“Fiksiku terlalu tinggi dan kini aku tertampar.”

“Fiksiku terlalu tinggi dan kini aku tertampar.”

Tin.

Suara klakson motor memekakan telingaku di depan rumahku terdengar keras, aku berdecak kesal dengan siapa gerangan yang menyasar sampai rumahku. Sedikit aneh karena tidak biasanya ada orang yang bertamu ke rumahku, apalagi sekarang waktunya orang sibuk.

Aku sedikit santai ketika berpikir yang menjemputku adalah Cila, kadang dia akan menjemputku dan mengklakson motornya di depan rumahku. Sengaja aku berlama-lama di dalam rumah sekalian untuk mengerjainya.

Tin. Tin. Tin.

Oke. Cukup. Sepertinya Cila sudah tidak sabar menungguku, aku membuka pintu dengan seringai di wajah dan senyumku luntur seketika terganti wajah tercengang melihat orang yang berada diatas motor. Bukan motor sport seperti difilm melainkan motor vario biasa, yang menungganginya adalah Raka. Sebentar, sepertinya ada yang salah.

Ada apa gerangan seorang Raka di rumahku, lagi, motor vario lengkap dengan helm dikepalanya seta sebuah helm di tangannya. Apa imajinasiku terlalu tinggi hingga menyangka jika anak orang kaya akan menggunakan motor sport dan kini realita menamparku dengan keras. Kenapa berbanding terbalik, entah pemikiran fiktifku sepertinya sangat jauh berbeda dengan realita.

Ekspresiku menjadi jelek seketika, lain kali ingatkan aku saat aku membuat novel agar aku selalu mengingat kenangan ini sebagai patokan.

“Cepat!”

Seruan itu membuat wajahku semakin jelek karena yang terjadi di hadapanku sebenarnya sebuah kenyataan. Aku berjalan menuju motor yang terparkir rapi di depan sana.

“Kak, gue nggak mimpi kan? Lo benaran disini, perasaan gue nggak ada janjian mau jemput-jemputan kayak gini deh.” Aku beruntun seperti rel kereta api sampil menatapnya tak percaya.

Rak menjangkau tanganku membuatku sedikit terseret ke depan, dengan tatapan tajamnya yang menembus mataku bagaikan silet. Aku mendengus pelan. Aku yakin kedepannya jika kakak kelasnya ini punya pacar, bukannya pacarnya akan beruntung tapi malah sengsara.

Sudah jelas dari sekarang, tapi entah jika nantinya Raka malah akan bucin... sebucin-bucinnya sama pacarnya. Orang bisa saja berubah apalagi jika untuk orang tersayang. Aku membayangkan bagaimana nantinya Raka jika punya pacar. Apakah akan menjadi cerewet seperti nenek-nenek atau akan tetap datar seperti tripleks, yang lebih parahnya lagi kalau berubah bagaikan bayi-bayi seperti beberapa cerita yang pernah kubaca. Aku menatap Raka merinding dan menggelengkan kepala.

TIDAK MUNGKIN!! Berdasarkan dengan sifat Raka, ia mungkin malah akan menjadi galak. Bapak killer. Mungkin itu yang akan menjadi julukannya jika sudah berkeluarga.

“Buruan nanti telat!”

Sentakan itu membuatku mencebik kesal. Hell. Siapa juga yang menyuruhnya menjemputku lagipula kemarin tidak ada janji untuk menjemput sama sekali dan sekarang dia malah menyalahkanku. Kalaupun janji, aku akan menolaknya dengan tegas. Siapa juga yang mau berangkat bersamanya. Lagi, jika aku berangkat bersamanya mungkin aku akan disantap para cabe-cabe kiloan di sekolah mengingat bahwa pria di depanku ini orang yang berpengaruh di sekolah. Hell. Bagaimana kalau aku dibully nanti.

Terkesiap, aku segera melepaskan tanganku menolak ikut denganya. Berabe jika ini terjadi. Aku tidak akan mau berurusan dengan para fans fanatik seorang Raka dan yang aku tahu fans fanatik Raka sangat brutal, bagaimana jika aku menjadi peyek yang lebur. Sungguh mengerikan.

“Nggak mau gue. Mau jadi apa gue kalau fans fanatik lo nyerbu!” refleks aku berseru.

Raka terkekeh mendengar seruanku dengan alis longgar melepas tanganku alu bersedekap dada dan mengamatiku dengan seksama seolah aku tontonan yang sangat menarik.

“Apa?” tanyaku nyolot.

