Festival 5 ; Selamat Tahun Baru

Ketika pukul 22.30, rumah hantu langsung ditutup. Mereka mendapatkan pendapatan yang tak sedikit hingga semuanya merasa antusias.

Putri dan Lila merasa lelah dan keluar dari ruangan kelas dengan lemas. Penampilan mereka masih mengerikan, hingga mereka enggan untuk keluar dari gedung sekolah fan pergi ke keramaian.

Namun beberapa teman sekelas mereka tak punya malu, ketika tugas mereka selesai, mereka langsing kelur dari gedung sekolah dan berbaur dengan keramaian. Entah berapa banyak orang yang akan mereka buat ketakutan.

"Gina dimana?" Tanya Putri sambil mengarahkan pandangannya ke seluruh sudut koridor.

Lila menatap lurus ke jendela, melihat ke panggung yang berada di tengah keramaian. "Pasti di sana. Dimana ada keramaian, disitu ada Gina." Ucapnya dengan kesal.

Gina dapat leluasa pergi kemanapun yang dia inginkan, namun mereka berdua terjebak di dalam kostum yang mengerikan. Jika saja Beni dan Bambang tidak melihat penampilan mengerikan mereka, mereka pasti bodoh amat dengan penampilan dan langsung keluar mencari Gina.

Tapi sejak penampilan mereka dilihat oleh orang yang mereka taksir, rasanya memalukan membiarkan orang lain melihat penampilan mereka.

"Aku akan ganti baju." Ucap Putri yang ingin kembali ke kelas.

Lila segera menangkap tangan Putri dengan cepat. "Kamu bawa baju ganti?" Tanyanya dengan suara ngeri.

Putri mengerutkan keningnya heran, lalu dia terkekeh. "Ya, tentu saja. Kamu tidak?"

Lila menggelengkan kepalanya. "Tidak."

Putri tertawa dan kembali ke kelas, masa bodoh dengan kebodohan Lila. "Kalau gitu aku ganti dulu."

Lila cemberut, tentu saja dia tidak berharap Putri akan berbaik hati untuk berpenampilan jelek bersamanya. Dia selalu ingat kedua sahabatnya tidak memiliki perasaan berduka bersama, tentu saja dia juga seperti itu.

Lila kembali menatap jendela, merasa iri dengan keramaian di sekitar panggung. Dia ingin sekali ke luar dari gedung dan mengelilingi stan-stan penjualan, lalu melihat-lihat pemuda-pemuda tampan dan menonton pertunjukan di atas panggung.

"Gina dan Putri nyebelin! Mati saja kalian berdua!" Teriak Lila frustasi.

Bambang yang baru saja keluar dari kelas merasa terkejut oleh teriakan Lila. Dia menatap Lila dengan ragu, dan berniat untuk menjauh.

Namun sebelum niatnya itu terlaksana, Lila berbalik. Dia tertegun menatap Bambang, begitu juga Bambang yang terdiam.

Yang satu drakula tampan dengan paras keren, yang satunya lagi Mak Lampir dengan wajah hijau dan rambut kain pel. Mereka saling bertatapan dengan canggung.

Lila ingin sekali menggoda Bambang, tapi dia kembali mengingat rupanya dan ingin segera menggali kuburan untuk dirinya sendiri.

"Hahaha, hai Bambang." Sapa Lila dengan tawa canggung.

Bambang menggaruk tengkuknya  malu. "Hai."

Lila kembali tertawa canggung, "Hahaha, dadah Bambang."

Dengan cepat, Lila langsung lari dan meninggalkan Bambang yang merasa aneh. Ini bukan seperti Lila yang biasanya. Dia tidak mengatakan kata-kata gombalan lagi untuknya. Apa mungkin Lila merasa tidak enak badan hari ini?

Bambang berdiri canggung dan berjalan menuju ke toilet.

Di dalam kelas, Putri dengan cepat berganti pakaian dibalik tripleks. Dia membuang hidung besar dan menghapus riasan wajahnya. Setelah yakin penampilannya saat ini baik-baik saja untuk dilihat dan diamati, dia langsung keluar dari kelas dan berjalan keluar gedung.

Dia mendapatkan pesan jika orang tuanya telah pulang sejam yang lalu, membuatnya tersenyum kecut dan hanya bisa mencari Gina di dalam kerumunan.

Seperti kata Lila, dimana ada keramaian disitu ada Gina, sehingga Putri tanpa basa basi menuju ke panggung.

Putri suka keramaian tapi itu ketika dia berjalan bersama Gina dan Lila. Ketika dia berjalan sendiri di keramaian, Putri akan merasa risih dan tak nyaman.

Tapi untungnya, dia segera melihat sosok Gina yang sedang berbincang-bincang dengan anak laki-laki di sebelahnya.

"Gina!" Panggil Putri yang membuat Gina menoleh.

Gina mengernyit melihat Putri, "Sudah selesai?"

Putri mengangguk dengan wajah lelah, lalu dia menoleh ke anak laki-laki yang berdiri di sebelah Gina. "Ini pacar pedofilmu?" Tanya Putri sambil terkekeh.

Gina menoleh ke arah Beta, lalu menggelengkan kepala dengan malas. "Bukan, dia suamiku."

Sontak Putri tertawa keras, Gina juga terkekeh dengan jawabannya sendiri.

"Awas loh perkataan itu doa. Aku aminin baru tau rasa kamu." Ucap Putri sebari tertawa geli.

Gina memutar matanya, "Kirain kamu sudah tidak bisa ketawa lagi."

Putri langsung terdiam, wajahnya cemberut. Lalu tatapannya kembali mengarah ke Beta, "Kayaknya mukamu familiar." Ucapnya heran.

Beta juga mengerutkan keningnya tak mengerti. Dia tidak mungkin mengetahui jika gadis manis di depannya itu adalah nenek sihir yang berteriak di rumah hantu tadi siang, hingga dia tidak merasa pernah bertemu sekalipun dengan Putri. Beta mengalihkan tatapannya ke Gina, berharap bisa memperoleh bantuan.

Gina tahu, tapi dia lebih suka diam. Jika Putri tahu Beta adalah adik Beni yang tadi ditemuinya di rumah hantu, dia mungkin akan lari sekarang juga karena malu. Lagi pula, lebih baik bersenang-senang melihat ketidaktahuan orang lain.

"Perasaanmu saja kali. Mungkin saja tidak sengaja kamu lihat bocah ini di pasar, di mal, di rumah sakit, atau di kantor polisi." Ucap Gina pada akhirnya.

Putri mengangguk membenarkan ucapan Gina. Mungkin dia terlalu banyak berpikir.

"Mana Mak Lampir?" Tanya Gina yang tidak mendapati sosok Lila.

Putri terkekeh, "Palingan masih di kelas atau di halaman belakang. Dia tidak bawa baju ganti."

"Pffft, ayo cari dia."

Gina mengajak Putri kembali ke gedung, dia menoleh ke arah Beta sebentar. "Kamu pulang saja, atau tunggu sampai jam 12. Katanya ada kembang api." Ujarnya.

Beta mengangguk patuh. "Kakak mau kemana?"

Gina mengernyit, "kemana pun aku ingin."

Dia menarik tangan Putri dan berjalan keluar dari kerumunan. Meninggalkan Beta dalam kesendirian.

"Dia bilang aku suaminya." Gumam Beta, dia dapat merasakan jantungnya berdetak cepat. Senyum tercetak dibibirnya, seolah-olah ada yang sedang menggelitik perutnya.

"Ah iya, kakak itu dipanggil Gina."

Gina dan Putri mendapatkan Lila sedang duduk sendirian di halaman belakang sekolah. Suasana remang dan sepi benar-benar mendukung sosok Lila yang sedang menggunakan tampilan Mak Lampir saat ini. Jika saja ada orang lain tersesat ke sini, mungkin dia akan ketakutan sampai mati.

Mereka berdua langsung duduk di samping kanan dan kiri Lila. Lila sama sekali tidak peduli, dia cemberut dengan wajah asam. Membuat wajahnya semakin menakutkan.

"Ayo ke stan kelas X IPS 4, katanya jual perhiasan." Ajak Gina sambil menyenggol lengan Lila.

