15

Semenjak kejadian dimana teman-temannya menunjukkan rasa tidak sukanya dengan terang-terangan, Asha memilih untuk tidak peduli dengan semuanya. Ia lebih memilih untuk menulikan pendengarannya.

Dikehidupan nyata ia hanyalah butiran pasir yang tak terlihat dan mudah terinjak.

Setelah membahas proposal dengan Reksa, ia memilih untuk duduk dibangku taman belakang sekolah yang sepi pengunjung. Ia duduk dibawah pohon. Sesekali ia menghela nafas panjangnya, seakan sedang menyalurkan rasa lelahnya.

Setelah ia membenahi proposal yang diberikan Clara dan menyerahkannya kepada Reksa, pikirannya sedikit tenang karena perlahan bebannya sedikit berkurang.

Sementara Jery dibagian seksi perlengkapan, ia saat ini sedang sibuk mencari perlengkapan yang diperlukan untuk acara ulangtahun sekolah yang akan diselenggarakan sebentar lagi.

Asha menikmati ketenangannya sesaat sebelum ia berkumpul dengan anak anak OSIS nanti, rasanya melelahkan bahkan sangat lelah.

"Gue cariin ternyata lo disini."

Asha menoleh ke sumber suara dimana Mahanta berada, akhir-akhir ini entah kenapa Mahanta sering mencarinya. Rasanya seperti aneh saja.

"Gue disini dari tadi, gue pengen duduk sebentar sebelum gue ketauan sama Reksa kalo lagi leha-leha." Ujarnya yang diiringi kekehannya

"Lo sering kesini?"

"Enggak, tapi kayaknya gue bakalan sering kesini." Tuturnya dengan tersenyum.

"Lo nggak ke kantin?"

"Gue lagi males desek-desekan," jujurnya.

Mahanta jelas sudah tidak heran dengan perkataan Asha, memang gadis itu sangat-sangat jarang untuk menginjakkan kakinya di kantin. Makanya ia selalu membawa roti dikantongnya dan juga sekotak susu cokelat.

"Nih," Mahanta menyodorkan roti dan susu cokelat untuk Asha.

"Wih, thanks bro." Asha menerima dengan antusias dan tak lupa mengucapkan terimakasih kepada Mahanta.

Ia cukup senang akan kehadiran Mahanta akhir-akhir ini, entah untuk apa tujuannya nanti. Semoga kebaikan selalu mengiringinya, ia tentu belum mau kehilangan sosok Mahanta yang sudah menjadi teman di hari-harinya.

Mahanta tersenyum kala melihat Asha mulai memakan rotinya, tak lupa juga ia menyodorkan paper bag untuk Asha. "Hadiah, kemarin kan lo menang lomba puisi," sebenarnya itu adalah music box yang dibelikan Arik. Ia baru saja memberikannya pada hari ini, untung saja hari ini pas dengan kemenangannya.

Asha membuka paper bag yang diberikan Mahanta, ia mengeluarkan isinya. Ternyata music box, musiknya mengalun dengan tenang kala ia menekannya dibagian belakang music box itu.

Rasanya tenang ketika musik itu mengalun dengan indah dan tenang, kedamaian datang menghampiri beserta dengan ketenangan hati yang ikut serta datang.

"Ini pasti mahal ya,"

Mahanta tertawa menanggapi Asha, "Itu barang diskonan. Karena murah jadinya gue beli," bohongnya.

"Wah, lo dapet diskon. Padahal ini barang bagus, kalo ini harganya mahal nggak gue terima deh. Tapi karena diskonan jadinya gue terima, makasih ya." Girangnya.

Untuk saja Mahanta menjawabnya dengan berbohong, bisa potek hatinya kalau Asha menolak pemberiannya. Ia saja mempersiapkan diri untuk memberikan kotak musik itu dari lama tetapi baru kali ini tercapainya.

Jauh-jauh Arik belikan sewaktu di Amrik masa ditolak.

"Lo suka?" Tanyanya memastikan.

"Suka banget, musiknya bikin tenang."

Mahanta tersenyum, ia ikut senang kala Asha suka dengan hadiahnya. "Kalo lo ada masalah lo bisa puter kotak musiknya supaya lo mendapat ketenangan."

"Musik itu mampu menenangkan perasaan yang sedang tidak baik-baik saja," lanjutnya.

🍄🍄🍄

Asha sekarang sudah berada di ruangan OSIS, seperti kewajibannya ia harus menyelesaikan tugasnya menjadi ketua panitia untuk acara ulangtahun sekolahnya.

Mereka sudah berkumpul diruangan OSIS untuk membahas apa yang kurang dan kendala yang dihadapinya. Entah ada angin apa Widya mau mengerjakan desain MMT-nya, sungguh luar biasa.

"Proposalnya suruh revisi di bagian anggaran konsumsi," ucap Reksa memberitahu.

"Loh anggaran segitu itu cukup buat konsumsi," balas Intan selaku bendahara.

"Konsumsinya berapa harusnya? Kita makan nasi garam kah?" Tanya Putri tak terima. Padahal anggarannya sudah diminimalisir sesedikit mungkin.