“Lo terlalu tinggi berimajinasi,” kata Raka. “444 ,” lanjutnya dan mengalihkan pandangan.

“Apa tuh 444, nggak jelas banget lo.” Aku mengernyit bingung, apa yang dimaksud kakak kelasku ini. 444 mungkinkah sebuah kode? Kenapa aku bisa tidak tahu dan pentingnya aku bodoh dalam hal kode angka.

“Buruan. Telat, lo yang gue salahin.”

Aku berdecak, terlihat jelas bahwa Raka menghindari pertanyaanku kali ini atau aku yang terlalu bodoh tidak tahu apa kode itu. Aku akan mencarinya nanti, itu pun kalau aku ingat. Memilih tidak melanjutkan percakapan dan langsung naik ke atas motornya.

Secara tidak sadar dengan naluriku, aku membuat benteng besar saat dia berada di sekitarku seolah dia adalah monster yang harus aku jauhi sejauh-jauhnya. Sebenarnya aku juga tidak tahu dengan apa yang aku lakukan tapi insting kuutamakan karena aku tidak ingin menyesal di kemudian hari.

Di parkiran sekolah.

“Anak baru.” -1

“Dua.” -2

Bisik-bisik terdengar setelah aku tiba di sekolah, lebih tepatnya parkiran sekolah. Mungkin mereka tidak tahu jika yang memakai motor vario atau mungkin Raka belum pernah memakai motor saat kesekolah. Aku memutar mata cuek. Ini bukan urusanku dan aku tidak bisa mengatur siapa pun untuk tidak julit, seandainya mereka tahu siapa yang mereka juliti pasti langsung kabur. Aku hanya takut apa yang aku bayangkan akan segera terjadi. Pembullyan. Kata itu cukup membuatku takut.

Bayangkan saja, dari banyaknya siswi banding 1, sangat tidak mungkin aku akan menang kecuali teman online ku ada di sini membantuku. Itu hal yang mustahil.

Menghembuskan nafas frustasi, aku turun dari motor dan melepas helm sedikit tidak santai. Aku merapikan rambut tergeraiku yang sedikit kusut hingga sebuah tangan ikut membenahi rambutku membuatku menoleh ke belakang. Aku menegang seketika.

Sial. Raka. Dia tanpa melepas helmnya berdiri di belakangku dan membantuku membenahi rambut. Apa ini Raka atau kembarannya? Seperti berbeda orang, sadar aku langsung maju satu langkah menghindari tangannya yang berada di puncak kepalaku. Tanpa kata aku berlalu meninggalkan tempat itu tergesa tanpa menoleh, samar aku masih bisa mendengarnya terkekeh.

Merinding. Sampai di kelas aku duduk bersandar pada sandaran bangku di belakangku. Aku masih tidak bisa mempercayai apa yang telah dilakukan Raka padaku. Hei, Raka dan aku tidak sedekat itu kami lebih tepat jika dibilang seperti Tom and Jerry atau tuan dan babu. Berteman saja tidak.

Mungkinkah Raka kerasukan setan atau sebangsa jin. Itu lebih mungkin.

Brak.

“Woy!!”

Gebrakan serta teriakan Cila mengagetkanku. Aku sebenarnya sedikit heran, apa tidak bisa Cila datang tanpa heboh seperti reog ponorogo. Setiap kali Cila datang dan menyapaku ketika tengah tidak fokus pasti kata “woy!” itu akan keluar dari mulutnya.

“Ada murid baru. Re, katanya dua orang datang barengan pakai motor vario, satu cowok sama satu cewek,” Cila berkata menghadapku. “Lagi nih, paling menghebohkan mereka baru aja datang dan sekarang sudah famous apalagi nanti. Pokoknya kita harus berteman sama mereka, bisa jadi kita ikutan famous.” Cila berbicara panjang lebar.

Aku memicingkan mata, yang dibicarakan Cila ternyata aku. Murid baru? Yang benar saja, apa mungkin aku tidak pernah terlihat hingga semua murid menganggapku anak baru. Bisa diterima sih karena aku baru setengah tahun berada di sekolah ini, tapi Raka? Bagaimana dia bisa dianggap sebagai anak baru sedangkan ia sudah bersekolah disini satu setengah tahun dan lagi, dia terkenal. Mungkin ini sebabnya Raka menghentikan motornya dipinggir jalan dan memakai masker agar tidak diketahui orang. Bisa juga, jika begini semuanya menjadi masuk akal.

“Istirahat nanti, gue nggak mau tahu...”

Tidak ingin mendengar ocehan Cila yang tidak berguna, aku membekap mulutnya dengan tanganku untuk menghentikannya berbicara. Aku mendelik kesal.

“Gue tahu.” Tekanku padanya, siapa yang tidak tahu jika yang dibicarakan Cila diriku sendiri. Aneh mendengar orang menggosipiku di depanku, di depan orangnya langsung. Aku melepaskan tanganku dari mulutnya.

“What! Lo tahu dari mana! Baru kali ini lo jadi orang kepo!” teriak Cila. Huft, sepertinya salahku melepaskan bekapanku terlalu cepat. Melihat Cila yang kini berteriak mendatangkan tatapan penuh tanya dan aneh dari beberapa murid dikelas.

“Gimana gue nggak tahu, orang yang lo bicarain aja gue sendiri,” jelasku pada Cila yang kini menatapku kaget.

“Seriusi. Demi apa sahabat gue, siapa cowok itu?” tanyanya dengan penasaran. Senyumnya mengembang membuatku bergidik ngeri, Cila sungguh berbakat jika di suruh akting menjadi mak kunti.

“Kak Raka.”

“Jangan bohong lo, kalau kak Raka pasti semua orang tahu lah. Ini nggak ada yang tahu,”

“Dia pakai masker hitam, mungkin itu yang membuatnya tidak dikenali.”

Cila mengangguk seolah mengerti dengan senyum lebar menatap papan tulis di depannya. “Cie... dijemput calon pacar.”

Aku mendelik kaget dengan pemikirannya. Calon pacar dari mana, calon babu mungkin iya. Rak yang membahana disandingkan denganku yang seperti upik abu akan membuat seatreo sekolah tertawa lucu. Iya lucu, bagaimana mungkin upik abu bersanding dengan pangeran.

“Ah, kalau begitu gue nempelin lo aja deh lumayan bisa lihat kak Raka tiap hari tanpa penghalang, tanpa cekcok dan tanpa drama. Nilai plus kalau gue bisa lihat drama Korea live.” Cila berkata sambil cekikikan tak jelas.

Aku melihatnya dengan jijik, tanpa aba-aba aku menabok lengannya keras membuatnya mengaduh yang tidak kupedulikan. Kalau bisa biarkan tabokanku ini mengusir kesintingann yang sudah melekat di tubuh sahabatku ini.

“Re, bisa bicara bentar. Berdua.”

Edo dengan gayanya bersama dengan kacamata yang selalu tersangkut di lehernya tidak tahu dari kapan sudah berada di depan mejaku dan Cila menyambar perbicaraan kami. Sedikit tidak sopan tapi aku memahami, jika tidak seperti ini maka aku dan Cila masih akan terlarut dalam pembicaraan. Aku dan Cila jika sudah mengobrol akan menjadi sejenis budeg plus buta yang berarti tidak akan memperdulikan urusan maupun orang di sekitar.

“Bicara apa?” tanyaku tanpa memperdulikan apa yang ia katakan barusan. Berdua! Memang sedekat apa aku dan dia, lagi aku tidak punya privasi dengannya yang dimana mengharuskan aku berhubungan dan berbicara berdua bersamanya.

“Berdua,” tegas Edo.

Tidak mau berbelit, aku memutuskan mengikuti kemauannya dan meninggalkan Cila yang tengah mencerna dengan apa yang terjadi di depannya. Menemukan tempat yang tepat, aku memilih duduk di koridor sepi dekat ujung taman belakang sekolah. Tempat ini paling cocok daripada tempat huru-hara suara berisik.

Edo berada di sampingku menatap lantai putih yang sedikit berdebu, tidak lama ia mendongak dan menatap ke arahku yang tepat duduk di sampingnya. “Waktu itu gue belum sempat ngomong ya sama lo.”

Perkataannya membuatku sedikit bingung. Waktu itu di lapangan basket, aku ingat Edo memang tidak mengatakan apa pun makanya aku tinggal. Lagipula tidak ada pentingnya jika aku hanya diam dan menemaninya dengan tidak jelas di pinggir lapangan basket. Jika aku disana mungkin aku akan duduk kaku tanpa ada pembicaraan yang jelas darinya dan poin utamanya, aku tidak nyaman berdekatan dengan Edo yang notabenya adalah ketua kelas di kelasku.

Berada di dekat Edo aku merasa sedikit ada benteng di sekitarku yang secara tidak sadar membuatku ingin menjauh darinya. Seperti ilusi tapi memang itu kenyataan, ini aneh dan aku sendiri juga merasa aneh karena tidak biasanya aku akan bereaksi seperti ini seolah aku sedang menjauhi seorang monster yang ingin menyerangku. Sedikit tidak wajar memang.

“Jadi?”

Edo menghembuskan nafas lelah dan menyandarkan tubuhnya ke kursi membuang pandangannya ke arah lain. “Lo punya hubungan sama kakak kelas yang namanya Raka?” tanyanya membuatku sedikit tersentak.

Ngarang darimana dia hingga berpikir seperti itu. Bisakah ketularan Cila? Tidak mungkin, selama ini aku tidak pernah melihat Edo dan Cila bersama. “Bukan urusan lo gue punya hubungan sama dia atau enggak,” timpalku.

Kulihat dia sedikit terkaget mendengar jawabanku yang gamblang dan kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mengerti. “Oh, jadi benar kalian berdua ada hubungan.”

Aku tidak meluruskan atau membelokkan pemikiranya, biarkan Edo sendiri dan terserah padanya mau seperti apa. Aku hanya memandang secuil taman yang sedikit terlihat dari tempatku, bisa jadi untuk mengalihkan perhatian. Aku tidak merasa bersalah sedikit pun padanya hanya karena ini, orang ini terlihat berbahaya bagai serigala berbulu domba.

“Oh, iya. Lo satu kelompok sama siapa pelajaran sejarah?” tanya Edo mengalihkan pembicaraan.

“Sama Cila.”

Edo menggaruk kepalanya yang tidak gatal bingung ingin melanjutkan percakapan atau tidak. “Gimana kalau tukeran, gue sama lo terus Cila sama Rehan.” Edo bernegosiasi.

“Gue nggak mau.”

“Oh, kalau gitu ayo kita kekelas.”

“Lo duluan aja nanti gue nyusul,”

Aku terkekeh. Jika hanya ingin berbicara seperti ini kenapa harus berdua, bahkan ditempat ramai pun tidak apa. Bicara klise yang aku tidak tahu yang mana privasinya untukku dan dia, aku yakin bukan ini yang ingin dia bicarakan. Sesuatu yang membuatnya berputar-putar tidak jelas hingga akhirnya boom, akan meledak saatnya tiba. Entah bom apa yang disembunyikannya.

Episodes
1 “Ha... Ha... Aku ingin sekali tertawa jika mengingat bahwa dunia sangat lucu”
2 “Lebih baik jika kita hidup sebagai simulasi dari sebuah komputer..."
3 “Banyaknya keinginan yang hanya bisa kuraih dalam sebuah fiksi.” 
4 “Dari banyaknya orang yang ku takuti, kenapa harus kamu yang membuatku..."
5 “Keinginan yang membara membuatku maju sedikit demi...
6 “Kini adalah masaku, masa dimana untuk memulai semuanya...
7 “Aku mulai merasakan kehidupan yang melegakan, semoga...
8 “Sedikit kata tentang belenggu. Aku masih terlalu awam untuk...
9 "2"
10 “kini aku mengerti. Kadang kalanya menggertak orang merupakan...
11 "Mengubah beberapa sifat untuk membuat seseorang nyaman...
12 “Awal baru dan perjalanan baru untuk mengubah hidupku...
13 “Semuanya bukan tentang kata motivasi. Motivasi bisa...
14 “Kita tidak dapat mengulang masalalu tapi kita bisa memper...
15 "Bersama denganmu membuatku sedikit tidak nyaman. Jangan...
16 “Fiksiku terlalu tinggi dan kini aku tertampar.”
17 “Lihatlah kehidupan seorang antagonis. Nyatanya dia protagonis...
18 "2"
19 “Banyak orang yang sama seperti Cila. Ketika dia salah tapi tidak
20 “Lo yakin kalau mereka semua akan melakukan semua itu...
21 "Tingkahnya membuatku bingung. Sebenarnya apa..."
22 “Camping yang sungguh membagongkan. Aku masih tidak...
23 “Tanpa sadar aku ikut masuk dalam kerumunan, canda tawa...
24 “Mempunyai kalian berdua sudah cukup untukku sebagai...
25 “Kenangan ini akan selalu berada di pikiranku. Kalian berdua...
26 “Dia mendekatiku bagaikan aku makanan lezat yang dapat
27 “Aku masih bingung dengan keputusanku karena Jalan apa...
28 “Kata “ikhlas” memang mudah tapi sulit untuk hati kita. Tapi aku
29 “Antagonis yang bertindak bagai protagonis. Mungkin...
30 “Mengerti dan tidak mengerti cara menggiring bola dan
31 “Kejadian itu membuatku harus mencari jalan memutar. Aku...
32 "Jangan cari masalah denganku, aku bukan orang yang...
33 “Terpaksanya aku harus menggunakannya, entah kemana lagi...
34 "Dia mengintai seperti mata-mata, tapi aku tidak dapat melihatnya. Bahkan...
35 “Cilia Rakit. Itu namaku, betapa aku berharap bahwa sahabatku...
36 “Jangan salahkan aku jika kamu tidak bisa lepas dariku setelah
37 "Apa kataku, dia tetap mengintai bahkan setelah kita sampai
38 "Seluruh tubuhku terasa ringan setelah masalah ini terpecahkan. Aku...
39 "Nyatanya jadi babu seorang Raka Adijaya sangat mengerikan. Dia
40 "Kini, aku menjalani hariku tanpa rasa khawatir karena sepertinya aku...
41 “Antagonis muncul dengan sangat cepat. Dia... Aku sudah...
Episodes

