“Lo yakin kalau mereka semua akan melakukan semua itu dengan ikhas, maksudku apa mereka tidak memiliki maksud terselubung saat membantu?”
Satu minggu berakhir dengan cepat, aku menggeret sebuah koper berbaris di belakang Cila di samping pintu bus yang terbuka. Ini hari dimana semua melupakan keluh kesah mereka dengan naik puncak. Jika rencana tidak gagal, sekolah akan mengadakan camping selama empat hari tiga malam yang menurutku terlalu lama.
Camping adalah hal yang paling tidak mau aku ikuti, kegiatan sekolah ini sangat membosankan. Aku tidak akan ikut program ini jika saja Cila tidak memaksaku untuk ikut. Camping. Tidak ada hal yang asik tentang program itu, bukannya ku yang senang tapi para nyamuk berpesta dan bersiap menghisap darahku.
“Semangat dong, Re.” Cila membalikkan badannya kearahku dengan senyum lebar.
“Gue tahu, lo senang banget nyiksa gue.” Aku membalasnya sinis.
“Apa salahnya? Camping seru tahu!”
“Seru dari mana? Seru dimakan nyamuk? Lagipula nanti kita harus jalan kaki dari kaki gunung, lo beneran menganggap itu seru.” Aku memandangnya aneh.
Cila menghentakkan kakinya kesal. “Bukan gitu juga, digigit nyamuk itu cuma bonus buat si nyamuk dan bonusnya buat kita adalah kita bisa lihat pemandangan, kebersamaan dan saling membantu.”
“Lo yakin?”
Cila hanya tersenyum kaku, sepertinya ia juga tidak yakin. Dilihat dari anak kelas, mereka penyendiri, tidak suka membantu apalagi anak gadis yang terlihat manja. Hanya ada sedikit lelaki yang akan menunjukkan kegagahannya untuk para perempuan yang mereka incar, selain itu mungkin akan ada beberapa pria yang ingin menunjukkan betapa kuat dan baik hatinya pada seorang gadis untuk membentuk popularitas.
Perlahan kami masuk ke dalam bus khusus untuk anak kelas sepuluh satu persatu, pada dasarnya guru mengabsen siswa agar masuk bus satu persatu. Aku duduk bersama Cila di barisan paling depan di belakang kenek bus untuk menghindari mabuk, tidak diragukan lagi karena jalannya yang naik dan berliku pasti akan membuat orang pusing.
“Nama lo Cila kan? Boleh gantian tempat duduk, lo duduk sama temen gue di belakang.” Ujar sebuah suara membuat kami berdua mendongak.
“Eh, kak Raka. Kok bisa disini?” Cila nyengir lebar menunjukkan deretan gigi putihnya.
Raka menatap Cila datar membuat Cila menengguk ludahnya kasar. Hell. Rasanya Cila sedang diincar oleh malaikat maut jika tidak pindah sekarang juga. Cila menenggok kearahku dengan tatapan pertanyaan.
Aku menggeleng pelan membuat kode agar Cila tidak memberikan kursinya pada Raka, sungguh aku tidak mau menghadapi beberapa pasang mata yang seakan menelanku utuh. Ini momen yang paling aku benci saat Raka menghampiriku saat ini. Ironis, hidupku seakan sebuah tontonan terpanas dengan rating buruk.
Cila menatapku dengan jahil tidak lupa juga dengan seringai khas orang mesum. “Oh, tempat duduk kak Raka dimana?” tanyanya menatap Raka yang masih berdiri.
“Cila! Lo apaan sih!” sentakku pada Cila yang tak diindahkan.
“Tepat dibelakang lo,”
“Oke. Jagain sahabat gue ya kak, gue takut Rea kerasukan jin tomang setelah ini.” Cila berdiri dari duduknya tanpa peringatan langsung duduk tepat di belakang tempat duduk kami barusan.
Aku mendengus kesal tak mengindahkan Raka yang kini duduk di sampingku tanpa rasa bersalah. Bus berjalan perlahan, aku mulai mengawasi keadaan luar sekitar lewat jendela sebisa mungkin untuk tidak melirik pria disebelahku.
Papan reklame, mobil dan motor terlihat dalam pandanganku membuatku mengalihkan pandangan seketika. Menurutku benda itu saat ini lebih menarik daripada seseorang yang duduk disebelahku, gedung tinggi membuatku mendekatkan wajahku pada jendela dan mendongak mengikuti tinggi gedung yang ku pandang.
“Konyol.”
Suara itu membuatku memutar mata malas, kurasa Raka hanya akan membuka mulutnya untuk membuat hari orang menjadi buruk. Aku mengalihkan pandangan menatap Raka.
“Ngapain kakak disini, Ini kan bus khusus kelas sepuluh?” tanyaku padanya.
“Kenapa?” tanyanya memicingkan mata menatapku penuh selidik.
“Ya nggak papa sih. Aneh aja,” sahutku lirih.
“Kalau gue jawab karena lo, lo bakal percaya?” Raka menatapku dalam.
Aku gelagapan dengan kemajuan ini. Menghindari tatapannya aku menatap belakang kepala kakak kelasku, aku melihat dua siswi yang mencuri pandang ke arah kami berdua dengan tatapan sinis. Hell. Yang benar saja, mata mereka bagaikan predator yang siap memangsaku, sepertinya mereka berdua salah satu fans fanatik Raka.
Terlihat dengan gaya mereka seperti intel yang tengah ingin melapor, ponsel berada di tangan serta tatapan matanya yang tidak lepas dari kami sedari tadi. Aku bergidik ngeri, bayangan orang suruhan sudah ada di benakku apalagi jika ada bos di belakang mereka. Apakah bos itu menyuruh mereka untuk menculikku lalu menguburku hidup-hidup, aku menggelengkan kepalaku cepat mengusir semua bayangan yang menghantuiku.
“Lo nggak jawab.”
Aku kembali memusatkan perhatianku pada Raka yang kini memandangku datar, kuamati sedikit wajah datarnya, alis sedikit tebal, rahang tegas, mata tajam, bibir tipis, tidak lupa aku melihat bahunya yang kata Cila bahuable. Tidak salah jika pertama kali melihat fisiknya, aku berkata bahwa ia seperti tokoh novel yang keluar.
“Jelas...” aku berkata sedikit main-main, “gue nggak percaya,” lanjutku.
“Nggak papa kalau lo nggak percaya sekarang, mungkin nanti.” Raka bergumam sambil menundukkan kepalanya.
Tidak mau melanjutkan percakapan aku menutup mataku berusaha untuk tidur. Lagipula percakapanku dengan Raka, aku tidak mau mengambil hati walaupun aku juga sedikit penasaran dengannya yang berada di bus ini. Mungkinkah Raka sedang mengincar siswi kelas sepuluh dan siswi itu berada di bus ini.
Bisakah siswi itu ternyata yang duduk di samping bangku yang aku tempati, siswi yang dari tadi terus menatap kearah kami berdua. Aku sedikit mengangguk membenarkan, bisa jadi sih karena kedua siswi itu terus menatapku dengan mata tajamnya, mungkin Raka ingin membuat salah satunya cemburu padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments