"Aku akan memberitahukannya jika perasaannya padaku hanyalah sebuah cinta yang bertepuk sebelah tangan." Ucap Putri dengan yakin.
Jari telunjuk Gina mengetuk meja dengan pelan, "Emang kamu yakin bangat kalau Dion suka sama kamu?"
Putri mengangguk penuh keyakinan, "Siapa lagi teman terdekat Beni kalau bukan Dion?"
Lila duduk di depan Putri dan Gina dengan wajah asam. "Ramalan itu tidak benar, kenapa kamu sangat berambisi seperti ini?"
"Aku yakin itu benar. Aku yakin Beni menyukaiku, tetapi demi persahabatannya dengan Dion, dia rela menyerah atas perasaannya." Ucap Putri dengan sedih.
Gina dan Lila saling menatap dengan datar. Sahabatnya ini selalu saja mempercayai sesuatu yang dia sukai, tanpa berpikir itu sebuah tipuan. "Darimana kepercayaan dirimu ini muncul? Apakah Beni pernah memberitahumu kalau dia suka sama kamu."
Putri mengangguk, membuat Gina dan Lila terkejut. "Dia tidak mengatakannya melalui kata-kata tetapi tindakan."
Lila dengan penasaran bertanya, "Tindakan apa?"
Putri menatap ke langit-langit kantin seolah sedang bernostalgia. "Waktu pertama kali kita masuk sekolah, saat itu aku terlambat bukan?"
Mendengar awalan cerita Putri, membuat Gina ikut tertarik. "Beni membantumu masuk gerbang?"
Putri menggelengkan kepalanya, "Beni juga terlambat."
Lila dan Gina terdiam, "..." Mereka sama sekali tidak memahami skenario romantis ini.
Putri melanjutkan ceritanya tanpa mempedulikan ekspresi kedua sahabatnya. "Saat itu matahari bersinar terang, burung-burung berkicau, dan gerbang kokoh di depan kami tertutup rapat. Beni saat itu bermandi keringat, sepertinya dia berlari menuju sekolah karena terlambat. Aku mulai menyukainya saat itu. Bukankah itu romantis?"
Lila meminum minuman kemasan dengan bosan. "Kamu yang membuat suasana menjadi romantis. Tiada tindakan romantis sama sekali."
Gina menatap datar Putri, "Mendengarnya saja sudah cukup membuktikan kalau kamu itu gampangan. Gitu aja langsung jatuh cinta."
Lila mengangguk setuju.
"Bukan cuma itu!" Putri membantah.
"Oh, lalu ada apa lagi?" Tanya Gina malas.
Wajah Putri langsung kembali ceria, "Ketika kami diperbolehkan masuk, saat itu Pak Boyan menghukum kami untuk membersihkan halaman."
Lila langsung menyambung, "Ah, aku tahu. Kalian membersihkan halaman dengan gembira, saling membantu dan mengerjakan tugas bersama. Ketika tiba saatnya menyiram tanaman, Beni dan kamu saling menyiram dan basah. Kalian akhirnya tertawa riang."
Putri menggelengkan kepalanya.
"Lalu apa yang terjadi?" Tanya Gina.
Putri tersenyum kecil penuh perasaan berbunga-bunga. "Beni membantu kami untuk kabur dari hukuman. Namun akhirnya dia ditemukan dan dihukum berdiri sambil hormat ke arah bendera seorang diri. Tidakkah itu romantis? Mengorbankan dirinya demi menyelamatkan sosok yang dia sukai."
"Kami?" Tanya Lila bingung.
Putri mengangguk, "Waktu itu kira-kira ada lima belas murid yang terlambat. Ah, Karin juga ada waktu itu. Tanya aja sama dia, perbuatan Beni sangat romantis."
Gina dan Lila, "..."
Mereka berdua sama sekali tidak bisa mentoleransi sifat narsistik temannya ini. Lila menahan dagunya menggunakan kedua tangannya, dia bertanya dengan santai pada Putri. "Ada lima belas murid saat itu, bagaimana kamu berpikir Beni mengorbankan dirinya demi kamu?"
"Mungkin saja yang dia sukai itu Karin." Gina juga mendukung pertanyaan Lila.
Wajah Putri menggelap, "Tidakkah kalian berdua menyerah saja dan akui jika Beni benar-benar menyukaiku?"
Gina dan Lila menggelengkan kepalanya tegas. "Tidakkah kamu menyerah saja dan akui jika Beni itu tidak memiliki perasaan untukmu?"
Di kelas XI IPA 5, Beni tiba-tiba bersin dengan keras hingga mengagetkan Dion yang sedang bermain dengan ponsel pintarnya itu.
"Apa mungkin aku akan pilek?" Gumam Beni pelan.
Dion langsung mendorong Beni agar menjauh darinya, "Menjauh dariku, virus!"
Bruk
Beni terjatuh dari bangkunya dan langsung bangkit untuk balas dendam mendorong Dion. "Ikutlah denganku ke neraka!" Teriaknya berambisi.
Dion dengan cepat berdiri dan menendang Beni, matanya terus terpaku pada layar ponsel dan mengabaikan ekspresi kesal sahabatnya itu. Saat kata 'gagal' muncul di layar ponselnya, matanya dengan tajam melirik Beni. "Mati sana." Ucapnya datar.
Hidup Dion selalu terpaku pada angka 7. Itu seperti batasan untuknya. Apapun yang dia inginkan akan dia usahakan sekuat tenaga, tapi itu hanya untuk 7 percobaan. Setelah itu, dia akan berhenti dan menyerah. Permainan yang dia mainkan saat ini merupakan permainan ke-7 untuk hari ini, hingga itu adalah permainan terakhirnya. Setelah itu, dia harus menunggu hari esok untuk bermain permainan di ponselnya lagi. Sebab itu, dia sangat jengkel pada Beni yang menghancurkan permainan terakhirnya dan membuatnya kalah.
Beni melihat ekspresi kesal Dion dan langsung terkekeh, "Itu yang ketujuh?"
Kebiasaan buruk Dion itu sudah diketahui Beni sejak mereka duduk di bangku SD. Bahkan Beni dibuat terkagum karena Dion dapat mempertahankan kebiasaan aneh itu. Dion lahir pada tanggal 7 Juli dan juga merupakan anak ke-7 dari 9 bersaudara. Fakta itu membuat Beni tak henti-hentinya mengagumi keunikan sahabatnya itu.
Dan hal yang paling aneh dari Dion ialah pada jam 07.07, Dion akan terdiam dan mengamati jam selama semenit. Pada saat itu, Dion tidak akan merespon ucapan orang lain dan hanya diam terpaku menatap jam. Namun menurut Beni, pada jam 07.07 Dion menjadi berbeda. Tatapannya menjadi dingin dan hanya terobsesi melihat detik-detik perubahan menit. Jika dia terganggu pada saat itu, maka dia bisa saja meledak dan memukul orang tanpa pandang bulu. Sehingga bagi Beni, kebiasaan aneh Dion itu merupakan hal yang buruk.
"Ayo ke kantin!" Ajak Dion tiba-tiba. Dia tidak memiliki minat untuk bermain ponsel lagi.
Beni segera membersihkan celananya yang memiliki bekas sepatu Dion dan segera mengejar Dion untuk pergi ke kantin bersama.
"Bagaimana kalau kita makan sesuatu yang baru?" Saran Beni di tengah perjalanan ke kantin.
Dion mengangkat alisnya, "Emang ada yang baru di kantin?"
Beni menggelengkan kepalanya, "Di luar sekolah banyak yang baru."
Dion memukul kepala Beni tanpa ampun membuat sahabatnya itu menggeram kesakitan. "Hei, aku tidak bercanda!"
"Bodoh, kenapa bisa orang kayak kamu menjadi Ketua OSIS?" Gumam Dion yang lanjut berjalan ke kantin. Jajan di luar sekolah merupakan pelanggaran yang dibuat oleh OSIS. Tetapi Beni sebagai Ketua OSIS malah sering melanggar dari peraturan yang dibuatnya.
Beni terkekeh keras, "Siapa yang tahu menjadi Ketua OSIS seribet ini? Awalnya aku hanya ingin populer saja."
Beni tiba-tiba berhenti berjalan, "Astaga!"
Dion ikut berhenti dan menoleh ke belakang. "Biar aku tebak, kamu lupa untuk pergi rapat OSIS saat ini."
Beni mengangguk membenarkan ucapan Dion. "Kenapa kamu tidak mengingatkanku?"
"Apa peduliku?" Ucap Dion terkekeh dan melanjutkan langkahnya menuju kantin. "Selamat menikmati kepopuleranmu."
"Awas saja!" Setelah mengatakan itu, Beni langsung berlari menuju ruang OSIS. Dia akan balas dendam nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
An
😂😂😂😂
2020-06-08
0
xanimaze
semangat thor upnya
2020-05-26
0
🇪🇭🇲🇨n⭕⭕v!🇪🇭🇲🇨
Wah Sepertinya Dion dan Putri pasangan SERASI
2020-05-20
2