“Banyak orang yang sama seperti Cila. Ketika dia salah tapi tidak menginginkan dia disalahkan. Apa daya, dia sahabatku dari orok.”
“AKHH!!! GUE NGGAK NYANGKA BAKAL BISA SEDEKET ITU SAMA KAK RAKA. LO TAU RE, JANTUNG GUE MAU MELETUS!!” teriak Cila yang berdiri menggema di penjuru kamar bernuasa putih.
“Lebay lo,” sahutku sedikit mendesis.
“Gue nggak lebay. Lo aja yang kurang waras jadi lo nggak ngerasain kayak gue.” Cila memandangku sinis.
Aku memandang tingkah aneh Cila setelah Cila mengatakan itu. Cila. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan sesekali tersenyum dan terkekeh sendiri jadi yang waras siapa? Apakah sesenang itu hanya pulang diantar Raka atau mungkin ada hal yang lain.
Tidak memedulikannya aku berbalik menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku. Lamat, kutatap wajah ovalku ke cermin yang berada di depanku. Terlihat sedikit berbeda, kini ada sedikit pancaran dimataku tidak seperti dulu yang mati. Pancaran itu kini hidup kembali untuk menyambung keinginan dunia yang belum pernah aku penuhi.
Aku ingin membuat kisahku sendiri, entah itu berakhir baik atau tragis aku akan melewatinya. Tidak ada lagi rasa takut dimataku hanya ada keinginan membara untuk menyelesaikan kisahku. Dialogku sudah kumulai sejak lama dan kini aku meneruskannya. Aku ingin meresapi setiap harinya, setiap dialog meresap dihatiku.
Aku menjadi sedikit munafik orang yang paling aku benci untuk menyelesaikan kisahku entah kisahku akan berakhir atau tidak aku menuliskannya dengan gamblang. Menulisnya tanpa akhir yang dipaksakan hingga aku bisa menerbitkan kisah didalamnya, sedikit dari kata “terbit” aku ingin kata “terbit” juga menerbitkan sebuah keteguhan hati yang tak goyah.
“Re, gue mau cerita.” Cila berdiri dengan salah satu kakinya yang ditekuk menyender pada kusen pintu kamar mandi.
Aku hanya menatapnya menyuruh Cila untuk bercerita.
“Kemarin gue ketemu sepupunya Aca, Cowok. Dia juga ganteng sebelas dua belas sama kak Raka, sayangnya dia nyebelin. Padahal gue nggak salah tapi dia nyalahin gue, manggil gue bocah lagi. Untung gue sabar kalau nggak udah gue gampar,” papar Cila panjang lebar.
“Kok lo bisa tahu kalau dia sepupunya Aca?” tanyaku bingung. Masalahnya aku pun juga tidak tahu jika Aca memiliki sepupu.
“Jadi gini,”
Flasback on
Cila berjalan dengan sekantong plastik jajanan ditangannya, ia berjalan santai seolah pundaknya tidak ada beban dunia sedikit pun. Tentu saja karena masalah Rea sudah selesai dan ia tidak perlu memperhatikan soal sahabatnya satu ini, dan tentu saja Cila sangat senang dengan perubahan signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Itu berarti Rea sudah membuang masalalunya yang mengerikan dan tidak perlu diingat.
Cila berhenti sebentar mengamati cilok yang berada di gerobak tidak jauh darinya, tanpa kata ia menghampiri gerobak itu.
“Mang, Ciloknya sepuluh ribu!” Cila berteriak membeli cilok.
“Iya neng sebentar.”
Tidak menjawab. Cila mengamati sekitarnya, tempat berjualan cilok ini sebenarnya sangat menguntungkan. Berada di tempat yang strategis, dipinggir jalan raya yang banyak dilewati lalu lalang. Tidak heran Cila melihat Cilok yang berada digerobag tinggal sedikit.
“Ini, Neng.” Penjual Cilok menyerahkan bungkusan cilok yang dipesannya tadi.
“Makasih pak,” balas Cila sambil memberikan uang sepuluh ribu yang berada di kantong celananya.
Cila berjalan sambil memasang haedseat di telinganya mendengarkan lagu K-pop ingat bukan lagu barat. Jangan salah, Cila adalah salah satu dari sekian banyaknya juta orang yang paling menggemari lagu K-pop. Maka dari itu Cila selalu men-dwonload lagu baru setiap ada lagu baru dari negeri gingseng tersebut.
Tidak hanya bisa menyanyi, Cila juga bisa menirukan dance dan koreografi dari para penyanyi aslinya karena Cila yang gemar, bahkan Cila memiliki akun Youtube yang menampilkan dia sedang bernyanyi sambil bernari bak idol Korea yang tengah booming di tengah kalangan masyarakat.
Dengan lagu Jungkook yang saat ini tengah naik tangga ke bildboard berjudul seven, ia bernyanyi dengan sedikit gerakan di kakinya. Ia menyebrang jalan tanpa peduli sekitar, berputar dengan anggunnya hingga suara tabrakan terdengar.
Brakk!!
Cila melirik mobil yang kini menganggrok di bawah pohon itu sejenak dan kembali berjalan setelah memastikan bahwa orang yang berada di dalam mobil masih aman.
“Nggak merasa bersalah?”
Suara itu membuat Cila menoleh dan mengernyitkan kening. Siapa yang dia maksud? Cila menunjuk dirinya sendiri dengan konyol. “Lo ngomong sama gue?”
Pria itu memijat keningnya mencoba menghentikan rasa pusing yang mendera di kepalanya. Menatap Cila penuh kekesalan.
“Bocah, yang sopan lo sama gue.”
“Gue bukan bocah!” Cila mengeraskan suaranya tidak terima dikatain bocah. Seumur-umur baru kali ini ia di juluki bocah.
“Tanggung jawab lo. Sini gue pinjam ponsel lo.”
“Ogah, nanti lo maling lagi.” Cila mendesis tak sopan.
Pria itu mengernyit. “Sejak kapan maling pakai mobil?” tanya pria itu.
“Idih, sekarang banyak tahu maling tapi modus kayak lo!” teriak Cila.
“Pinjam sekarang. Gue mau menghubungi sepupu buat jemput.”
Dengan berat hati, Cila mengambil ponsel di sakunya dan menyerahkan ponselnya pada pria didepannya. Cila mengamati pria tersebut bagaikan predator yang siap menangkap mangsa jika saja ponselnya dibawa kabur.
Tidak lama setelah pria itu mengetik sesuatu di ponsel Cila, ia mengembalikan ponsel pada pemiliknya dengan sedikit mendengus.
“Tanggung jawab. Lo nggak boleh pergi sebelum orang yang jemput gue datang,” ucap pria itu.
“APA!! NGGAK MAU GUE. GUE SALAH APA SAMA LO SAMPAI HARUS TANGGUNG JAWAB!!” Teriak Cila menggelegar.
Pria itu menatap Cila datar bak jalan tol. “Lo berdiri di tengah jalan. Untung jalanan lenggang dan cuma gue yang lewat, coba kalau banyak yang lewat. Mau jadi apa lo, mau jadi bubur.”
“Sembarangan kalau ngomong. Lagipula jalan masih lebar, gue berdiri di tengah juga mobil lo bisa lewat samping!” jawab Cila tak mau mengalah. Padahal dia sadar jika dirinya salah, apa boleh buat.
“Anak SD aja tau kalau jalan itu di pinggir, kalau nyebrang itu lihat kiri kanan enggak kayak lo yang nyebrang aja masih harus dituntun kayak TK,” ucap pria itu pada Cila yang kini seperti setan merah.
Tidak mau lagi berdebat, Cila mingir dari tenggah jalanan menuju bawah pohon tempat mayat mobil dengan hentakan kakinya. Tiga puluh menit kemudian tidak ada yang berbicara sampai sekarang. Cila benar-benar marah, kekanakan memang tapi inilah Cila.
Tin.
Mobil putih berhenti tepat di sebelah rongsokan mobil, seorang gadis muncul dengan celana jens dan cardigan menghampiri manusia yang berada di bawah pohon.
“ACA!! JADI DIA PACAR LO!! SUMPAH NGESELIN BANGET!!” teriak Cila tertahan setelah mengetahui siapa yang ada didepannya.
Aca berjengit kaget, menatap Cila dengan bingung. “Lo kok bisa disini?” tanyanya heran.
“Tanya sama pacar lo. Siapa yang buat gue, si Cila yang cantik dan bahenol istrinya Jungkook bisa ngejonggrok disini!” geram Cila.
“Dia sepupu gue.” Aca menggaruk rambutnya bingung.
“APA!! TAU AH. GUE MAU PULANG. DASAR OM OM ONCOM!!” Cila tidak mau menggali lebih lanjut hubungan mereka.
Flasback off
“Lagian, salah lo juga sih berdiri di tengah jalan.” Aku menyalahkannya.
“Ih. Lo kok malah belain om om oncom sih.” Dengus Cila kesal.
Jika kamu tahu betapa bahayanya melanggar privasi orang, mungkin kamu tidak akan masuk kedalam prrivasi mereka lebih dalam.
Pagi ini agak berbeda dari hari yang lain, di sebuah rumah tampak gaduh dengan sedikit pertengkaran. Barang-barang dilempar bebas beterbangan tak menentu. Sungguh hari yang sangat sial bagi Rea. Pagiku di hari sabtu yang biasanya cerah kini sangat berantakan ulah satu monster gorila yang dari tadi sibuk mencari ponsel yang entah dimana.
Sial. Jika saja aku tahu akan jadi seperti ini, aku tidak akan membiarkan Cila menginap tepat di sabtu. Waktu tidurku jadi terganggu. Karena hari sabtu dan minggu adalah hari surga bagiku karena aku akan bermalas-malasan dan berguling-guling di kasur sepuasku.
“Re, bantuin gue lah. Dari tadi nggak ketemu nih!” Cila berteriak saat berada di sofa ruang keluarga dengan keadaan jungkir balik.
“Makanya kalau naruh barang tuh jangan sembarangan,” ujarku memberinya wejangan. Saat ini aku tengah berada di dapur membuat sarapan, jika Cila tidak ada disini boro-boro membuat sarapan aku akan bergelung dengan selimut hingga siang.
“Dari pada gue kenyang wejangan mending gue kenyang gosip.” Cila menyerah dan memilih menghidupkan tv berita gosip hari ini.
“Gosip mulu. Lo mau jadi ratu gosip.
“Kalau bisa kenapa enggak, lumayan jual gosip dapat duit,” kata Cila asal.
“Lo nggak takut overdosis?” tanyaku yang kini membawa dua piring nasi goreng telur ceplok dan menyerahkan pada Cila.
Cila mendengus, “mana ada overdosis gosip.”
“Ada, lo nggak percaya? Nyatanya didunia ini nggak ada yang nggak mungkin. Mungkin akan berbeda dari candu narkoba yang ujungnya overdosis, mereka berdua sama. Ketika lo sudah candu sama yang namanya gosip dan saat itu lo nggak dapat gosip itu, lo bakalan nyari terus sampai dapat. Lo bisa menggunakan cara apa saja agar lo bisa mendengar gosip itu sendiri.”
Aku memandang lamat tv didepanku dan membayangkan semuanya. Aku tahu ini mungkin tidak akan terjadi tapi juga bisa terjadi, kecanduan terhadap gosip membuat mereka selalu mencarinya. Tidak hanya aktris maupun aktor, bahkan orang biasa pun bisa dilanggar privasinya. Ini membuatku muak. Kenapa mereka mengumbar privasi orang lain sedangkan kebusukan orang yang mengumbar privasi orang akan tetap aman.
Seperti dispatch yang berada di Korea, mereka memang bekerja tapi bekerja untuk menyakiti orang lain. Hal yang luar biasa menakutkan dari mereka adalah kebiasaan menguntit orang hanya kenapa mereka tidak menguntit orang yang akan bunuh diri saja dan menyelamatkan hidup mereka ketimbang mementingkan gosip. So, ini hanya pandangan pribadiku sebagai Rea Andana dan tidak lebih. Tapi bukankah mereka benar-benar jahat.
“Ci. Lo pasti tahu dispatch kan? Banyak orang yang sedih karena privasinya hancur, dan lo bisa bayangin kalau jadi mereka.”
Cila mengangguk sedih. Karena dispatch sangat mengerikan dimatanya, semua privasi yang seharusnya aman malah tersebar luas. Untung itu tidak ada di Indonesia. Memilih diam dan makan apa yang sudah Rea persiapkan.
Wajah menyedihkan Cila sedikit membuatku terganggu, tapi biarlah Cila bisa membedakan baik dan buruk karena menurutku mengganggu privasi orang lain itu cukup buruk. Ketika privasi mereka hancur mungkin mereka akan takut menghadapi dunianya sendiri. Karena sepandainya mereka bersembunyi dari kenyataan dan ternyata kenyataan itu keluar tanpa persetujuannya, disitulah mereka akan menangis bersama.
“Ke mall yuk, Re.” Cila menatapku dengan penuh bintang dimatanya.
Aku menggeleng lemah menatap mata itu, apakah dipikir Cila aku akan luluh hanya dengan tatapan anak anjingnya. Aku dan Cila baru kemarin pergi ke mall dan kini Cila meminta pergi kesana? Hei, itu pemborosan.
“Ci. Minggu depan katanya camping, emang camping dalam rangka apa sih?” tanyaku bingung.
Cila memandangku aneh. “Sumpah, lo tanya itu. Rea Andana, lo masih tanya apa yang udah dijelasin sama guru. “
Aku hanya nyengir kaku mendengar penuturan Cila. Waktu itu aku sibuk dengan kertas notes dihadapanku untuk membuat karakter tokoh membuatku lupa jika di depanku ada seorang guru yang berbicara panjang lebar.
“Sekolah ngadain acara camping tiap semester satu dan itu diperuntukkan dari kelas 1 sampai kelas tiga. Ya, ampun Rea. Ini tuh sebenarnya sudah bukan rahasia umum sekolah jadi nyebar sampai kalangan, dan lo malah nggak tahu!” Cila menggelengkan kepalanya menatapku melas bagaikan aku anak desa yang tidak tahu apa-apa.
“Mau gimana lagi. Projek novel baru gue lebih penting, lo juga tahu kan kalau gue lebih milih projek daripada sekolah. Dilihat dari manapun projek gue bakal dapat duit sedangkan sekolah mengeluarkan duit, gimana gue nggak tergiur.
Cila menggeplak kepalaku pelan, “ gue kasih tahu ya. Keduanya mau projek ataupun sekolah itu sama pentingnya, jadi lo nggak bisa ngambil salah satunya sebagai prioritas. Kalau gue jadi lo yang hanya mentingin projek kenapa harus sekolah? Apa gunanya sekolah cuma boros duit dan mending bikin projek aja yang menghasilkan,” Ucapnya panjang lebar padaku.
“Akhirnya Cila gue udah besar,” Aku mengacak rambutnya kasar.
Cila mendengus ringan menatapku menyelidik, “lo kira gue anak kecil!” kesalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments