Sejak saat itu, Putri selalu menghidar dari makhluk yang bernama Dion.
Putri menyadari jika Dion selalu mencarinya, itu karena dia memiliki tingkat kepekaan yang sangat tinggi. Setiap kali dia ke kantin, Dion selalu mencoba mendekatinya dan tentu saja Putri langsung kabur secepat kilat. Sering kali juga, Dion datang ke kelas XI IPA 2 untuk mencari Putri. Namun sebelum Dion mencapai pintu kelas, Putri telah kabur melalui jendela kelas. Semua ini seperti permainan petak umpet. Dion mencari, Putri sembunyi.
Gina dan Lila sebagai sahabat dekat Putri menertawakan tingkah laku Putri, sedangkan Beni sebagai sahabat dekat Dion menertawakan setiap kegagalan Dion. Pertunjukan mereka seakan menjadi hiburan umum, hingga tidak sedikit warga sekolah mengetahui dan juga merasa terhibur.
Kadang, saat Putri berkeliaran di koridor atau di halaman sekolah, murid-murid lain dengan jail berteriak padanya tentang keberadaan Dion yang hanya tipuan. Itu membuat Putri selalu kesal dan merasa terintimidasi.
"Put, ada Dion!"
Putri melonjak dari bangku panjang di halaman belakang sekolah. Kepalanya dengan cepat menoleh ke kiri dan ke kanan mewaspadai kehadiran Dion. Namun, setelah mendengar suara tawa dari beberapa murid, Putri tahu dia telah dipermainkan lagi.
Di bangku panjang itu juga, Gina dan Lila ikut menertawakan kebodohan Putri. Mereka bahkan tak peduli walau Putri telah memberi tatapan tajam yang menusuk.
"Ini tidak lucu!" Kesal Putri.
Seminggu ini, dia telah menjadi lelucon beberapa murid. Itu sama sekali tidak menyenangkan. Padahal dia hanya ingin menghindar dan menjauhi Dion. Dia tidak ingin Dion terus mengejarnya. Tapi sepertinya, Dion sangat sulit untuk menyerah atas perasaannya.
Dia salah.
Di kelas XI IPA 5, Beni terkekeh saat menatap Dion yang kebingungan.
"Menyerah ajalah, Putri tidak suka sama kamu." Saran Beni dengan tulus.
Dion memukul kepala Beni dengan keras. Dia tidak memiliki perasaan suka pada Putri, tetapi bahkan walau dia telah mengatakannya seribu kali di depan banyak orang, tiada yang mempercayainya. Semua orang berpikir, dia hanya malu karena ditolak.
Dion sangat ingin memverifikasi semua ini, tapi Putri selalu menghindarinya. Padahal, dia hanya ingin berdiri di hadapan Putri dan mengatakan jika semua ini salah paham. Dia sama sekali tidak memiliki perasaan padanya.
Dan juga, Dion sangat penasaran. Siapa yang mengatakan jika dia menyukai Putri? Jika dia tahu orangnya, maka dia akan menangkapnya dan memberinya tepukan di bahu. Lalu mengatakan, 'Berhentilah jadi penyebar hoax.' Dan selesai.
"Aku hanya ingin mengatakan semuanya salah paham." Gumam Dion.
Beni mengangguk penuh perhatian, dia menepuk bahu sahabatnya dengan prihatin. "Terkadang perlu sebuah kegagalan untuk sebuah kesuksesan."
Dion menatap kosong Beni, "Kegagalan apa? Dan kesuksesan apa?"
Beni sedikit berpikir sebelum menjawab, "Kegagalan mendapatkan hati Putri, dan kesuksesan untuk hati yang lain. Jadikan ini pelajaran berharga untukmu kawan, dalam mencari hati berikutnya." Beni menjawab menggunakan kata-kata yang tidak dapat dimengerti Dion. Kata-kata itu terdengar bagus, tapi saat Beni yang mengatakannya, kata-kata itu menjadi kalimat yang menggelikan. Sangat menjijikan untuk didengar.
Saat ini ponsel Beni bergetar, menghentikan Beni dari kegiatan menghibur sahabatnya. Saat dia melihat sebuah nama dari layar ponselnya, senyum langsung berkembang di bibirnya.
"Pacarmu?" Tanya Dion saat melihat ekspresi Beni penuh gelembung merah muda.
Beni mengangguk, lalu mengangkat panggilan dari pihak lain. "Halo, Beb."
Dion memutar matanya malas dan berusaha untuk menulikan telinganya. Mendengar obrolan Beni dan pacarnya hanya membuatnya sakit telinga. Sangat menjijikan.
Namun Beni sepertinya tidak ingin berhenti untuk berbicara dengan pacarnya, sehingga Dion memilih keluar dari kelas untuk memulihkan pendengarannya.
Saat berjalan secara acak, Dion menemukan Putri sedang duduk di bangku panjang bersama dua temannya yang selalu menemaninya. Secara otomatis, Dion berjalan mendekatinya. Dia harus bertanya segera dan mengakhiri semuanya.
Salah satu teman Putri melihat kedatangannya, dia menepuk bahu Putri dan terkekeh. "Put, Dion tuh!"
Putri menghempas tangan temannya dengan kesal, "Bodoh amat, aku tidak akan percaya lagi."
Dion mengerutkan keningnya, "Putri." Panggilnya pelan.
"Astaga!" Teriak Putri dengan mata melebar. Dia memegang jantungnya yang hampir copot dari tempatnya.
"Tunggu dulu, aku hanya ingin bertanya!" Dion buru-buru menghentikan Putri yang ingin kabur lagi darinya.
Kedua teman Putri memegang kedua lengan Putri dan menghentikannya. Putri melotot marah kepada kedua temannya, tapi dia tak kunjung dilepaskan.
Akhirnya salah satu temannya melepaskan tangannya, "Put, kamu capek kan main petak umpet gini? Lebih baik selesaikan ini secara empat mata dengan Dion."
Temannya yang satunya lagi mengangguk setuju, "Yap, utang harus dibayar."
"Kamu yang berutang!" Gerutu Putri.
Akhirnya kedua temannya itu berjalan menjauh dan meninggalkan Putri dan Dion di halaman belakang. Putri menatap kesal Dion dan kakinya terus bergerak tak sabar untuk pergi.
"Gini ya, aku tidak suka sama kamu. Aku sudah bilang ini berkali-kali." Ucap Putri dengan kesal.
Dion tak berdaya saat mendengarnya, dia jelas ingin mengatakan semuanya salah paham. Tetapi setiap ucapan Putri yang seolah menolaknya, membuatnya mau tak mau merasa buruk. "Ya, aku tahu kamu tidak suka aku. Aku juga—”
"Itu bagus kalau kamu tahu." Ucap Putri cepat. "Dan ada satu lagi yang ingin aku katakan." Lanjutnya.
Dion mengerutkan keningnya, dia mengangguk pelan. "Katakan saja."
Kedua tangan Putri saling mengait dengan tidak nyaman. Keringat tipis muncul di dahinya dan tatapannya jatuh ke bawah. "Aku sebenarnya, sebenarnya, aku sebenarnya suka sama Beni."
"... hah?" Dion mengerjapkan matanya, sepertinya dia salah dengar tadi.
Putri mendengus kesal, "Aku bilang aku suka Beni, jadi berhenti mengejarku." Lalu wajah Putri menjadi merah padam. "Ta-tapi jangan katakan itu pada Beni."
Dion mengangguk linglung, "Oke."
Melihat Dion yang terdiam lama, membuat Putri mengambil kesempatan ini untuk pergi secepat kilat. Dia dengan cepat mengejar temannya dan meninggalkan Dion dalam kebingungan.
Dion duduk di bangku panjang, membiarkan Putri kabur darinya. Lagipula dia merasa sangat bingung hingga tak dapat bereaksi dengan cepat.
Tetapi setelah kesadarannya kembali pulih, dia langsung mengacak rambutnya frustasi. "Ada apa dengan semua lelucon ini?"
Di mata semua orang, dia menyukai Putri, tapi Putri menolaknya karena menyukai Beni. Walaupun ini hanya kesalahpahaman karena dia tidak memiliki perasaan dengan Putri, tetapi tetap saja tidak bisa dipungkiri dia merasa kesal. Dia tentu tidak boleh mengatakan ini pada Beni, atau orang itu akan besar kepala dan terus mengejeknya.
"Oh ini rantai yang bagus, Aku suka Putri, Putri suka Beni, Beni suka pacarnya. Alangkah lebih bagusnya kalau pacarnya Beni suka sama aku." Gumam Dion tanpa sadar. Dia merasa dunia benar-benar penuh dengan lelucon. Dan dia salah satu pion dalam lelucon itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments