11

Asha berjalan ke arah kamar kakaknya, ia berjalan dengan gontai. "Kak Wita kemarin aki dipukul mama," ucapnya saat sudah dikamar kakaknya.

Wita adalah kakak Asha, mereka hanya selisih lima tahun saja. Wita jarang pulang ke rumah karena pekerjaannya jauh dari rumah, Wita hanya pulang saat mendapat cuti saja karena jaraknya yang lumayan.

Wita menatap kesal ke arah adiknya, ia heran kenapa adiknya itu benci pada mamanya padahal mamanya sudah memperlakukan dirinya dengan baik. "Mama nggak mungkin kaya gitu Sha," bantahnya.

Setiap Wita datang saja mamanya selalu menyambut dengan baik, keduanya juga seperti akrab. Hanya saja Asha yang sering menunjukkan wajah masamnya, seakan tak suka diperlakukan dengan baik.

"Kak mama itu seperti malaikat dan iblis diwaktu bersamaan."

Asha merasa miris terhadap dirinya sendiri, kenapa kakaknya selalu tidak mempercayainya dan menganggap ucapannya seperti omong kosong.

Mamanya terlalu pintar dalam menyembunyikan semuanya, bahkan ia mampu menyembunyikannya dengan rapi. Terbukti kakaknya tidak mempercayai ucapannya.

"Kak mama selingkuh." Lanjutnya, sebenarnya ia tak mu mengungkapkannya kepada Wita kakaknya. Tetapi ia rasa Wita harus mengetahui fakta itu.

Wita tertegun kala mendengar penuturan Asha, "Asha lo boleh nggak suka sama mama. Tapi jangan gini, gimana kalo mama tau? Pasti dia bakalan sakit hati Sha."

"Kak wita, mama sering nampar aku." Asha menunjukkan bekas tamparan dipipinya.

Wita tersenyum menanggapi ucapan Asha, "lo emang pantes dapetin itu semua." Ucap Wita tanpa rasa bersalah, ia yakin Asha hanya membuat dramanya. Asha pasti kekurangan kasih sayang sampai ia harus membohonginya dengan membuat bekas tamparan itu terlihat nyata. Asha sungguh pintar dalam memanipulasi.

"Lo terlalu pintar untuk membuat luka itu seakan nyata, padahal cuma luka buatan kan."

"Gue kecewa sama lo." Ucap Asha lalu pergi meninggalkan kamar Wita sang kakaknya.

Asha mengamati penampilannya di cermin, ia membasuh bekas tamparannya dengan kasar. Bekasnya tetap sama, tak hilang sama sekali. Ia membuka setengah bajunya untuk melihat kondiri perutnya. Terdapat bekas cambukan yang masih memerah.

Kedua tangannya bertumpu pada sisi meja, perlahan air matanya mengalir deras tanpa diminta. Sebisa mungkin ia tak menunjukkan suara sesenggukannya, rasanya lebih sakit ketika saudara kandungnya yang mengatakan hal itu.

Rasanya sesak, seperti ada ribuan paku yang menancap di dadanya. Untuk sekedar bernafas saja rasanya begitu sulit, ia kira kakaknya adalah sosok penyelamat yang mampu menyelamatkan dirinya. Ternyata kakaknya hanya menganggap dirinya hanya bersandiwara

Bertahan di portal kegelapan adalah hidupnya, berdiri dengan kaki yang terluka adalah keharusan. Ia harus tetap berdiri diatas ketidak mampuannya. Tidak peduli dengan rasa sakit yang ditahannya, ia harus tetap hidup.

🍄🍄🍄

Wita cukup kecewa dengan Asha, ia tau Wita tidak menyukai mamanya. Tapi kenapa harus membohonginya dan berkata mamanya selingkuh, Wita tentu tau betapa besarnya cinta Margareth untuk Rama. Meskipun Rama jarang sekali dirumah karena harus bekerja di luar kota, tetapi Margareth sangat menyayangi sosok Rama.

Tidak logis rasanya dengan apa yang dikatakan Asha, apa sebegitu besar rasa ketidaksukaannya terhadap Margareth sampai harus membuat berita palsu tentang mamanya itu.

Wita kini berada di depan kamar mamanya, ia tengah berada ditengah keraguannya untuk menemui mamanya. "Kamu ngapain berdiri di depan pintu." Ucap Margareth yang baru saja keluar dari pintu.

"Mau ngobrol sama mama," putusnya. Ia harus menanyakan ke mamanya, ia harus mencari tau kebenarannya.

Margareth tersenyum manis kepada Wita, lalu ia mempersilahkan anak bungsunya itu untuk masuk. "Ada apa dengan anak cantik mama ini?" Tanyanya.

Wita menanggapi Margareth dengan senyum hangatnya, "mama kenapa pukul Asha?" Tanyanya to the point.

Sial, katanya dalam hati. Ternyata memberi pelajaran kepada Asha tidaklah cukup, berani-beraninya anak itu mengadu pada Wita. "Kamu tau kan Asha benci sama mama, mama juga enggak tau apa alasannya." Lirihnya dengan nada sendu, wajah Margareth dibuat sesedih mungkin supaya Wita percaya.

Wita sangat merasa bersalah kala mendengar perkataan mamanya yang hampir menangis, benar-benar kelakuan Asha diluar nalar. Bisa-bisanya anak itu memanipulasi keadaan.

"Wita juga tau ma kalo Asha benci banget sama mama, aku juga nggak tau apa penyebabnya."

"Mama pernah ngasi bekel adek, tapi malah dibuang di depan mama." Diam-diam Margareth tersenyum miring karena kebohongannya.

Sungguh Wita tak habis pikir dengan Asha, kenapa ia membenci seseorang yang telah membesarkannya penuh dengan kasih. Apa ia tak bisa berfikir dengan jernih, kasian mamanya yang sudah membuatkan bekal trtapi malah dibuang dengan seenaknya.

"Maafin Asha ya mah, Asha masih kecil jadi belum bisa bedain mana yang benar, mana yang bukan." Tuturnya dengan mengelus punggung Margareth yang bergetar.

Margareth menceritakan kelakuan Asha sewaktu dirinya bekerja, ternyata anak itu bertingkah kurang ajar terhadap mamanya sendiri. Ia tak akan mempercayai Asha lagi, sungguh memalukan kelakuannya itu. Sama sekali tidak mencerminkan sebagai anggota keluarga ini.

Margareth tersenyum kala melihat Wita yang benar-benar mempercayainya, tidak sia-sia air mata yang ditunjukkan kepadanya. Sangat gampang untuk menaklukan Wita, anak sulungnya.

"Mama enggak pernah marahin adek, kak. Kamu kan tau sendiri mama nggak pernah kasar sama adek, malah mama yang suka dimarahin sama adek." Bohongnya dengan suara lirih yang dibuat sesedih mungkin.

🍄🍄🍄

Margareth menarik rambut Asha dengan kencang, lihat akibat ia mengadu pada Wita. Wita hampir mempercayai Asha, ia harus bersandiwara sesedih mungkin. Sungguh merepotkan.

"Anak kurang ajar!"

Asha menahan rasa sakit pada kepalanya, jambakan mamanya sungguhlah kuat. "Aku salah apa mah? Kenapa mama selalu ngelampiasin ke Asha?" Lirihnya dengan wajah sendu.

"Gara-gara kamu, Wita hampir nggak mempercayai mama! Ngadu apa kamu ke Wita! Dasar anak pembawa sial."

Seperti ribuan panah yang menyerang secara bersamaan, air mata Asha luruh seketika membasahi pipinya yang awal mulanya kering tanpa air. Sosok ibu yang dianggapnya malaikat berubah menjadi iblis dalam waktu yang singkat.

Setiap kali ia menahan rasa sakitnya, dadanya semakin sesak seakan tak ada oksigen yang masuk. Hatinya terasa panas, air matanya terus mengalir tanpa henti hingga membentuk aliran sungai kecil yang deras.

"Dasar anak nggak tau diri!"

Margareth selalu melampiaskan kemarahannya pada Asha yang mirip dengan Rama, karena Rama membuat dirinya tak bisa hidup bersama dengan pujaan hatinya.

Margareth membenci wajah itu

Margareth tak ingin melihatnya

Wajah itu adalah wajah yang membuatnya harus berada dihubungan yang berdasarkan keterpaksaan, hidupnya manjadi pahit dan hambar.

Satu-satunya hal yang membuat ia merasa tenang adalah menyiksa wajah yang mirip dengan Rama, rasanya ia senang karena bisa menumpahkan rasa kecewanya. Wajah itu harus lebih tersiksa dari pada dirinya.

"Ampun mah,"

Margareth tersenyum miring kala mendengan rintihan sakit Asha, rasa sakitnya belum seberapa. Orang yang memiliki wajah yang mirip dengan Rama harus merasakan penderitaannya.

Margareth mencakar tangan Asha hingga berdarah, ia langsung menyeret Asha ke kamar mandi. Ia mengguyur tubuh Asha dengan air dingin, ia juga mengguyur lukanya yang mengeluarkan darah.

"Bersihkan diri kamu yang kotor ini." Margareth langsung melenggang pergi meninggalkan Asha seorang diri.

Asha hanya diam sedari tadi, ia menggigit bibirnya supaya rintihannya tak keluar. Rasanya perih pada tangannya, rasa dingin itu menjalar hingga ke seluruh tubuhnya, terlebih lagi kepalanya yang terasa sangat sakit dan panas kala Margareth yang menariknya dengan kuat.

"Apa emang gue pantes dapetin semua ini?"

Asha menoleh ke arah dimana ponselnya berada. Sejak tadi kejadian tadi terekam secara diam-diam oleh ponsel Asha, Asha berharap suatu saat ada yang mempercayainya dengan bukti yang ada.

Sekuat apapun ia menahan rasa sakitnya, rasa sakit itu menjalar tanpa diminta. Rasa takutnya menjadi kian membesar, ia membenci dirinya lebih dari apapun. Manusia yang lemah tetapi tetap bertahan pada situasi yang rumit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!