Updated 41 Episodes

1
“Ha... Ha... Aku ingin sekali tertawa jika mengingat bahwa dunia sangat lucu”
2
“Lebih baik jika kita hidup sebagai simulasi dari sebuah komputer..."
3
“Banyaknya keinginan yang hanya bisa kuraih dalam sebuah fiksi.” 
4
“Dari banyaknya orang yang ku takuti, kenapa harus kamu yang membuatku..."
5
“Keinginan yang membara membuatku maju sedikit demi...
6
“Kini adalah masaku, masa dimana untuk memulai semuanya...
7
“Aku mulai merasakan kehidupan yang melegakan, semoga...
8
“Sedikit kata tentang belenggu. Aku masih terlalu awam untuk...
9
"2"
10
“kini aku mengerti. Kadang kalanya menggertak orang merupakan...
11
"Mengubah beberapa sifat untuk membuat seseorang nyaman...
12
“Awal baru dan perjalanan baru untuk mengubah hidupku...
13
“Semuanya bukan tentang kata motivasi. Motivasi bisa...
14
“Kita tidak dapat mengulang masalalu tapi kita bisa memper...
15
"Bersama denganmu membuatku sedikit tidak nyaman. Jangan...
16
“Fiksiku terlalu tinggi dan kini aku tertampar.”
17
“Lihatlah kehidupan seorang antagonis. Nyatanya dia protagonis...
18
"2"
19
“Banyak orang yang sama seperti Cila. Ketika dia salah tapi tidak
20
“Lo yakin kalau mereka semua akan melakukan semua itu...
21
"Tingkahnya membuatku bingung. Sebenarnya apa..."
22
“Camping yang sungguh membagongkan. Aku masih tidak...
23
“Tanpa sadar aku ikut masuk dalam kerumunan, canda tawa...
24
“Mempunyai kalian berdua sudah cukup untukku sebagai...
25
“Kenangan ini akan selalu berada di pikiranku. Kalian berdua...
26
“Dia mendekatiku bagaikan aku makanan lezat yang dapat
27
“Aku masih bingung dengan keputusanku karena Jalan apa...
28
“Kata “ikhlas” memang mudah tapi sulit untuk hati kita. Tapi aku
29
“Antagonis yang bertindak bagai protagonis. Mungkin...
30
“Mengerti dan tidak mengerti cara menggiring bola dan
31
“Kejadian itu membuatku harus mencari jalan memutar. Aku...
32
"Jangan cari masalah denganku, aku bukan orang yang...
33
“Terpaksanya aku harus menggunakannya, entah kemana lagi...
34
"Dia mengintai seperti mata-mata, tapi aku tidak dapat melihatnya. Bahkan...
35
“Cilia Rakit. Itu namaku, betapa aku berharap bahwa sahabatku...
36
“Jangan salahkan aku jika kamu tidak bisa lepas dariku setelah
37
"Apa kataku, dia tetap mengintai bahkan setelah kita sampai
38
"Seluruh tubuhku terasa ringan setelah masalah ini terpecahkan. Aku...
39
"Nyatanya jadi babu seorang Raka Adijaya sangat mengerikan. Dia
40
"Kini, aku menjalani hariku tanpa rasa khawatir karena sepertinya aku...
41
“Antagonis muncul dengan sangat cepat. Dia... Aku sudah...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!