"Gila sis kesiswaannya, segitu aja kebesaran dananya." Timpal Clara si pembuat proposal.

Mereka sudah membahas tentang pengeluarannya, bahkan sudah mempertimbangkan dengan sangat matang. Bisa-bisanya dirubah.

"Mana proposalnya," pinta Asha pada Reksa.

Asha sudah mengetahui anggaran untuk konsumsi, hal itu wajar saja karena nilai yang diajukan tidak begitu besar. Masih di angka yang wajar.

Asha pergi begitu saja dengan proposal yang ada ditangannya, ia mencari guru kesiswaan yang menangani masalah anggaran. Langkah kakinya menyusuri setiap kelas-kelas, tak henti-hentinya mulutnya untuk berkomat-kamit mempertanyakan keberadaan guru kesiswaan itu.

"Pak Baron!" Panggil Asha, akhirnya ia menemukan guru kesiswaannya itu.

"Bapak anggaran konsumsinya udah standart banget," ucapnya pada pak Baron yang sudah menghentikan langkahnya.

"Itu terlalu banyak," protes pak Baron.

Asha menautkan alisnya seolah bertanya bagian mana yang besar, "taun kemarin aja sama kaya taun ini. Harusnya anggarannya udah naik, pak Baron bisa tanya sama istri pak Baron tentang kenaikan bahan pangan taun ini." Jelasnya.

"Kamu nyuruh saya?"

Asha harus menghadapi sosok Baron dengan sabar supaya ia tak melemparkan sepatunya ke orang itu. "Kalau anggarannya kebesaran bapak harus memberi saran yang logis dan juga solusinya, saya juga ketua panitia untuk acara nanti. Saya merasa keberatan, tenaga anak-anak OSIS sudah dikuras habis-habisan di acara itu nantinya."

"Kalau bapak cuma bilang anggarannya kurang tanpa solusi dan alasan yang logis saya nggak bisa merubahnya," lanjutnya.

Pak Baron sempat terdiam mendengar penjelasan Asha yang masuk akal, ia akan menanyakan pada istrinya nanti perihal anggaran untuk konsumsi. "Kamu nggak bisa mengurangi anggaran tersebut?" Tanya pak Baron yang masih ingin mengubah anggarannya.

"Saya bisa mengubah anggaran untuk konsumsi guru, nanti saya samain kaya apa yang dimakan anak-anak OSIS." Ucap Asha dengan berani.

"Kamu ini berani banget," timpal pak Baron.

"Tanggung jawab saya besar pak, mereka sudah mengorbankan tenaganya. Bahkan mereka menghabiskan waktu di sekolah, kalau pak Baron punya anak yang ikut OSIS dan dapet konsumsi dengan anggaran seperti itu bapak pasti juga merasa kasian."

"Kalau memang anggarannya mau tetap dikurangi, saya mau negosiasi sama piala saya yang saya dapatkan dari lomba puisi. Saya mau tukar dengan konsumsi anak-anak, biasanya saya nukerin piala saya sama SPP tiga bulan." Lanjutnya.

Tentu pak Baron tau akan kebiasaan Asha yang menukarkan pialanya untuk biaya SPP, tetapi ia agak tertegun dengan keberaniannya menukarkan piala hanya untuk konsumsi teman-temannya.

"Nanti saya pikirkan untuk tawaran kamu." Putusnya.

Asha tersenyum senang, "Terimakasih pak Baron." Ia mencium tangan pak Baron lalu pergi setelah ia menyerahkan proposalnya kembali.

Tak apalah pialanya untuk konsumsi anak-anak OSIS, ia juga sudah mendapatkan bebas SPP selama enam bulan karena menjadi ketua panitia.

Asha melangkahkan kakinya untuk kembali ke ruang OSIS, bahkan ia tak mendengarkan pertanyaan teman-temannya saat keluar dari ruangan tadi. Masa bodo ah yang penting konsumsi teman-temannya tidak direndahkan lagi angkanya.

"Bisa?" Tanya Reksa yang seakan tau niat Asha.

Asha menganggukkan kepalanya yang membuat teman-temannya bisa bernapas lega. "Gue negosiasi sama pak Baron sama piala gue," jawabnya jujur.

"Itu kan pialanya harusnya lo tuker buat SPP lo kan Sha." Ujar Jery yang dijawab anggukan oleh Asha.

"Terus lo nanti gimana?" Tanya Bima. Asha termasuk orang gila yang mau mengorbankan apa yang ia punya.

"Gampang, kan gue jadi ketua panitia juga bebas SPP." Jawabnya dengan kekehan.

"Makasih Asha, lo gila banget." Pekik Clara dengan teriakan yang diikuti teman-temannya yang ikut mengatakan terimakasih.

Reksa menepuk bahu Asha, "Gue salut sama lo." Ucapnya.

"Itu karena gue bebas SPP kalo ikut jadi pania disini. Toh bebas SPP enam bulan lebih besar kan," Asha menanggapinya dengan tertawa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!