Festival 3 ; Rumah Hantu

Beta mengunjungi stan makanan kelas XI IPA 5, dia berseru senang ketika melihat Dion sedang membungkus keripik pisang dengan tenang.

"Kak Dion!" Teriak Beta yang membuat seluruh murid kelas XI IPA 5 menghentikan kegiatan mereka sebentar. Itu membuat Beta terkekeh malu karena tindakannya yang sembrono mengagetkan orang lain

Gerakan tangan Dion berhenti, dia mengalihkan pandangan dari keripik pisang ke anak laki-laki yang kini menatapnya dengan penuh binar.

"Kemari sini!" Panggil Dion dengan tenang kembali melanjutkan aktivitasnya.

Dengan itu, Beta tanpa malu-malu menerobos meja panjang di depan tenda dan langsung menuju ke Dion.

"Mana Kak Beni?" Tanya Beta langsung ketika pantatnya baru menyentuh kursi plastik.

Dion mengangkat bahunya acuh tak acuh, "Mati kali." Jawabnya acak.

Beta meringis mendengar jawaban Dion, dia tahu hubungan kakaknya dan Kak Dion sangat dekat hingga mereka bahkan tidak bisa dibedakan antara sahabat atau musuh.

Dia mengeluarkan wajah memelasnya dan kembali bertanya. "Kak Dion, mana Kak Beni?"

Dion terkekeh pelan, dia mengangkat pandangannya dan mencari sosok Beni secara acak. Tatapannya berhenti ke satu titik, dia menunjuk ke panggung yang berada di tengah lapangan. "Jangan diganggu, dia kayaknya masih sibuk di sana. Duduk santai dulu disini."

Beta mengikuti pandangan Dion, dan mengangguk nurut. Lalu secara sadar membantu Dion membungkus keripik pisang dengan kaku. "Kak Dion nanti kita pergi ke rumah hantu, ya!"

Dion menggelengkan kepalanya malas, "Untuk apa?"

Beta menatap Dion dengan serius, "Sebagai apresiasi kita pada mereka yang telah susah payah membentuk rumah hantu yang begitu sulit. Kak Dion harus tahu betapa susahnya membuat suasana ruangan menjadi suram dan mengerikan, ditambah dengan karakter hantu yang beraneka ragam, pasti mereka menghabiskan dana yang tidak sedikit. Kak Dion sebagai warga sekolah dan Kak Beni sebagai penyelanggara festival mesti memiliki inisiatif untuk mendukung satu sama lain. Sehingga mereka juga tidak akan segan membantu stan kelas kakak."

Dion menatap Beta dengan tak berdaya, "Sekarang aku mengerti kamu benar-benar adiknya Beni."

Beta mengangguk, "Jadi kita pergi ke rumah hantu, kan?"

"Perwakilan kelas berapa itu?" Tanya Dion sambil memeriksa semua keripik pisang yang telah dibungkus.

Beta merapikan brosur di tangannya dan memperlihatkannya ke Dion.

Dion salah fokus menatap tangan Beta yang menggenggam erat pinggir brosur seperti enggan membiarkannya untuk merebut lembaran yang tak berarti itu. Dia bekerja sama dan hanya melirik saja walau tangannya gatal untuk merebutnya.

"Oh, kelas XI IPA 2. Begitu kebetulan." Ucap Dion dengan nada sedikit terkejut.

Beta mengabaikan kata-kata Dion dan hanya terfokus dengan kesenangannya. "Kak Dion tahu? Lalu nanti kita bertiga sama-sama ke sana!"

Dion mengangguk menyerah, tidak tega untuk meruntuhkan semangat anak muda ini. "Baiklah, tapi bersabar sedikit. Rumah hantu ini buka siang nanti, jadi bantu aku bawa ini semua ke meja sana."

Beta mengangguk, dia berdiri dan meletakkan kertas brosur ke kursi plastik yang baru saja didudukinya dengan hati-hati dan mengambil baki yang memuat banyak keripik pisang yang telah dibungkus rapi di dalam plastik bening.

"Kak Dion, jaga ini untukku!" Pinta Beta dengan wajah serius menunjuk lembaran brosurnya.

Dion meringis mendengarnya, namun dia berpikir mungkin Beta memiliki posesif terhadap brosur seperti dia yang posesif dengan angka 7. Dia mengambil tasnya yang bersandar di kaki kursi dan mengambil brosur itu. "Ini disimpan di tas saja."

Beta mengangguk antusias dan membawa baki muatan keripik pisang dengan semangat dan membawanya ke meja depan. Para pelayan dengan kepala kelinci mengatur keripik dengan rapi, mereka tersenyum manis pada Beta dan dengan gemas mencubit pipinya.

"Terimakasih Beta imut!" Seru salah satu siswi dengan suara yang diimut-imutkan.

Beta mengeluarkan senyum cerianya, "Sama-sama, Kak. Kalau Kakak ada waktu, jangan lupa pergi ke rumah hantu kelas XI IPA 2! Seru bangat!"

Para pelayan telinga kelinci itu tertarik dan berseru setuju. Mereka berniat mencubit kembali pipi Beta, namun Beta segera lari ke arah Dion dan mengusap pipinya dengan kesal, membuat Dion terkekeh geli. Jika saja yang mencubit pipinya adalah kakak yang membantunya waktu itu, mungkin dia bisa menurunkan sedikit harga dirinya. Atau bahkan mungkin dia akan melayang senang, namun hanya dengan mengingat kakak itu suka mengelus kepalanya sudah membuatnya senang kegirangan.

°°°

"Siap-siap!" Teriak Hasim dari posisinya. Posisi Hasim berada di tengah, hingga dia dapat dengan mudah mengontrol murid lain dengan berteriak kecil.

Putri bersiap di tempatnya, dia melihat ke cermin dan menata penampilannya semengerikan mungkin. Lila memberinya hidung palsu yang sangat besar dan mancung, di sekitar mata dan kening terdapat banyak kerutan. Dia bahkan tidak dapat mengenali lagi sosok yang ada di cermin itu.

Suara langkah terdengar mendekat, Putri dengan cepat meraih sapu lidinya yang dipinjam dari rumah Gina. Dia terkekeh membayangkan betapa takutnya pengunjung karena penampilannya.

Dia menghitung mundur dalam hatinya dan mempersiapkan diri muncul menatap pengunjung dengan mata melotot. Membuat setiap orang bergidik ngeri.

3...

2...

1...

Putri muncul dan matanya melotot dengan kejam, ditambah dengan hidung dan kerutan yang banyak membuatnya terlihat sangat mengerikan.

"Aaaaaaaaaaaaakh!" Putri berteriak ngeri ketika melihat sosok yang tidak diharapnya.

Tiga orang bersama pemandu menatap datar Putri, mereka terkejut dengan teriakan nenek sihir dibandingkan dengan wajahnya. Sehingga mereka membeku di tempat tanpa bisa bereaksi.

Putri juga ikut terkejut dengan teriakannya, dia dengan cepat menutup mulutnya dan ikut menatap balik mereka.

"Abaikan saja aku." Ucap Putri akhirnya memecah kesunyian.

Beni dan Dion mengangguk canggung dan menarik Beta yang masih tertegun untuk segera berjalan melewati Putri. Beta sama sekali tidak menyangka nenek sihir akan berteriak ngeri ketika menatap mereka, membuatnya terkejut setengah mati.

Mereka lanjut berjalan dengan kaku, Beni menatap Dion penuh arti. Dion menggelengkan kepalanya entah apa maksudnya.

Yanto, pemandu rumah hantu dengan cepat kembali memandu jalan untuk tiga pengunjung itu. Dia sengaja mengeraskan langkah kakinya untuk didengar hantu berikutnya. Dia berharap hantu kali ini tidak mengacau seperti nenek sihir itu.

"Aaaaaaaaa!" Beta berteriak kencang, matanya melebar melihat sosok yang mengerikan.

Sosok itu memiliki kain pel sebagai rambut, mukanya sepenuhnya hijau dengan lingkaran hitam di matanya. Bajunya hitam besar, dia memegang tongkat hitam dengan geram.

Beni dan Dion juga tanpa sadar mundur selangkah karena merasa ngeri. Ini pertama kalinya mereka melihat makhluk semengerikan itu.

Berbeda dengan adegan sebelumnya, Beta memegang tangan Dion dan Beni, lalu menarik mereka berdua lari dari sosok itu. Yanto sebagai pemandu juga ikut lari dari Mak Lampir yang menatap mereka datar, walau dia telah melihat makhluk ini berulang kali, dia juga berulang kali merasa merinding.

Lila menatap kepergian empat manusia itu dengan kesal, dia selalu merasa terhina ketika orang lain menatapnya takut walau itu tujuan dari rumah hantu ini dibuat.

Dia berbalik dan terkejut ketika pandangannya tertuju ke cermin, jantungnya benar-benar hampir berhenti ketika melihat sosok mengerikan itu. Membuatnya merinding dengan dirinya sendiri. Dengan cepat, dia membalikkan cermin dan kembali ke posisi sebelumnya. Bersedia untuk kembali menakut-nakuti pengunjung.

Terpopuler

Comments

yaallah wkwkwkkwkw lanjut thorrr

2022-10-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!