“Banyaknya keinginan yang hanya bisa kuraih dalam sebuah fiksi.” 

“Banyaknya keinginan yang hanya bisa kuraih dalam sebuah fiksi.” 

Suara siulan burung terdengar dari ponsel mengalihkan perhatianku dari lap top di hadapanku. Tertera sebuah nama yang membuatku terlihat menjadi sosok lemah karena menginginkan sesuatu darinya.

“My Dream”

Sangat mencolok. Nama yang sangat menggelikan untuk di dengar namun tidak untukku. Untuknya, aku memiliki harapan yang sangat besar padanya.

“Hallo, D...”

“Kamu tidak harus kesini, disini ada Mila dan Desi. Kamu tahu kan mereka berdua sudah cukup.”

Kata- kataku tersangkut di tenggorokan. Benar katanya, mereka berdua sudah cukup aku tidak perlu pergi kesana. Sebenarnya banyak sekali yang ingin kutanyakan padanya tapi aku sadar diri, aku tidak berhak tidak akan pernah berhak atas itu.

Memanggilnya seperti ini saja sudah suatu keberuntungan bagiku, lagipula jika bertemu dengannya aku tidak akan sanggup menatap wajah maupun matanya. Aku masih takut dengan wajah dan matanya. Mungkin ini yang terbaik.

Mungkin aku terlalu berangan padanya hingga membuatku semakin jauh dari dunia nyata. Aku terus menyelam terlalu dalam hingga aku tidak tahu jalan keluar. Dunia fiksi yang aku buat sangat indah bahkan aku tidak ingin bangun dari fiksi yang aku buat sendiri. Nyatanya dunia sangat mengerikan.

Pengecut. Itulah aku, segenggam tanah yang tidak bisa apa-apa. Di dunia ini, aku seperti buih yang terombang-ambing, buih yang tidak tahu tempat tujuan dan dimana aku akan berlabuh. Kisahku adalah fiksi yang tidak akan pernah usai.

Aku seorang penulis online yang tidak bisa menyelesaikan kisahku sendiri. Hidupku stuck. Terdiam di tempat dan tidak memiliki arah. Akankah aku dapat berlabuh seperti orang-orang, atau mungkinkah aku tetap akan terombang-ambing tanpa tujuan. Itu masih terlihat terlalu gelap bagiku.

Orang sepertiku harusnya tidak menulis novel online, karena menurutku seorang penulis harus bisa menulis kisahnya hingga selesai.

..."Banyaknya bintang berkumpul dan terang bersama-sama, sayangnya masih ada satu bintang yang redup. Aku dan ketakutanku yang belum pernah terjadi sebelumnya."...

Kegaduhan di kelas membuatku menggelengkan kepala. Meja di tata menjadi sebuah panggung, dan orang-orang asik bernyanyi dan berjoget bak seorang Idol. Setelah ketua kelas mengatakan bahwa setelah istirahat ke dua jam pelajaran akan kosong hingga jam pulang, bodohnya kelas ini tidak diberi tugas apapun.

Sangat bising, dan ini membuatku yang mencintai keheningan sedikit tidak nyaman. Lebih baik jika aku bisa pulang terlebih dahulu, namun sangatlah sayang itu tidak mungkin terjadi karena sekolah tidak mengizinkannya.

“Ci, ke kantin yuk,” ajakku.

“Gas lah.”

Cila, dia mungkin akan mudah untuk dimanipulasi dan mudah untuk dimanfaatkan. Dia terlalu mempercayai orang yang bahkan baru di kenalnya. Sebaik itu Cila hingga aku ingin sekali egois agar Cila hanya menjadi sahabatku seorang, tapi aku masih sadar bahwa menjadi egois akan semakin merusakku.

Lagi-lagi aku hanya duduk di pojok dekat jendela menunggu Cila. Banyak orang berkata bahwa aku memanfaatkan Cila, aku hanya mau enaknya saja dan Cila adalah sebagai babuku. Sebenarnya bukan begitu kenyataannya karena berkali-kali aku ingin memesan makanan dan menyuruh Cila untuk duduk.

Cila keras kepala, dia berkata bahwa dia sekalian ingin menemui kang bakso yang katanya itu sangat tampan. Tidak heran banyak siswi yang selalu membeli bakso untuk sekedar melihat atau bahkan caper pada kang bakso.

Sebuah catatan notes di hadapanku yang selalu membantuku ketika aku memiliki inspirasi untuk menulis. Benda yang sangat berharga bagi seorang penulis selain lap top. Menatap ke depan.

Punggung itu...

Punggung yang sama saat berada di Koridor waktu itu. Sosok yang seperti keluar dari sebuah tokoh fiksi ataupun webtoon. Tanpa sadar tanganku mencoret di notes yang tengah kupegang.

“Re, nih pesanan lo. Baksonya kang Gibran yang enaknya mantul, tampang penjualnya pun mantul. Semuanya mantul.”

Aku hanya memutar bola mataku malas. “Tampangnya mantul mah buat lo aja, buat gue mah enggak,” balasku sekenanya. “Lagian nih ya, tokoh fiksi gue lebih mantul daripada kang Gibran yang lo sebutin itu,” cercaku.

“Ih, mendingan kang Gibran gue yang nyata daripada fiksi lo yang 100% orangnya nggak ada,” selaknya padaku.

Aku mendelik tidak terima. “Enak aja, tokoh fiksi gue yang paling cakep, keren. Lo mau yang kayak gimana? Good boy, bad boy, Ceo maupun mafia gue jabanin,” cercaku tak terima.

Mau dari segi manapun tokoh fiksi yang kubuat sangat sempurna dan lengkap seperti yang kusebutkan tadi.

Cila berdecak. Mendorongku pelan, “bagaimana pun kang Gibran gue tetap paling real.” Cila menatapku penuh kemenangan.

“Tahu ah, yang tergila-gila sama kang Gibran. Boleh kali kapan-kapan gue yang pesan, pengen lihat seberapa cakepnya gandrungan para cewek sini.”

“Enak aja, nggak boleh. Nanti lo kepincut lagi sama kang Gibran. Nggak ridho gue,” bantahnya.

Sekali lagi aku melihat orang yang duduk di meja depanku bagaikan ditarik oleh magnet untuk terus menatapnya. Akhirnya aku sedikit bergeser mendekat ke arah Cila. Menoel lengannya.

“Ci, lo mau tahu tampang tokoh novel dari belakang yang selalu gue bicarakan sama lo setiap harinya?” tanyaku.

Cila mengangguk senang. Bahkan jika Cila bilang tidak mungkin akan ada orang seperti dalam fiksi, Cila masih menginginkan melihat seperti apa visual fiksi yang di gemari banyak pembaca.

“Noh, lihat depan lo.”

Dengan semangat Cila langsung mendongak menatap depannya dimana orang itu berada. Binar di matanya tidak hilang sedetikpun.

“Gila, gila. Sempurna bagaikan gue ketemu Idol Korea,” Ucap Cila. “Eh, sebentar. Gue kayak pernah lihat punggung itu,” lirihnya.

Aku mengernyit bingung. Kukira, cowok di depanku murid baru atau pindahan. Aku tidak menyangka dia murid di sini, jika Cila berkata pernah melihatnya maka berarti Cila benar-benar pernah melihatnya tapi kenapa aku baru melihatnya saat di koridor. Mungkin aku yang kudet dan terlalu acuh terhadap sekitar.

“Omo, omo, omo. Re, itu KAK RAKA!”

Seruan itu cukup untuk di dengar hingga meja depan membuat cowok yang kusebut sebagai tokoh yang keluar dari dunia fiksi menoleh.

Deg.

Tidak salah lagi, dia benar-benar seperti tokoh novel yang kubuat. Rahangnya tajam, bahu lebar yang sangat cocok untuk bersandar, tinggi dan tatapan matanya yang malas.

Mata itu.

“Black Eyes,” gumamku yang masih bisa terdengar Cila.

Cila, dia mematung bagaikan batu. Menatap Raka seakan ingin menelannya hidup-hidup. “Ganteng banget.”

Orang yang di sebut sebagai kak Raka itu mengangkat salah satu alisnya membuat gempar orang di kantin. Karena jam kosong membuat mereka memutuskan berada di kantin, dan secara kebetulan yang amat beruntung bagi mereka adalah bisa bertemu sosok yang di gembor-gembor kan oleh mereka. Dia, Raka Adijaya.

Sosok yang membuat kaum hawa menjerit hanya dengan menyebut namanya. So, tidak salah jika aku menjulukinya sebagai tokoh yang keluar dari buku fiksi, toh memang hampir sama.

“Apa?” tanyanya.

Cila hanya diam, sementara aku gelagapan mau menjawab apa. Aku hanya menggeleng konyol ketakutan. Tidak. Mata itu membuatku takut untuk menyelam lebih banyak. Takut ikut terombang-ambing dalam masalahnya, takut tidak bisa keluar setelahnya. Mata itu membuatku ingin menyelam dan masuk bersama ke dunianya yang entah dunia seperti apa yang aku pun tidak paham.

Tanpa sadar tanganku menjadi dingin. Wajahku menjadi pucat, ketakutan seperti ini belum pernah terjadi padaku. Memang tidak masuk akal aku bisa seperti ini dengan keadaanku seperti orang kesetanan.

“Takut, hm.”

Raka tersenyum melihatku. Dia berdiri dan berjalan keluar dari kantin dengan sorak dari seluruh orang di kantin, kecuali aku tentunya. Senyum itu menjadi sejarah dalam SMA Pelita, pasalnya Raka yang tidak pernah tersenyum tiba-tiba tersenyum hingga menjadi bahan gosip.

Tapi tidak denganku. Tidak dengan seorang Rea Andana, aku malah semakin ketakutan, senyum itu membuat alarm di kepalanku berdering keras. Berdering menyuruhku untuk berhenti. Dia sangat berbahaya.

“Re, Re. Lo kenapa sih.” Cila menggoyangkan badanku pelan membuatku tersadar. Keringat dingin keluar di dahiku.

“Ngg... nggak papa kok, cuma nggak tahu kenapa gue tiba-tiba takut gini sama dia,” tukasku serius. Tidak ini, aku harus jauh-jauh dari seorang Raka mulai saat ini, jangan pernah bersinggungan dengannya sedikit pun.

“Dia.. dia siapa maksud lo?” tanya Cila tak paham.

Aku hanya menggeleng lemas, memutuskan untuk tidak membahasnya bersama Cila. “Lo,” ucapku sembrono.

Terpopuler

Comments

Izuku

Izuku

Ceritanya bikin ngeri tapi bikin ga bisa berhenti baca 🙈

2023-11-01

0

lihat semua
Episodes
1 “Ha... Ha... Aku ingin sekali tertawa jika mengingat bahwa dunia sangat lucu”
2 “Lebih baik jika kita hidup sebagai simulasi dari sebuah komputer..."
3 “Banyaknya keinginan yang hanya bisa kuraih dalam sebuah fiksi.” 
4 “Dari banyaknya orang yang ku takuti, kenapa harus kamu yang membuatku..."
5 “Keinginan yang membara membuatku maju sedikit demi...
6 “Kini adalah masaku, masa dimana untuk memulai semuanya...
7 “Aku mulai merasakan kehidupan yang melegakan, semoga...
8 “Sedikit kata tentang belenggu. Aku masih terlalu awam untuk...
9 "2"
10 “kini aku mengerti. Kadang kalanya menggertak orang merupakan...
11 "Mengubah beberapa sifat untuk membuat seseorang nyaman...
12 “Awal baru dan perjalanan baru untuk mengubah hidupku...
13 “Semuanya bukan tentang kata motivasi. Motivasi bisa...
14 “Kita tidak dapat mengulang masalalu tapi kita bisa memper...
15 "Bersama denganmu membuatku sedikit tidak nyaman. Jangan...
16 “Fiksiku terlalu tinggi dan kini aku tertampar.”
17 “Lihatlah kehidupan seorang antagonis. Nyatanya dia protagonis...
18 "2"
19 “Banyak orang yang sama seperti Cila. Ketika dia salah tapi tidak
20 “Lo yakin kalau mereka semua akan melakukan semua itu...
21 "Tingkahnya membuatku bingung. Sebenarnya apa..."
22 “Camping yang sungguh membagongkan. Aku masih tidak...
23 “Tanpa sadar aku ikut masuk dalam kerumunan, canda tawa...
24 “Mempunyai kalian berdua sudah cukup untukku sebagai...
25 “Kenangan ini akan selalu berada di pikiranku. Kalian berdua...
26 “Dia mendekatiku bagaikan aku makanan lezat yang dapat
27 “Aku masih bingung dengan keputusanku karena Jalan apa...
28 “Kata “ikhlas” memang mudah tapi sulit untuk hati kita. Tapi aku
29 “Antagonis yang bertindak bagai protagonis. Mungkin...
30 “Mengerti dan tidak mengerti cara menggiring bola dan
31 “Kejadian itu membuatku harus mencari jalan memutar. Aku...
32 "Jangan cari masalah denganku, aku bukan orang yang...
33 “Terpaksanya aku harus menggunakannya, entah kemana lagi...
34 "Dia mengintai seperti mata-mata, tapi aku tidak dapat melihatnya. Bahkan...
35 “Cilia Rakit. Itu namaku, betapa aku berharap bahwa sahabatku...
36 “Jangan salahkan aku jika kamu tidak bisa lepas dariku setelah
37 "Apa kataku, dia tetap mengintai bahkan setelah kita sampai
38 "Seluruh tubuhku terasa ringan setelah masalah ini terpecahkan. Aku...
39 "Nyatanya jadi babu seorang Raka Adijaya sangat mengerikan. Dia
40 "Kini, aku menjalani hariku tanpa rasa khawatir karena sepertinya aku...
41 “Antagonis muncul dengan sangat cepat. Dia... Aku sudah...
Episodes

Updated 41 Episodes

1
“Ha... Ha... Aku ingin sekali tertawa jika mengingat bahwa dunia sangat lucu”
2
“Lebih baik jika kita hidup sebagai simulasi dari sebuah komputer..."
3
“Banyaknya keinginan yang hanya bisa kuraih dalam sebuah fiksi.” 
4
“Dari banyaknya orang yang ku takuti, kenapa harus kamu yang membuatku..."
5
“Keinginan yang membara membuatku maju sedikit demi...
6
“Kini adalah masaku, masa dimana untuk memulai semuanya...
7
“Aku mulai merasakan kehidupan yang melegakan, semoga...
8
“Sedikit kata tentang belenggu. Aku masih terlalu awam untuk...
9
"2"
10
“kini aku mengerti. Kadang kalanya menggertak orang merupakan...
11
"Mengubah beberapa sifat untuk membuat seseorang nyaman...
12
“Awal baru dan perjalanan baru untuk mengubah hidupku...
13
“Semuanya bukan tentang kata motivasi. Motivasi bisa...
14
“Kita tidak dapat mengulang masalalu tapi kita bisa memper...
15
"Bersama denganmu membuatku sedikit tidak nyaman. Jangan...
16
“Fiksiku terlalu tinggi dan kini aku tertampar.”
17
“Lihatlah kehidupan seorang antagonis. Nyatanya dia protagonis...
18
"2"
19
“Banyak orang yang sama seperti Cila. Ketika dia salah tapi tidak
20
“Lo yakin kalau mereka semua akan melakukan semua itu...
21
"Tingkahnya membuatku bingung. Sebenarnya apa..."
22
“Camping yang sungguh membagongkan. Aku masih tidak...
23
“Tanpa sadar aku ikut masuk dalam kerumunan, canda tawa...
24
“Mempunyai kalian berdua sudah cukup untukku sebagai...
25
“Kenangan ini akan selalu berada di pikiranku. Kalian berdua...
26
“Dia mendekatiku bagaikan aku makanan lezat yang dapat
27
“Aku masih bingung dengan keputusanku karena Jalan apa...
28
“Kata “ikhlas” memang mudah tapi sulit untuk hati kita. Tapi aku
29
“Antagonis yang bertindak bagai protagonis. Mungkin...
30
“Mengerti dan tidak mengerti cara menggiring bola dan
31
“Kejadian itu membuatku harus mencari jalan memutar. Aku...
32
"Jangan cari masalah denganku, aku bukan orang yang...
33
“Terpaksanya aku harus menggunakannya, entah kemana lagi...
34
"Dia mengintai seperti mata-mata, tapi aku tidak dapat melihatnya. Bahkan...
35
“Cilia Rakit. Itu namaku, betapa aku berharap bahwa sahabatku...
36
“Jangan salahkan aku jika kamu tidak bisa lepas dariku setelah
37
"Apa kataku, dia tetap mengintai bahkan setelah kita sampai
38
"Seluruh tubuhku terasa ringan setelah masalah ini terpecahkan. Aku...
39
"Nyatanya jadi babu seorang Raka Adijaya sangat mengerikan. Dia
40
"Kini, aku menjalani hariku tanpa rasa khawatir karena sepertinya aku...
41
“Antagonis muncul dengan sangat cepat. Dia... Aku sudah...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!