memutar bola matanya, "Terserah lo Sat."

"Wih, gue penasaran siapa cewek yang lo suka Ta."

🍄🍄🍄

Bela tengah mengagumi kecantikannya pada cermin yang ia bawa, tangannya sesekali menepuk pipinya dengan bedak yang ia bawa. "Cantik banget gue buset," Bela mengibaskan rambutnya seolah dirinya model kelas atas.

Sementara Asmita sedang menambah blush on dipipinya agar terlihat merah seperti tomat, "Dah cantik."

Asha yang tengah membaca novelnya memilih untuk menutup novelnya, ia melihat Asmita dan Bela secara bergantian. Masih lama kah ia harus menunggu mereka berdandan?

"Masih belum?" Pertanyaan itu muncul sudah beberapa kali dari mulut Asha.

"Bentar lagi Sha," Asmita masih terus mengoleskan brushnya.

"Gue udah selesai." Bela tersenyum lebar melihat dirinya di cermin, sungguh ciptaan Tuhan yang cantik tiada tara.

Asha mendengus kesal, masih lama kah? "Kita cuma ke taman."

Mereka bertiga sudah berada di taman kota, penampilan Asmita dan Bela sangatlah modis. Mereka berdua mengenakan dress selutut, sementara Asha hanya mengenakan kaos putih dengan celana kodok berwarna cream.

Asha sudah seperti gadis cupu ditengah-tengah mereka, tetapi apa pedulinya. Toh cuma di taman perginya, ia terlalu malas untuk memakai make up seperti Asmita dan Bela.

"Cuy fotbar dulu yuk," Asmita sudah siap dengan kamera depannya. Tangannya sesekali merapikan rambutnya.

"Kalian aja deh, gue fotoin." Tolak Asha.

Bela melirik tajam ke arah Asha, "enak aja cuma kita berdua. Lo ikut lah, sini." Bela merangkul paksa pundak Asha.

Ini adalah kali pertama Asha ikut foto dengan teman-temannya. Jujur saja ia tidak suka foto dengan teman-temannya, "Lo nggak liat tampang gue? Tampang gembel."

Asmita dan Bela tertawa mendengan ocehan Asha yang kelewat jujur, "Ya lagian lo sih nggak mau pake make up kaya kita. Sesekali kan kita foto sama cupu," gurau Bela.

"Sialan lo." Ucap Asha tak terima.

"Udahlah kalian aja yang foto, gue nggak mood. Gue mau beli jajan, bye!" Asha melenggang pergi sendirian meninggalkan Asmita dan Bela yang tengah berfoto.

Asha terlalu malas mengikuti Asmita dan Bela yang suka berfoto ria, lebih baik ia pergi membeli jajan dipinggir taman. "Pak telur gulungnya sepuluh tusuk ya." Ucapnya pada si penjual telur gulung.

"Asiap neng cantik."

"Asha." Panggilnya dengan menepuk bahu Asha.

Asha memutar bola matanya malas, ia malas bertemu dengan Cakra. "Apa!"

Yang barusan menepuk bahu Asha adalah Cakra, manusia tengil di kelasnya. "Jutek amat neng."

"Suka-suka gue lah."

"Ngapain lo disini?"

"Nggak liat apa kalo gue lagi mancing." Yang benar saja, jelas-jelas Asha tengah memesan telur gulung. Bisa-bisanya bertanya ngapain, sinting ni anak. Batinnya.

Cakra sudah hafal dengan kejutekan Asha, lagi-lagi ia hanya tertawa. Ia merasa mengganggu Asha adalah sebuah keharusan, sangat seru rasanya membuat Asha emosi.

"Mending habis ini ikut gue," ajaknya.

"Nggah ah, nggak lo kasi makan. Ogah gue ikut lo," tolak Asha.

Kebutuhan perut itu nomor satu dan terdepan, enak saja mau ngajak anak orang tapi nggak dikasi makan. "Gue traktir deh, soalnya hari ini gue lagi mau manggung di cafe sana." Cakra menunjuk cafe disebrang jalan.

"Lo nipu ya?"

"Enggak, udah ayo. Nih telur gulung lo udah jadi," Cakra menyodorkan telur gulung pesanan Asha. Tentunya sudah dibayar Asha di awal.

"Awas kalo lo bohong," ancam Asha menggunakan setusuk telur gulungnya.

Cakra menggandeng tangan Asha dan menuntunnya menuju ke Cafe, tempat ia manggung. "Lo tunggu disini, lo boleh pesen apa aja yang ada dibuku menu ini. Gue tinggal tampil bentaran." Cakra mendudukan Asha di salah satu kursi dekat dengan panggung.

Asha hanya mengangguk patuh, ia menyukai musik jadi ia lebih memilih duduk dengan patuh. Lumayan kan hiburan gratis, Asha bisa melihat ketika Cakra menaiki panggung dan tangannya tengah memetik senar gitar. Suaranya mengalun merdu dengan iringan suara gitar yang dimainkannya.

Suara Cakra terbilang merdu, ia menyanyikan lagu Rewrite The Stars-James Arthur. Orang-orang tampak memandang Cakra dengan tatapan kagum, sifat tengilnya tengah menghilang dan digantikan penampilan yang menawan.

"Orang gila itu ternyata bisa nyanyi," gumamnya.

"Pacarnya kak Cakra ya kak?" Tanya salah satu waiter yang baru saja meletakkan segelas jus strawberry di hadapannya.

Kedua tangan Asha mengisyaratkan kalo mereka berdua bukan sepasang kekasih, "Bukan! Bukan! Kak, kita cuma temen sekelas." Jelasnya.

Bukannya percaya, waiter itu malah tersenyum. "Pasangan baru emang suka malu-malu, kak Cakra udah bilang kok tadi sebelum naik ke panggung kalo kakak cantik pacarnya kak Cakra." Jujurnya.

Kedua mata Asha melotot tak percaya, pasti ia salah dengar. "Ngaco nih masnya," sangkalnya.

"Beneran kok, tadi saya dikasi tau sama kak Cakra. Kapan-kapan kita ngobrol lagi ya kakak cantik, aku mau lanjut kerja dulu." Ujarnya sebelum menghilangkan punggungnya dari hadapan Asha.

Asha hanya diam tak bergeming di tempatnya, kepalanya diisi oleh banyak pertanyaan yang terus menyerangnya. Hingga Suara tepuk tangan membuyarkan lamunanya, itu artinya Cakra sudah selesai menyanyi. "Lo ngomong apaan sama anak waiter?" Tanya Cakra yang kini sudah duduk dihadapan Asha.

"Katanya gue pacar lo. Aneh banget tu orang."

Cakra hanya terkekeh mendengar perkataan Asha, "Harusnya lo seneng dong punya pacar tampan kaya gue." Cakra menaik turunkan alisnya dengan percaya diri.

Bukannya baper karena perkataan Cakra, Asha malah memutar bola matanya malas. "Ogah."

Mata Cakra memandang meja yang ia dan Asha tempati hanya ada jus strawberry saja. Ia mengernyit bingung, kenapa mejanya kosong tidak ada bekas piring kotor. "Lo ngga pesen makan?" Tanyanya. Kalau Asha pesan, harusnya masih ada piring kotornya. Sekalipun hanya satu, ini bahkan tidak ada jejak setelah makan sama sekali.

Asha menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Cakra. "Kenapa?" Tanya Cakra.

"Makanannya nggak ada yang lo suka?" Asha menggelengkan kepalanya lagi.

Cakra menghembuskan napasnya, orang sabar banyak duitnya. "Terus kenapa?" Tanyanya lembut.

"Gue nggak mau makan sendirian Cakra," ternyata Asha nggak mau makan sendirian toh. Kirain karena makanannya nggak ada yang Asha suka.

"Yaudah gue pesenin, terserah kan?" Pasalnya semua perempuan selalu mengatakan terserah jika ditanya ingin apa.

Asha menganggukan kepalanya, "dessertnya agak banyakan ya." Pasti dessertnya menggiurkan, dilihat dari gambarnya saja sudah sangat cantik.

"Oke."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!