Lila melotot kesal, "Lihat diriku dan lihat keramaian di sana!"

"Um? Aku rasa kamu terlihat cantik. Ya kan, Put?"

Putri mengangguk setuju. "Lihat saja nanti, jika kamu berada di keramaian pasti semua mata akan tertuju padamu."

"Pfft."

Lila mencubit lengan Putri dengan kesal, membuat Putri menjerit sakit. "Iyalah jadi pusat perhatian, malah aneh jika orang lain mengabaikan penampilanku."

Gina dan Putri tertawa puas, mereka sebenarnya tidak berniat pergi ke lapangan lagi. Gina lelah berdiri, Putri lelah karena telah menjadi hantu sedari tadi.

"Yah, kalau begitu kita lihat saja kembang api dari sini." Ucap Gina yang disetujui keduanya.

"Masih jam 11. Lama." Gerutu Lila.

Gina memutar matanya, "Tunggu aja kali."

"Tinggal 58 menit. Lama."

"Tunggu aja dulu."

"Tinggal 57 menit. Lama."

"Tinggal 56 menit. Lama."

"Gin, kamu punya lem Korea tidak?" Tanya Putri tiba-tiba.

"Untuk apa?"

"Lem mulutnya Mak Lampir."

Lila mendengus kesal. "Tapi ini benaran lama. Mending aku pergi ketemu dengan Bambang, setiap kali aku sama Bambang waktu berjalan cepat."

Gina menatap datar Lila, "Yaudah pergi sana ke Bambang."

Lila kembali cemberut, dengan penampilan Mak Lampirnya dia tidak dapat bertemu Bambang.

"Kemarin aku dengar dari mamaku, katanya besok ada jalan santai." Ujar Putri.

Gina mengangguk, "Iya, dari Jalan Soedirman sampai bundaran."

"Hah? Sangat jauh, pasti melelahkan." Keluh Lila.

"Masa? Yang lalu sampai rumah jabatan, tapi biasa saja." Ucap Putri.

"Iya, kamu aja sendiri yang bilang jauh."

"Yang lalu kapan? Kenapa aku tidak ingat?"

"Ya kan kamu tidak ikut. Aku berdua sama Gina yang pergi."

"Kenapa aku tidak ikut!?"

"Gin, cepat jawab pertanyaannya."

"Malas, orang tidak tahu diri."

"Ha? Kenapa sih? Jawab aja!"

"Ogah."

"Ingat sendiri."

"Aku kenapa tidak ikut?"

"Gin, besok kita ikut lagi kuy."

"Um, jam 5 aku ke rumahmu."

"Aku juga mau ikut."

"Yakin?"

"Iya."

"Terserah."

"Dulu kenapa aku tidak ikut?"

"Gin, jawab tuh."

"Ogah."

...

"Bang Jali katanya dah punya anak."

"Hah? Bang Jali melahirkan?"

"Istrinya bego."

"Katanya baru nikah."

"Iya, tapi kawinnya dah lama."

"Hahaha, gila."

"Kamu dengar darimana?"

"Prediksi aja sih."

...

"Kayaknya tasnya Wenda baru deh."

"Iya, aku juga perhatikan."

"Masa? Kok aku tidak tahu."

"Apa kamu tahu pulpenku juga baru?"

"Tidak."

"Nah itu, kamu memang tidak perhatikan sekitar. Tidak tahu apa-apa."

"Kaos kakiku juga baru."

"Masa? Perasaan sama dengan dulu."

"Serius baru."

"Tidak kelihatan."

"Iya, kayaknya masih yang lama."

"Cium aja, masih ada aroma barunya."

"Idih, jorok."

...

"Fani dan Gio sudah putus."

"Haha, sudah aku duga."

"Pantasan dari kemarin aku perhatikan mereka tidak kayak biasanya."

"Iya, untunglah mereka putus."

"Iya."

"Um, sakit mataku lihat mereka pacaran."

"Iya."

"Semoga mereka tidak balikan."

"Hahaha, amin."

"Jahat kalian, tapi semoga deh."

...

Akhirnya Lila melihat jam di ponselnya dan berseru senang. "Tinggal 3 menit lagi."

Gina mengernyit, "Kok bisa cepat gitu?"

"Mungkin karena gosip." Jawab Putri setelah berpikir singkat

Lila dan Gina terkekeh membenarkannya.

Mereka telah bergosip dari a sampai z hingga waktu tak terasa hampir menuju jam 12 malam. Sepertinya kata-kata yang mengatakan 'gosip dapat membunuh waktu' itu benar adanya.

Mereka bertiga berhenti menceritakan gosip dan memperhatikan waktu. Di pengeras suara, mereka dapat mendengar suara seorang pemuda yang semangat.

"Mari kita nantikan tahun baru bersama. Tahun ini banyak hal yang telah terjadi dan akan segera ditutup setelah jam 12 nanti. Dan tahun baru akan membuka lembar baru untuk kita. Mari kita lepaskan semua hal-hal buruk di tahun ini dan membuat hal-hal yang baik di tahun kedepannya."

Gina membuka suaranya. "Btw, kita sudah berapa lama bersama?"

Lila dan Putri berpikir sebentar lalu saling bertatapan.

"3 tahun mungkin." Jawab Lila.

Putri menggelengkan kepalanya, "4 tahun kayaknya."

"Hah?" Gina mengerutkan keningnya. "Kenapa aku merasa kita sudah berkenalan 5 tahun?"

Lalu mereka bertiga tertawa bersama. Mereka saling mengenal 2 tahun yang lalu, dan dekat baru 1 tahun. Mereka bertiga tahu itu.

Banyak yang terjadi di tahun ini, mereka selalu saling mengejek, menghina, dan menyakiti. Saat yang satu bersedih, keduanya akan tertawa bahagia. Saat yang satu bahagia, keduanya akan menjatuhkan.

Untuk orang-orang yang bermental lemah, mereka tidak dapat bertahan dalam persahabatan ini. Tapi mereka bertiga tetap bersama. Hari ini mereka sahabat, besok bisa jadi musuh, tapi lusa mereka pasti kembali menjadi sahabat.

"Aku sepertinya sial bertemu kalian." Ucap Lila dengan cemberut.

"Aku yang paling sial." Balas Putri.

Gina tertawa, "Aku rasa aku yang sangat sial."

Putri dan Lila menatap datar Gina. Tatapan penuh kebencian. "Kamu yang membuat kami selalu sial."

"Oh, hahaha."

Saat ini di pengeras suara, suara seorang pemuda sedang menghitung mundur. Disertai dengan teriakan massa yang terdengar cukup keras.

"Sepuluh."

Tiga gadis itu sama-sama menatap langit. Ini pertama kalinya mereka bersama di malam tahun baru.

"Sembilan."

Seorang pemuda yang menggunakan almamater OSIS meletakkan ponsel pintarnya di telingannya sedang melakukan panggilan dengan seseorang yang dicintainya. Walau mereka berbeda lokasi tetapi mereka memandang langit yang sama.

"Delapan."

Seorang anak laki-laki berdiri di antara kerumunan. Dia tersenyum cerah, menatap ke langit hitam tanpa bintang.

"Tujuh."

Seorang pemuda dengan lelah duduk di kursi plastik. Dia bermain dengan ponselnya tanpa menghiraukan sekitarnya.

"Enam."

Seorang pemuda dengan penampilan drakula, berdiri di ruangan yang remang menatap ke luar jendela pada keramaian.

"Lima."

Ada orang yang saat ini sedang sendirian.

"Empat."

Ada orang yang saat ini bersama keluarga.

"Tiga."

Ada orang yang sedang jatuh cinta.

"Dua."

Ada orang yang sedang patah hati.

"Satu!"

Semua pandangan tertuju ke langit.

"Selamat tahun baru!"

Petasan meluncur ke langit, bersebaran membentuk kembang. Tak lama kemudian, petasan-petasan lain mengikuti. Satu kembang hilang, empat kembang berbentuk. Petasan itu terus meluncur berturut-turut dalam waktu yang lama.

"Selamat tahun baru." Ucap mereka pada orang lain.

Untuk kamu yang spesial, selamat tahun baru.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!