8

Arik, Satya, dan Mahanta tengah berada di rooftop sekolah. Mahanta duduk dikursi dengan tangan yang menyalakan rokok, "Gimana sama Asmita?" Tanya Arik pada Satya.

Satya mengedikkan bahunya acuh, "menurut lo aja deh. Siapa sih yang menolak pesona gue?" Jawabnya dengan percaya diri.

"Kalo dipikir-pikir si Asmita goblok juga ya mau sama lo," ucap Arik yang membuat Satya tersenyum kecut. Sementara Mahanta malah tertawa dengan ucapan Arik.

"Lo suka sama Asmita beneran?" Tanya Mahanta memastikan.

"Jelas lah." Jawabnya dengan percaya diri.

Arik bertepuk tangan atas kepercayaan Satya yang selangit, "Gila! Gila! Ucapan kadal broh!"

"Sirik banget lo setan!"

"Bye the way, lo nggak mau traktir kita cocktail gitu nanti?" Lanjut Satya pada Arik.

"Nggak mampu lo?" Sarkas Mahanta.

"Mampulah, namanya juga usaha nyari gratisan nyet."

Arik berfikir sejenak seakan menimang-nimang perkataan Satya. "Bisa bisa," putusnya.

Ketiganya adalah para manusia-manusia yang memiliki kehidupan yang bebas, terserah mereka akan melakukan apa. Termasuk untuk meminum alkohol, meskipun umurnya belum legal.

Mereka juga tak pernah absen untuk melaksanakan kewajibannya untuk membolos, mereka membatasi diri untuk membolos. Ya, satu minggu satu kali lah wajibnya. Sungguh perbuatan yang mulia bukan.

Dari ketiganya, hanya Mahanta yang tidak terlalu menonjol. Karena terkadang ia memisahkan diri dari Arik dan Satya saat disekolah, mereka suka sekali dengan tebar pesona saat di sekolah. Mahanta paling malas dengan hal tersebut, lebih baik ia merokok di cafe dekat sekolahnya atau pergi ke rooftop untuk tidur.

"Gue mau ke kantin," ucap Mahanta yang langsung membuang rokoknya ke bawah, lalu menginjaknya supaya rokoknya mati.

"Kita ikutlah." Sahut Arik pada Mahanta yang hanya mengedikkan bahunya acuh.

Ketiganya berjalan ke kantin, disepanjang koridor Satya dan Arik terus saja berisik entah mereka memperdebatkan apa. Tak jarang juga Satya mengedipkan salah satu matanya untuk menggoda adek kelas, julukan si gombal ulung itu ternyata nyata. Buktinya Satya sudah memulai aksinya dengan gombalan-gombalan yang memuakkan.

Setelah memesan makanan dan minuman, Mahanta langsung mendudukan dirinya dibangku kosong kantin. Masa bodo dengan Arik dan Satya yang masih sibuk mengantri.

"Ngga berperkkehewanan banget lo Ta," protes Satya.

"Lo hewan?" Tanya Arik.

"Gue itu malaikat baik hati dan penyayang." Ucap Satya dengan percaya diri yang dihadiahi jitakan oleh Arik.

🍄🍄🍄

"Gue udah pernah cerita belum si waktu gue dikasi tas sama Satya?" Tanya Asmita pada Bela, Indah, dan Asha yang kini tengah duduk dikantin.

"Waktu yang didepan kelas itu kan?" Tanya Bela memastikan.

Asmita menampilkan senyum merekahnya, "bukan, gue dikasi lagi beb waktu ngedate." Jelasnya dengan wajah yang masih teesenyum.

"OMG! Lo dikasi lagi beb?" Pekik Indah girang, iri rasanya kepada Asmita. Asmita sering sekali mendapat barang-barang mewah dari Satya, sedangkan pasangannya boro-boro memberi barang mewah. Diajak ngedate aja sibuknya ngga ketulungan.

"Gila! Gila! Satya kena pelet lo Ta."  Imbuh Bela.

"Lo kok diem aja si Sha?" Tanya Asmita yang menyadari tingkah Asha yang diam saja sedari tadi.

Asha menyahuti ucapan Asmita, "gue ikut seneng kalo lo seneng." Jawabnya seadanya, lalu tersenyum.

"Lo nggak seneng ya sama Asmita?" Tanya  Indah, padahal Asmita sudah sangat semangat saat menceritakan ceritanya. Tetapi respon Asha malah tidak sesuai harapan.

Asha seperti tersudutkan karena pertanyaan Indah, bukannya ia tidak menyukai Asmita. Ia hanya sedang tidak mood saja hari ini. "Gue seneng, tapi gue lagi nggak bisa jaga mood gue sendiri." Jelasnya.

"Lo lagi ada masalah?" Tanya Bela.

Indah dan Asmita menunggu jawaban dari Asha, "gue habis dimarahin sama ibu." Jujur Asha.

Indah memutar bola matanya malas. "Halah itu mah cuma hal sepele, gue juga sering dimarahin sama mama. Tapi gue tetep santuy tuh," ucapnya remeh. Asha itu terlalu melebih-lebihkan, masalah sepele saja sampai tidak mood di pertemanan. Lemah, batinnya.

"Kan cuma dimarahin, gue kira ada masalah serius." Imbuh Asmita yang sama malasnya menanggapi cerita Asha.

"Lo kan nggak tau gue dimarahinnya gimana," jelas Asha. Ia cukup kecewa dengan respon teman-temannya yang menggampangkan sesuatu, tidak bolehkah ia menceritakan keluh kesahnya.

"Lebay banget lo Sha," tutur Bela. Baru saja ia mau bersimpatik dengan Asha, pas tau ceritanya lha kok cuma dimarahi ibunya.

Asha tersudutkan, padahal itu hanya sepenggal ceritanya saja. Belum juga ia menceritakan tentang detail apa yang dirasanya, "sorry cerita gue emang nggak menarik." Ucap Asha dengan tersenyum, ia selalu memaksa dirinya sendiri untuk tersenyum di setiap kondisi. Ia bukan orang lemah yang menunjukkan tangisannya kepada semua orang.

Asha mengira teman-temannya sudah mau bersimpatik dengan ceritanya, ternyata tidak.  Asha yakin pilihannya untuk tidak bercerita kepasa siapapun itu adalah pilihan yang benar dan tepat. Ia akan memendamnya sendiri, terkadang memendam adalah pilihan yang tepat karena tidak semua orang mampu memahami kita.

Ada baiknya kita berhenti menaruh banyak harapan kepada orang lain, karena yang mampu untuk diandalkan dan diharapkan hanya diri sendiri dan tak ada yang lain.

"Yaudah si, terima aja kalo lo dimarahin. Lo berbuat salah kali," sinis Asmita. Entah kenapa Asmita merasa kurang cocok dengan keberadaan Asha diantara teman-temannya.

"Bener tuh, kan kita ngelakuin ini itu serba salah ya sebagai anak." Ucap Indah membenarkan.

Mood Bela berubah menjadi buruk saat mendengar cerita Asha yang menurutnya tidak terlalu penting. "Lebay banget sih lo, begitu aja langsung nggak mood sama kita." Sarkasnya, ia sebal dengan tingkah Asha yang kekanak-kanakan.

"Lo nggak akan ngerti sebelum lo jadi gue," tutur Asha.

"Kita udah baik hati ya ngedengerin cerita lo," ucap Indah yang tersenyum miring. Baginya Asha itu lebay dan suka melebih-lebihkan. Buktinya masalah sepele saja Asha selalu melebih-lebihkan seolah hal itu masalah yang besar, sialnya ia sudah berteman lama dengannya. Kenapa ia baru menyadari sosok Asha yang sangat membosankan.

"Jangan gini dong Sha. Lo egois tau nggak," timpal Asmita yang juga jengah dengan kelakuan Asha. Apa-apaan kelakuannya seperti orang yang tersakiti saja.

"Oke gue minta maaf kalo memang ceritanya enggak penting." Lebih baik kan Asha meminta maaf daripada memperpanjang masalah yang pasti tidak ada ujungnya. Ia terlalu lebay sepertinya karena ingin menceritakan semua yang dipendamnya.

"Gitu kek dari tadi." Ucap Bela.

"Udahlah lupain aja keributan tadi," putus Indah yang berusaha memperbaiki suasana

Asha tersenyum miris melihat dirinya sendiri, sungguh kasian dirinya, ia seolah seperti pengemis perhatian padahal hanya mau didengarkan. Ia menyesal karena ia yang memulai keributan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!