Disinilah Asha berada, ia tengah berkumpul bersama anggota OSIS. Hari ini akan diadakan Razia dadakan, Asha ditugaskan untuk merazia di kelas IPS bersama Bima dan Juan. Ia memilih bergabung Bima dan Juan supaya kerjanya menjadi cepat, karena cuma Bima dan Juan yang malas tebar pesona.
Asha terbilang jarang mengikuti razia, tentu saja karena malas. Tetapi hari ini ia kehilangan stok alasan, mau tidak mau ia harus ikut serta dalam razia disekolahnya. Ia ditugaskan dikelaa IPS karena dideretan kelas itu tak ada kelasnya, tentu saja supaya adil.
Mereka mendapat 10 bagian kelas, sudah menjadi adat sekolahnya. Anggota OSIS yang merazia hanya anggota inti saja, sialnya Asha termasuk anggota inti.
"Kita mulai dari XII IPS 18 ya," Juan yang memimpin langkah Asha dan Bima. Tentu saja dia yang mengawali ijin ke guru yang mengajar.
Juan memasuki kelas terlebih dahulu untuk meminta ijin kepada guru yang mengajar, saat sudah mendapatkan ijin ia mengisyaratkan Asha dan Bima untuk ikut masuk. Mereka langsung berdiri di depan papan tulis.
"Sebelumnya mohon maaf karena kami mengganggu pembelajaran dari teman-teman semua, kami meminta ijin untuk melakukan razia kelas ini. Apabila ada yang melanggar peraturan sekolah, akan kita kenakan sanksi sesuai dengan peraturan sekolah. Semuanya diharapkan untuk berdiri di samping bangku."
Asha dan Bima langsung melaksanakan aksi geledahnya, Asha menemukan beberapa rokok dan juga liptint. Sementara Bima menemukan banyak benda yang melanggar peraturan sekolah.
Giliran menggeledah tas Mahanta dan Arik. Asha tersenyum miring kepada Mahanta. Ia memberikan secarik kertas secara diam-diam pada genggaman Mahanta, lalu berlalu begitu saja meninggalkan Mahanta yang tersenyum setelah membaca kertas yang diberikan Asha.
"Lo mau jadi MUA apa gimana?" Tanya Bima pada si pemilik tas yang ia geledah.
Bima menemukan kotak make up, ia sangat kaget dengan kelakuan si pemilik tas itu. Disaat orang-orang memilih untuk membawa sesikit make up agar tidak ketauan. Perempuan itu malah membawa satu kotak make up.
"Namanya juga perempuan," jawabnya. Ia sangat kesal karena make up-nya akan disita.
Bima menggeleng-gelengkan kepalanya, heran dengan kelakuan perempuan itu. "Lo cowok kenapa bawa lipstik?" Lanjutnya pada bencong yang baru saja digeledahnya.
"Kamu jangan begitu dong say, kan biar bibir eke nggak pucet kaya mayat." Ucapnya dengan tangan melambai.
Orang-orang tertawa keras saat melihat interaksi Bima dan si bencong. "Nama lo Ando, tapi pakek lipstik." Bima membaca name teks yang melekat pada seragam Ando.
"Kalo malem namanya Andini!" Sahut seorang siswa yang membuat kelas kembali heboh.
Ando mengerucutkan bibirnya, "ih apaan sih kalian." Ia menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal.
Bima bergidik ngeri dengan Ando. Ia langsung segera menyita lipstik yang dibawa Aldo dan bergabung pada Juan. Sementara Asha sedang melihat di balik lemari pojokan kelas, ia menggeser sedikit lemarinya. Ia melihat dengan jelas ada banyak barang yang disembunyikan, ia memilih untuk membutakan matanya. Toh barang sitaannya sudah banyak, ia akan menggunakan sedikit hati nuraninya kali ini. Ia menggeser kembali lemarinya seperti semula dan berjalan ke arah Juan dan Bima.
Bima dan Asha menyerahkan catatannya pada Juan supaya Juan bisa memanggil nama-nama sang pelanggar peraturan sekolah.
🍄🍄🍄
"Gila, kuku baru gue langsung dihapus sama nenek lampir." Gerutu Asmita, ia sangat kesal karena kuku cantiknya dihapus dengan mudahnya oleh Widya si anggota OSIS. Padahal kan Asmita belum sempat mengabadikan kuku cantiknya itu.
"Lo cakar ya tadi si Widya?" Tanya Bela yang sempat melihat bekas cakaran di pipi Widya.
Untung saja Asmita sempat mencakar pipi Widya dengan kuku panjangnya, "Ya lagian dengan seenak jidatnya dia ngehapus cat kuku gue. Bangsat emang si Widya," ucapnya dengan penuh kemarahan.
"Mana liptint gue disita lagi sama si Clara." Adunya.
"Kurang ajar banget bolpen gue yang bentuk kaya lipstik disita sama Jery! Goblok apa gimana sih ga bisa bedain mana lipstik beneran sama bukan!" Kesalnya.
Bela dan Asmita menoleh ke sumber suara yang melengking, kelasnya menjadi gaduh karena jam kosong. Ternyata Indah yang baru saja berteriak, Indah kesal karena bolpoin estetiknya disita.
"Kenapa si beb?" Tanya Asmita.
"Bolpen gue beb disita sama Jery, padahal kan itu cuma bolpen yang ada hiasan lipstik. Gimana sih tu orang, bego apa gimana." Gerutunya. Ia sangat kesal dengan kelakuan Jery yang menyita seenak jidatnya.
"Loh bolpen yang baru aja lo beli itu Ndah?" Tanya Bela memastikan.
"Iya beb, padahal kan masih baru. Mana umurnya baru seminggu belum ada," keluhnya.
"Kayaknya emang anak-anak OSIS nggak suka sama kelas kita deh, terutama si Widya. Sok banget anjir kelakuannya. Mana penampilannya kaya nenek lampir lagi, kalo bukan karena sodara bu Lastri mana mungkin dia keterima di OSIS." Dari gerak-gerik Widya yang selalu Asmita lihat, memang orang itu tidak menyukai orang-orang yang ada dikelasnya. Apalagi kelakuannya yang sok karena saudaranya bu Lastri.
"Bener tuh, awas aja kalo dia bertingkah lagi. Gue cakar tu muka." Timpal Indah, ia juga kesal melihat tingkah Widya.
"Mending gue jorokin aja kalo dia bertingkah lagi deh," imbuh Bela.
🍄🍄🍄
Widya menyentuh pipinya yang lecet akibat cakaran Asmita, ia meringis perih. "Kasih tau temen lo, sama anak OSIS itu yang sopan. Gue habis dicakar sama si Asmita."
Asha yang sedari tadi duduk dengan tenang mengernyitkan dahinya, Widya tiba-tiba menghampirinya dan langsung marah-marah pada Asha yang sedari tadi hanya diam saja. "Lo ngomong sama gue?" Asha menunjuk dirinya sendiri, sementara Juan dan Bima yang berada disampingnya menahan diri supaya tidak tertawa.
"Nggak lo, nggak temen lo. Sama aja kelakuannya kaya anjing."
Asha tersenyum miring mendengar perkataan Widya, "Anjing kok bilang anjing." Asha berusaha tak mencari masalah dengan Widya, ia bahkan selalu diam dan tak membalas setiap perkataan kasar Widya. Namun harin ini Asha sangat muak dengan Widya, dirinya sama sekali tak tahu apapun juga malah disemprot dengan seenak jidat.
Widya hendak ingin melayangkan tamparannya ke pipi Asha mamun di tahan oleh Reksa yang baru saja datang. "Jaga perilaku lo diruangan ini, lo disini anggota OSIS. Jaga omongan lo dan lo Sha, jangan ladenin Widya."
"Terserah." Ucap Asha dengan malas.
"Lo apa-apaan si Rek, jangan ikut campur sama urusan gue dan ni orang." Tunjuknya pada Asha.
"Ini juga urusan gue karena disini gue ketuanya, kalo lo nggak mau ngikutin aturan silahkan keluar." Reksa menunjuk ke arah pintu keluar.
Widya mendengus kesal dengan perkataan Reksa yang sudah keterlaluan, tetapi ia bisa apa dihadapan Reksa. Ia masih mau menjadi bagian dari OSIS, ia bisa dispen dengan alasan tugas OSIS.
"Sha jaga sikap lo, gue mau lo gantiin posisi Jonathan buat jadi wakil ketua OSIS." Ucap Reksa, ia tak mau image calon wakil ketua OSIS menjadi buruk di mata anak anak SMA Angkasa.
"Kenapa nggak gue aja sih. Kenapa harus manusia sampah kaya dia," jari telunjuk Widya mengarah ke Asha.
"Ini keputusan gue." Keputusan Reksa tidak bisa diganggu gugat, siapa yang tidak mau Asha menjadi wakilnya. Toh Asha juga banyak yang mengincar untuk dijadikan wakil diberbagai organisasi.
"Gue setuju," ucap Juan yang sedari tadi menyimak.
"Lagi pula Asha juga cocok buat jadi patner lo," imbuh Bima.
Asha hanya memutar bola matanya malas, memang ia membutuhkan dukungan orang-orang? Ia sama sekali tidak membutuhkan dukungan karena ia tak mau melakukannya. "Gue nggak bisa terima."
"Bagus deh kalo lo sadar." Widya tersenyum miring ke arah Asha, memang seharusnya Asha sadar diri. Karena memang dia tak pantas untuk menjadi wakil ketua OSIS.
"Kenapa nggak bisa? Gue rasa lo mampu." Ucap Reksa yang tak memperdulikan perkataan Widya.
"Ya gue nggak mau."
"Banyak yang dukung lo." Reksa tersenyum miring ke arah Asha.
"Gue nggak butuh dukungan, karena gue nggak mau." Tolak Asha, memangnya siapa yang membutuhkan dukungan.
Reksa menghembuskan nafasnya, "kalo lo jadi wakil ketua OSIS lo bakal bebas spp selama 6 bulan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments