Persiapan

Saat pulang sekolah, Gina mendapatkan telepon dari ayahnya. Seperti dugaannya, dia masih sibuk dengan proyeknya. Gina berusaha keras untuk meyakinkannya jika dia tak masalah pulang sendiri dan menolak keras untuk dijemput oleh orang lain.

Dalam perjalanan pulang, Gina melihat sosok murid SMP dari kejauhan. Sosok itu berdiri diam di bawah pohon besar seperti menunggu seseorang. Dengan masa bodoh, Gina berjalan lurus tanpa menoleh ke sosok itu. Sesuai dugaannya, sosok itu mengejarnya dan berdiri di hadapannya untuk menghalangi jalan. Sosok itu lebih pendek darinya hingga sebahu, membuat Gina harus menurunkan pandangannya untuk menatapnya.

"Ada apa lagi, bocah?" Tanya Gina dengan malas.

Beta sedikit mengernyit saat mendengar senior SMA yang membantunya tak kunjung memanggil namanya, tapi dia berusaha keras mengabaikannya. "Kak, ini sebagai tanda terima kasihku!"

Beta menyerahkan coklat dengan harga pas-pasan kepada Gina.

Gina menatap Beta dengan aneh. Dia tidak suka makan makanan yang terlalu manis, apalagi coklat. Tapi melihat wajah antusias dan semangat dari bocah itu, membuat Gina tak tega untuk menolaknya.

Dengan enggan, Gina meraih coklat dari tangan Beta. Mata Beta langsung bersinar terang penuh semangat membuat Gina tak berdaya. "Aku sudah menerimanya jadi selamat tinggal." Ucap Gina yang mulai melangkah maju.

Beta cepat-cepat menghalangi jalan Gina, "Tunggu! Nama Kakak siapa?"

"Minggir!" Seru Gina dengan tampang ganas membuat Beta menciut memberi jalan.

Dengan cepat Gina melanjutkan langkahnya meninggalkan Beta sendirian yang masih berdiri melihat kepergiannya.

Gina langsung masuk ke kamarnya, melempar coklat ke meja belajarnya dengan acak dan merebahkan dirinya ke kasur. Rasa nyaman membuatnya tak tahan untuk tidak memejamkan mata dan menikmatinya.

Belum puas dengan ketenangannya, dua makhluk astral datang mengacau. Putri dan Lila langsung loncat dan terjun ke kasur empuk Gina. Mengganggu Gina yang telah menuju ruang bawah sadar. Gina dengan kesal mendorong Lila yang berada di sebelahnya untuk menyingkir.

"Bukannya kalian datang jam 3?" Tanya Gina kesal. Maksudnya adalah, kenapa mereka datang sekarang dan mengganggunya?

Lila membalas menendang Gina dan langsung kabur ke sisi Putri. "Lebih cepat lebih baik, ya kan Put?"

Putri mengangguk pasrah. "Um, apa katamu saja lah."

"Jadi apa yang mau kalian lakukan?" Tanya Gina dengan malas.

Putri mengambil tas plastik dan membuang isinya ke atas kasur untuk dapat dilihat dengan jelas oleh Gina. "Ini kostumku, tinggal dipermak sedikit. Nanti topinya dijahit aja, terus sapu lidimu aku pinjam ya! Sapu lidi di rumahku jelek tidak ada gagangnya."

Gina mengangguk malas, lalu menatap ke Lila. "Kamu?"

Lila memberi tatapan penuh derita, menatap Gina penuh harapan. "Aku tidak tahu kostumnya Mak Lampir."

"Terus kenapa kamu pilih Mak Lampir?" Tanya Putri heran.

"Si Toni sering ngatain aku Mak Lampir, jadi tanpa sadar aku sebut itu." Ucap Lila dengan cemberut. Toni adalah adik Lila yang telah berumur 14 tahun.

Putri dan Gina terkekeh dan mengangguk setuju. "Toni memang benar."

Lila cemberut, "Jadi gimana dong?"

"Gini, kamu punya ponsel kan? Nyalain Wi-Fi terus cari gambar Mak Lampir. Mudah, kan? Percuma punya ponsel pintar kalau penggunanya rada bego." Ucap Gina dengan malas.

Lila sudah biasa dengan kata-kata sarkas dari Gina, dia hanya memukul wajah Gina yang menyebalkan dan mulai mencari gambar Mak Lampir. Baru saja dia berhasil menemukan gambar Mak Lampir, dia langsung membuang ponselnya ke kasur dengan kaget. "Sialan mengerikan!"

Gina mengernyit dan melihat gambar tersebut, dia terkekeh, lalu memperlihatkan pada Putri. "Mirip kan, Put, ama Lila?"

Putri mengangguk setuju, "Hahaha, sangat."

Dengan kesal, Lila kembali merebut ponselnya. Tatapannya kesal mengarah ke Gina, "Kalau kamu ditugasin apa?"

Gina mengangkat bahunya acuh tak acuh, "Buat brosur, nanti aku bertugas keliling. Merepotkan."

"Ayahmu datang tidak? Kan orang luar boleh masuk, mama dan papaku mau datang katanya." Ucap Putri dengan semangat.

Gina menggelengkan kepalanya, "Tidak tahu, akhir-akhir ini ayah sibuk. Mungkin tidak."

"Mamaku dan Toni juga datang! Padahal aku bilang tidak perlu." Sambung Lila lagi.

"Emang kenapa kamu larang-larang mereka datang?"

Lila memasang wajah tak berdaya, "Aku akan menggunakan kostum Mak Lampir, pasti mereka mengejekku. Sudah cukup aku dikatain jelek di rumah."

Gina terkekeh, "Terima nasib saja."

"Hahaha, kenyataan memang menyakitkan." Putri ikut menertawai Lila, membuat Lila menjadi lebih kesal.

"Jadi kapan kita buat?" Tanyanya kesal.

Gina duduk bersila di atas tempat tidurnya. "Kita pikirkan kostummu dulu, soalnya paling rumit. Kalau Putri kan agak mudah."

Putri juga mengangguk, "Kostumku sih cuma gaun warna ungu polos. Topi tinggal dibuat dan sapu lidi."

"Apa perlu aku cat rambut? Mak lampir kan rambutnya putih." Gumam Lila.

Gina mengernyit, "Tidak perlu! Kamu nanti kena poin dari guru. Lebih baik pakai kain pel saja. Ada pel di gudang yang udah rusak tidak dipakai, kain pelnya masih putih tinggal dicuci." Ucap Gina dengan nada geli.

Putri menutup mulutnya menahan tawa, "Aku setuju saran Gina."

Lila ingin protes tapi dia tidak memiliki ide lain, jadi mau tak mau dia harus setuju dengan ide Gina. "Kalau tongkatnya?"

"Toni punya tongkat pramuka, kan?" Ucap Putri.

Lila tersenyum jahat, "Benar juga, tinggal dipermak. Lalu bajunya?"

"Oh, kayaknya di rumah ada gaun yang warna hitam." Ucap Putri sambil mengingat-ingat.

Gina terkekeh, "Darimana gaun-gaun jelek itu? Ada berapa banyak warna yang kamu punya."

Putri juga tertawa, "Ini kostum mamaku dan ibu-ibu tetangga, waktu itu ada lomba gerak jalan mereka buat gaun gede gini dengan warna yang berbeda-beda. Nanti aku lihatin deh warna hitamnya."

Lila mengangguk, "Kalau soal riasan serahkan padaku. Um, perhiasannya Mak Lampir agak rumit. Mama kamu punya kalung yang kayak gini tidak?"

Putri menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu, nanti aku lihat."

Gina berdiri dengan malas dan mengambil laptop dari meja belajarnya, matanya tertuju pada coklat yang diberikan dari bocah SMP. Dia melempar coklat itu ke kasur, "Siapa duluan, dia dapat."

Putri dengan cepat menyambar coklat yang kebetulan mendarat di sampingnya. Lila yang tertinggal satu langkah hanya bisa mendengus kesal. "Tumben ada coklat di kamarmu."

Gina kembali duduk di atas tempat tidur dengan laptop di hadapannya. Dia menekan tombol power dan layar mulai menyala. Dia meletakkan toples kacang di sampingnya dan memakannya secara acak. "Tadi dapat dari bocah."

"Hahaha, pedofil." Putri tertawa keras mengingat gosip Gina yang seorang pedofil.

Lila juga ikut tertawa, "Astaga Gin, tidak nyangka kamu benaran pedofil. Hahaha."

"Ya, tidak mungkinlah. Itu cuma karena tidak sengaja bantu bocah, siapa yang tahu dia bakal balas budi ngasih coklat." Ucap Gina cuek. "Desain brosurnya bagusnya gimana?" Tanyanya sambil membuka aplikasi mendesain gambar.

"Kasih tema horor gitu." Saran Putri sambil memakan coklat dengan santai. "Sama gambar-gambar labu berderet."

Lila mendekat ke Gina, mengintip layar laptop yang mulai bekerja. "Tulisannya kasih warna merah ala-ala darah."

Gina mengangguk dan menerima semua saran dari Putri dan Lila. Dia bahkan menambahkan gambar Kepala Sekolah yang botak di tengah gambar, membuat mereka bertiga tertawa keras. Namun pada akhirnya, Gina menghapus kembali gambar Kepala Sekolah dan membuat dengan serius. Kemudian dia mencetaknya menggunakan Matt Paper.

"Beres." Ucap Gina dan meletakkan brosur-brosur dasar gelap itu di atas mejanya. "Segini cukuplah." Ucapnya meyakinkan diri sendiri.

Putri memukul punggung Gina, "Ini lebih dari cukup!"

Lila juga mengangguk setuju. "Itu terlalu banyak."

"Ah, benarkah? Biarkan saja, sudah terlanjur. Sekarang kostum kalian."

Mereka mulai pergi ke gudang menjadi pel dan melepas kain pel dari gagangnya. Gina dengan iseng menaruhnya ke atas kepala Lila dan tertawa puas. Lila marah membuang kain pel pada Gina yang kabur. Putri menjahit topi penyihir di mesin jahit kuno yang ada di ruangan kamar bunda Gina yang tak terpakai lagi. Mesin jahit itu mengeluarkan suara yang tak nyaman didengar, namun masih dapat digunakan.

Dan akhirnya persiapan mereka bertiga telah selesai.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!