Dion tiba di kantin dan menemukan tiga siswi yang familiar, dia tiba-tiba teringat pada permen kaki yang belum dikembalikannya. Tetapi dia ingat permen itu telah dimakan oleh Beni dengan tidak tahu dirinya, sehingga Dion mengambil inisiatif untuk membeli permen kaki dan memberinya kepada siswi bernama Putri itu sebagai kompensasi.
Di meja segi empat, tiga siswi sedang makan dalam adu mulut. Mereka terus saja bergosip dari a sampai z tanpa henti. Hingga mata Putri melebar ketika melihat Dion berjalan ke arahnya sambil memegang dua permen kaki. Putri memukul pundak Gina agar sahabatnya itu melihat ke depan.
Gina melotot ke arah Putri dan hampir mengeluarkan umpatan ketika matanya teralih ke arah yang dipandang Putri. Sosok Dion yang tegak berjalan dengan santai menuju ke meja mereka. Lila juga cukup terkejut dan matanya celingak-celinguk memastikan masih banyak meja kosong.
"Jangan-jangan hari ini dia ingin menembakku..." Gumam Putri ketakutan. "Gawat."
Gina menatap lurus ke arah Dion, "Mungkin dia ada urusan dengan kita."
"Seperti nagih utang." Sambung Lila.
Putri melotot marah pada Lila, "Kamu yang berutang!" Geramnya.
Saat Dion telah berada di depan meja mereka, tidak ada di antara mereka bertiga yang mengeluarkan suara. Dalam diam, mereka memperhatikan gerak gerik Dion. Lila dan Gina belum yakin jika Dion menyimpan perasaan pada Putri. Karena dalam kehidupan sekolah mereka selama ini, mereka tidak pernah melihat Putri berinteraksi dengan Dion.
Dion menyerahkan permen kaki di tangannya pada Putri, membuat ketiga siswi saling memandang dalam diam. Putri melirik Dion dengan aneh, dalam hati dia bertanya-tanya. 'Apakah dia tahu aku suka permen kaki dan menembakku dengan ini?'
Dion mengerutkan kening karena tidak menerima tanggapan dari Putri, "Ini—”
"Tidak." Putri dengan cepat memotong ucapan Dion. Mencegahnya berbicara kata-kata cinta dan menembaknya.
Putri berdiri dan menatap lurus ke arah Dion. "Maaf, tapi aku tidak suka sama kamu."
Dion tercengang, "..."
Tiba-tiba keheningan terjadi di kantin, semua mata menoleh ke arah Putri dan Dion dengan penuh minat. Gina juga dengan cepat mengambil minumannya di atas meja dan meminumnya sambil menonton pertunjukan. Sedangkan Lila langsung mengambil ponselnya dan merekam dengan antusias.
Putri melihat penampilan tercengang Dion dan berpikir Dion cukup terkejut karena ditolak begitu saja. Namun, Putri tidak ingin hubungannya dengan Beni terganggu hanya karena cinta orang lain. Dia cukup egois untuk menginginkan Beni menyatakan perasaannya.
Tangan Dion yang memegang permen kaki tiba-tiba kaku di udara. Dia menatap Putri dengan diam, merasa sepertinya situasi ini salah. "Aku ingin me—"
"Maaf, tapi aku sungguh tidak bisa." Putri kembali memotong ucapannya. Dia sama sekali tidak memperhatikan dirinya telah menjadi pusat perhatian dan terus menegaskan. "Tolong lupakan perasaanmu, jangan menyukaiku! Aku sudah memiliki orang yang aku suka sejak dulu."
"..." Dion sama sekali tidak tahu harus menjawab apa.
Putri yang tak mendapatkan jawaban hanya bisa menghela napas panjang. "Aku yakin kamu akan mendapatkan seseorang yang lebih baik dariku." Ucapnya sebelum berjalan meninggalkan kantin.
Lila dan Gina buru-buru berdiri dan mengejar Putri. Dalam hati, mereka menggerutu karena pertunjukannya sangat cepat dan kurang dramatis.
Sedangkan di sisi lain, Dion masih tertegun di kantin. Dia tidak mengerti apa yang terjadi 5 menit yang lalu. Tatapannya turun menatap permen kaki yang ada di tangannya. Dia hanya ingin mengembalikan permen kaki ini.
Sebuah tangan menepuk pundak Dion dengan keras. "Hahaha, rapat hari ini ditunda. Eh, ada apa ini? Kenapa semua tatapan tertuju padaku? Apa karena aku populer? Hahaha." Ucap Beni yang tidak tahu situasi dan kondisi.
Dion memalingkan wajahnya dengan kaku menatap wajah riang sahabatnya. "Kenapa aku merasa seperti baru saja ditolak?" Tanya Dion heran.
Beni tidak melihat pertunjukan tadi, sehingga dia menjadi satu-satunya orang idiot di kantin. "Ini tidak seperti kamu baru saja menembak cewek, kan? Hahaha." Beni bertanya dengan bercanda, namun Dion tetap diam membuat Beni ikut terdiam. "Sungguh?"
Dion menggelengkan kepalanya, "Ini seperti kalah sebelum berperang." Ucapnya samar-samar.
Beni mengerutkan keningnya tidak mengerti, "Bukannya kamu tidak akan bermain lagi hari ini? Yang tadi ke tujuh kan?"
Dion menatap Beni lelah, ini seperti ayam yang sedang mengobrol dengan bebek. Tidak akan nyambung. Dia menggelengkan kepalanya dan berjalan meninggalkan kantin.
Beni buru-buru mengejarnya, "Hei, kita belum makan!"
Dion menyerahkan dua permen kaki pada Beni, "Makan itu dan ayo kembali ke kelas."
Di kelas XI IPA 2, tiga gadis duduk dipojok kelas seperti biasanya. Putri menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Ah, malunya."
Gina mengangguk, "Ternyata kamu punya malu juga."
Lila mendukung, "Aku kira urat malumu putus, Put."
Gina dan Lila tertawa keras dan mengabaikan tatapan tajam dari Putri.
Putri mendengus keras, "Setidaknya aku sudah mengatakannya. Semoga orang itu sadar diri dan melupakan perasaannya."
Gina mengerutkan keningnya merasa ada yang salah. "Kamu yakin tadi dia mau nembak kamu?"
Putri mengangguk tegas. "Bagaimana tidak? Dia pasti cinta mati padaku, dia bahkan tahu jika aku suka makan permen kaki. Tapi bukannya terlalu aneh nembak cewek pakai permen kaki."
Lila terkekeh, "Setidaknya biarkan dia menyelesaikan kata-katanya."
Putri menggelengkan kepalanya, "Aku tidak ingin mendengar dia menembakku! Aku hanya ingin mendengar kata cinta dari Beni."
Gina dan Lila saling memandang dan hanya mengangkat bahu masing-masing.
"Tapi, sifatmu juga tidak bagus. Kamu tidak pikir apa, kalau Dion pasti malu karena kamu nolak dia di depan banyak orang." Ucap Lila yang disetujui oleh Gina.
Putri memasang ekspresi khawatir, dia merasa sedikit bersalah. "Tapi dia ingin menembakku di depan banyak orang, jadi bukan salahku menolaknya di depan banyak orang."
Gina memajukan tubuhnya menatap Putri dengan serius. "Kamu benar-benar yakin Dion suka kamu?"
Putri mengangguk, "Aku yakin."
"Tapi aku tidak." Ucap Gina langsung. "Tidak ada yang bagus darimu, bagaimana bisa Dion suka?"
Putri melotot marah, "Tentu saja banyak yang bagus dariku!"
Lila memandang Putri dari atas ke bawah, "Apa yang bagus darimu?"
Putri sudah terbiasa ditindas oleh kedua sahabatnya ini. Dia selalu merasa bila persahabatan mereka seperti pedang bermata dua, benar-benar harus siap untuk dikhianati kapan saja. Karena setiap waktu mereka dapat menjadi musuh yang berbahaya. Saling menindas dan menyakiti, tetapi tetap bersama.
Putri mulai berpikir sesuatu yang baik tentang dirinya. "Mamaku mengatakan aku cantik."
Gina memutar matanya malas, "Apa ada orang tua yang mengatakan anaknya jelek?" Lalu tatapan mereka berdua jatuh pada Lila. "Eh iya, ada." Ralatnya.
Wajah Lila langsung hitam saat menerima serangan tiba-tiba ini. Persahabatan mereka benar-benar seperti pedang bermata dua, tidak tahu kapan saatnya mereka dibela dan ditindas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
An
😂😂😂😂😂
2020-06-08
0
🇪🇭🇲🇨n⭕⭕v!🇪🇭🇲🇨
Mereka Akur Sekali...
Ha...Ha...Ha...
2020-05-20
0