Asha menikmati sinar rembulan dibangku taman seorang diri, rasanya lelah sepulangnya dari lomba tadi. Matanya mengamati lampu-lampu taman yang memancarkan sinarnya.
Banyak orang yang lalu lalang, entah itu bersama keluarga atau pasangannya. Sesekali bibirnya tersenyum melihat orang-orang yang berlalu lalang.
Ia sangat suka menikmati waktunya seorang diri, rasanya tenang dan damai. Ia bisa menikmati kopi yang dibelinya dengan nikmat. Rasanya pahit tetapi menjadi candu diwaktu bersamaan.
"Lo ngapain disini sendirian?"
Asha mengernyitkan dahinya bingung, tidak bisakah ia menikmati waktunya dengan tenang. Kenapa selalu ada yang mengganggu waktunya saat menikmati waktu, "Ini kan tempat umum Jer." Asha mendengus malas kepada Jery, orang yang baru menghampiri Asha adalah Jery teman organisasinya.
"Lo kan perempuan,"
Asha memutar bola matanya malas, "Kalo perempuan emangnya kenapa? Anggap aja gue waria." Balasnya santai yang dibalas kekehan oleh Jery.
"Lo udah baca proposal yang dikasi Clara?"
Asha menepuk jidatnya dengan keras, "Astaga Jer gue lupa. Udah dikirim ke gue emang?" Tanyanya.
Jery menganggukkan kepalanya, "tadi dia udah bilang ke gue. Dia suruh cek kalo gue sempat ketemu sama lo."
Masa bodo ah, dia juga lelah karena lomba. Tidak memikirkan proposan sehari saja tak apa kan, "Besok gue cek. Hari ini gue capek banget Jer," jelasnya.
Jery ikut duduk dibangku taman yang berada didepan Asha. "Selamat ya lo menang tadi," ucap Jery yang tau jika Asha lomba puisi tadi.
"Thanks,"
"Thanks juga karena lo gue jadi tau niat Cakra. Gue nggak tau lagi bakal gimana kalo gue terbawa perasaan," lanjutnya.
Jery terkekeh dengan tangan yang membuka kaleng soda yang dibawanya. "Santai aja, lagian lo juga temen gue.
"Gue juga nggak tega ngelihat lo disakitin sana temen gue sendiri, Cakra emang orangnya slengekan. Otaknya juga ikut keganggu," lanjutnya dengan tertawa.
Asha merasa beruntung karena sudah diberitahu oleh Jery tentang niat Cakra. Ya, Jery yang membocorkan rencana Cakra kepadanya, entah kenapa padahal Cakra teman sekaligus sepupu Cakra. Sekaligus tak banyak yang tahu.
Awalnya Asha merasa kaget karena ternyata Jery adalah sepupu Cakra, jika dilihat interaksi keduanya hanya seperti teman biasa. Ternyata mereka bersepupu.
"Perasaan gue itu terlalu lemah, terlebih lagi kodrat perempuan itu gampang luluh dengan perhatian. Ya meskipun gue belum luluh banget," jujurnya.
"Itu hal yang wajar,"
Asha menghela nafas panjang, "Kalo gue udah jatuh pasti gue bakal goblok banget Jer."
Asha adalah orang yang bodoh soal cinta, mau disakiti sekalipun pasti dia tetap mencintai kalo sudah goblok.
"Lo udah gue anggep kaya adek gue Sha," ujar Jery.
Entah mengapa Asha sangat mirip dengan adiknya yang telah lama tiada, tetapi ia senang karena bisa bertemu dengan sosok Asha yang mampu mengingatkan dengan adiknya yang sekarang berada di langit.
"Kenapa begitu?" Tanya Asha penasaran.
"Lo mirip adek gue yang udah di langit Sha, setiap kali gue ngeliat lo gue selalu inget adek gue." Lirinya, ia sangat menyayangi adiknya lebih dari apapun. Begitu pula dengan Asha, ia tak mau menyakiti Asha, jadi ia memberitahu tentang rencana Cakra.
"Maaf, gue nggak tau." Lirih Asha.
Jery tersenyum manis kala Asha meminta maaf, "nggakpapa. Takdir nggak ada yang tau Sha."
Manusia hanya menjalankan apa yang diputuskan semesta, sekalipun kita tidak memintanya tetapi semesta tetap akan memberikannya.
Lama-lama mereka berbicara santai satu sama lain seolah sedang mempererat pertemanannya. "Kapan-kapan gue ajak lo ketemu sama mama gue," ucap Jery.
Pasti mamanya akan menyukai sosok Asha, mamanya tentu sama seperti Jery yang selalu merindukannya. Sekarang dia sudah berada diantara bintang.
"Nanti gue diusir lagi."
Jery terkekeh mendengar ucapan Asha, "ya nggaklah. Ya kali diusir," ucapnya dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Justru malah suka sama lo, kalo udah selesai acara sekolah deh gue ajak lo ketemu mama."
"Boleh boleh aja sih,"
Asha penasaran dengan mama Jery, apakah sama seperti mamanya yang suka kasar terhadapnya. Atau justru menyayanginya, ia menepiskan harapan harapan yang terus masuk ke dalam kepalanya tanpa permisi.
"Santai."
🍄🍄🍄
Setelah bertemu dengan Asha tadi, Jery menceritakan sosok Asha kepada mamanya. Mamanya tentu tersenyum kala mengetahui sosok Asha, meskipun hanya dalam cerita Jery.
"Kapan-kapan ajak kesini kak, mama pengen tau Asha itu kaya gimana." Ucapnya dengan mengelus punggung anaknya dengan lembut.
Sila yakin Asha adalah sosok yang baik seperti dicerita Jery, "kalo acara ulangtahun sekolah udah selesai deh mah. Pasti Jery ajak kesini." Jawab Jery.
"Nanti mama bakal masak banyak kalo dia kesini, kata kamu dia juga doyan makan kan. Mama juga bakal buatin kue buat Asha," Sila pasti menantikan hal itu. Menantikan kedatangan Asha.
Jery tersenyum kala melihat kebahagiaan mamanya, setiap kali ia menceritakan tentang sosok Asha pasti mamanya selalu merespon dengan antusias seolah sudah mengenal lama sosok tersebut.
Ia mau mamanya tetap seperti itu, rasa sayang terhadap mamanya begitu besar. Ia tak rela mamanya meneteskan air matanya sedikitpun, rasanya sesat ketika melihat mamanya menangis.
Mamanya adalah semestanya.
Mamanya adalah napasnya.
Mamanya adalah sinarnya.
Ia tak akan membiarkan dunianya runtuh dan napasnya tercekat, sinarnya harus tetap bersinar dengan terang.
"Nanti mama kecapekan kalo masak banyak-banyak."
"Enggaklah, kan mamanya masak dengan sukacita." Jawabnya dengan diiringi tertawa.
"Nanti Jery bantuin deh, acara ulangtahunnya sebulan lagi kok. Masih lama," ia sengaja memilih setelah acara ulangtahun sekolah. Tentu saja karena ia tahu kalau Asha menjadi ketua panitia, tentu itu akan melelahkan baginya.
"Lama banget kak." Protesnya.
Jery merupakan anak sulung Sila, dari kecil ia terbiasa memanggilnya dengan sebutan kak. Sampai sekarang ia terbiasa memanggilnya dengan sebutan itu.
"Soalnya Asha jadi ketua panitianya mah, Jery kan juga ikut OSIS mah. Pasti bakal capek banget kan," terangnya.
"Wah keren ya dia jadi ketua panitia." Kagumnya.
"Iya mah, soalnya itu yang milih Reksa. Itu pun awalnya Asha nolak, tapi karena gratis spp jadinya dia mau."
"Emang orangtuanya nggak ngasih uang kak?" Tanyanya, ia sempat tertegun dengan apa yang dikatakan oleh anaknya itu. Kenapa Asha begitu tertarik dengan gratis SPP.
Jery menganggukkan kepalanya, "Jery sempet tanya ke Asha. Dia lagi dihukum sama mamanya karena bandel, makanya nggak dikasi uang SPP sama uang jajan."
"Loh kok sama nggak dikasi uang SPP juga kak, itu kan keperluan sekolah." Sila tak mengerti akan jalan pikiran ibunya Asha, tega-teganya tidak memberikan Asha uang sekolah.
"Jery juga nggak tau," Asha adalah sosok yang tertutup Jery hanya mengetahui sedikit tentang sosok Asha. Banyak tanda tanya yang belum terjawab oleh sosok Asha.
"Secepatnya kamu bawa dia kesini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments