"Yumna ... Ah maksudku Dek Yumna, kok kamu ke di sini? Mau apa?!" Ustad Yunus terperanjat diposisinya, buru-buru dia pun melepaskan pelukan itu dan mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak.
Perempuan di depannya itu memanglah Yumna. Dan tentu Ustad Yunus heran, mengapa malam-malam perempuan itu datang ke rumahnya.
"Kan aku sudah bilang, kalau aku ingin kita menikah!" tegasnya dengan wajah sedikit cemberut. "Padahal aku sudah melamar Mas Boy, tapi nyatanya sampai sekarang Mas belum juga peka untuk menikahiku. Mas jahat!" tambahnya berteriak.
"Maaf, maafkan saya, Dek. Bukan maksud saya ... lho, kamu mau ke mana sekarang?" Ustad Yunus terlihat heran saat perempuan itu kembali masuk ke dalam mobil taksi. Dan sebelum pintu itu ditutup olehnya, Ustad Yunus langsung menahannya.
"Pokoknya besok, Mas harus datang ke rumah dan mengajakku menikah!" tegasnya, lalu mendorong tubuh Ustad Yunus untuk menjauh dari mobil.
Setelah menutup pintu dengan kasar, mobil taksi tersebut melaju pergi dari sana. Meninggalkan Ustad Yunus yang berdiri mematung.
'Ternyata Yumna memang benar-benar ingin menikah denganku, ya?' batinnya.
"Yunus ... kok kamu malah tidur di sini?!"
Sebuah tepukan pelan pada pundak kanannya sontak membuat Ustad Yunus membuka matanya secara paksa. Kemudian menatap wajah Umi Mae dari bawah.
"Umi?!"
"Kenapa kamu tidur diluar dan di lantai begini, Nak?" tanya Umi Mae lagi yang mana membuat Ustad Yunus menatap sekeliling kemudian bangkit.
Ternyata memang benar, saat ini dia berada di teras rumahnya dan barusan dia habis berbaring di lantai.
"Lho, memang sejak kapan aku tidur di sini, Umi?"
"Umi nggak tau, Nak. Umi baru lihatnya sekarang."
"Memang sekarang jam berapa?"
"Jam lima."
"Lho, kok sudah jam lima?" Ustad Yunus terlihat heran sekaligus tak percaya. "Perasaan tadi masih tengah malam. Apa mungkin aku mimpi kali, ya? Berarti tadi Yumna nggak beneran ke sini juga?"
"Kapan Yumna ke sini? Kok kamu nggak kasih tau Umi, Nus?" tanya Umi Mae.
"Kayaknya sih aku cuma mimpi Umi."
"Mimpi apa?"
"Mimpi Yumna ke sini, soalnya pas aku keluar menemuinya ... itu aku baru selesai sholat istikharah."
"Oohh ... kayaknya sih memang mimpi. Tapi pas dia ke sini ... dimimpimu itu dia mau ngapain?" tanya Umi Mae yang mendadak penasaran.
"Dia bilang ingin menikah denganku, terus aku diminta untuk datang ke rumahnya."
"Ya ampun ... sangking dia kebeletnya kepengen kamu nikahi, dia sampai masuk ke dalam mimpimu, Nak," kekeh Umi Mae yang terlihat senang. "Kalau udah dikasih kode lewat mimpi begitu, masa kamu masih ragu sih, Nak?"
"Ragu gimana maksudnya?" tanya Ustad Yunus yang terlihat tak paham.
"Ragu untuk menikahinya. Udah mending sekarang kamu masuk lagi untuk sholat subuh. Nanti setelah mandi dan sarapan ... kita pergi ke rumah sakit, ya?"
"Mau ngapain ke rumah sakit? Umi sakit?" Ustad Yunus langsung menyentuh dahi sang Umi.
Wanita berkerudung hijau itu langsung menggeleng. "Bukan Umi yang sakit, tapi calon mertuamu."
"Om Yohan?"
"Iya." Umi Mae mengangguk. "Kemarin sore, Pak Roni datang ke sini. Dia ingin menjemputmu untuk membawa ke rumah sakit, karena memang diminta oleh Pak Yohan."
"Oh gitu. Tapi sakit apa Om Yohan, Umi? Apa dia kecelakaan?"
"Umi kurang tau, Nak." Umi Mae menggeleng. "Nanti kita tanya pas sudah sampai ke sana saja, ya?"
"Ya udah, tapi Umi mau ikut mau apa nanti?"
"Ya memangnya Umi nggak boleh, ikut jenguk calon besan? Sekalian juga Umi mau bahas tanggal pernikahan kamu dan Yumna, Nus. Pasti mereka menunggu keputusan darimu juga, kan?"
"Iya. Ya sudah Umi, aku mau masuk buat sholat Subuh dulu."
*
*
*
Seusai sarapan, Ustad Yunus dan Umi Mae pun bersiap-siap.
Umi Mae juga masak agak banyak hari ini, sebab ada sebagian yang ingin dia masukkan ke dalam rantang. Ingin dibawa untuk kedua besan dan calon menantunya.
"Yunus ... udah selesai belum, Nak?" Umi Mae berjalan keluar dari dapur, lalu langkahnya terhenti di depan pintu kamar Ustad Yunus yang terbuka.
Tak lama pria itu keluar, dia terlihat begitu tampan dan wangi dengan memakai kemeja putih lengan pendek serta celana jeans berwarna denim.
"Udah, Umi." Ustad Yunus mengangguk, lalu pandangan matanya terjatuh pada apa yang Uminya tenteng. "Eh tapi Umi kok bawa rantang segala?"
"Iya. Ini isinya buat makan siang." Umi Mae mengusap rantang yang dia pegang. "Niat Umi sih mau ngasih buat Yumna dan orang tuanya. Tapi kira-kira ... nanti Yumna makan nggak ya, Nus? Umi takut dia nggak mau."
"Pasti dimakan lah, Umi. Masa enggak?"
Mereka pun berjalan keluar rumah, lalu menutup pintu.
Baru saja keduanya hendak masuk ke dalam mobil, tapi tiba-tiba ada sebuah mobil hitam yang berhenti di depan mereka. Kemudian seseorang keluar dari sana yang ternyata adalah Roni.
Kedatangannya ke sini karena ingin menjemput Ustad Yunus lagi, sebab kemarin ditunggu-tunggu pria itu tak kunjung datang.
Akhirnya Roni pun kena semprot Papi Yohan, dan menyalahkannya kenapa tidak memilih untuk menunggu saja. Tidak masalah meskipun lama juga.
"Assalamualaikum. Ustad sama Bu Mae mau ke mana?" tanyanya yang sudah menghampiri.
"Walaikum salam." Ustad Yunus dan Umi Mae menjawab secara bersamaan. "Ini saya mau ke rumah sakit, jenguk Om Yohan, Pak," tambah Ustad Yunus.
Roni langsung mengulum senyum. "Oh gitu. Kebetulan, Tad. Bareng sama saya saja. Soalnya saya ke sini mau jemput Ustad."
"Ya ampun Pak Roni, Bapak sampai datang lagi buat jemput? Padahal kemarin aku sudah bilang nanti Yunus akan datang," ucap Umi Mae yang merasa tak habis pikir.
"Iya, Bu, maafkan saya. Soalnya kondisi Pak Yohan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Jadi saya khawatir saja, dan datang kembali ke sini untuk menjemput Ustad Yunus lagi." Roni perlahan membukakan pintu belakang mobilnya.
"Ya sudah, ayok berangkat sekarang, Pak, ayok Umi." Ustad Yunus terlihat panik. Buru-buru dia mengajak Umi Mae untuk masuk bersama ke dalam mobil.
Roni pun ikut masuk, kemudian langsung mengemudikan mobilnya.
*
"Pak Roni, memang Om Yohan sakit apa, kok dia dibawa ke rumah sakit?" tanya Ustad Yunus.
Seketika dia juga menjadi dejavu, mengingat momen dimana Roni memintanya untuk mengobati bosnya yang mengalami kecelakaan akibat diganggu makhluk halus. Dan itulah awal dimana dia dan Papi Yohan menjadi dekat seperti sekarang.
"Beliau terkena virus, Tad." jawab Roni sambil menatap ke arah kaca depan.
"Virus? Virus apa?"
"Katanya sih virus tekotok."
"Memang ada, ya, virus tekotok? Baru dengar saya kayaknya Pak." Ustad Yunus terlihat mengerutkan keningnya.
"Kata taik ayam, nggak sih, Nak, namanya?" tanya Umi Mae yang duduk di samping dengan wajah terheran-heran.
"Iya, Mi. Kaya taik ayam." Ustad Yunus mengangguk. Setuju dengan ucapan Uminya.
"Saya juga baru dengar, Tad. Tapi memang kata dokternya itu virus baru dan cukup langka dan belum ada obatnya."
"Terus ... Om Yohan nggak bisa sembuh dong, Pak? Bagaimana itu?"
"Bisa sembuh, tapi tergantung suasana hati." Roni tahu semuanya, sebab dia juga ikut bersandiwara dalam hal ini.
"Maksudnya?" Ustad Yunus tampak bingung.
"Kalau Pak Yohan suasana hatinya selalu bahagia ... dia akan cepat sembuh, Tad. Tapi sebaliknya ... kalau suasana hatinya sedih apalagi kecewa, kondisinya bisa makin buruk. Malah fatalnya bisa sampai meninggal."
"Apa?! Meninggal?!" Ustad Yunus sampai memekik, karena sangking terkejutnya. Bola matanya bahkan sudah membulat. Umi Mae pun ikut-ikutan terkejut juga.
"Bahaya banget virus itu, Pak, mirip seperti virus Corona," ucap Umi Mae.
"Iya, Bu. Mungkin adeknya Corona."
"Kalau adeknya namanya Omicorn, Pak."
"Oh iya, mungkin Tekotok keponakannya Corona, Bu."
"Bisa jadi." Ustad Yunus menimpali dengan anggukan kepala, dia terlihat percaya meskipun sejujurnya sedikit heran dengan nama virus tersebut. "Tapi, Pak, menular nggak kira-kira? Soalnya setau saya ... orang yang terkena virus Corona saja nggak bisa dijenguk. Malah disuruh isolasi mandiri."
"Kalau kata dokternya sih virus tekotok ini nggak menular, Tad."
"Ooohh ... syukurlah kalau begitu." Ustad Yunus langsung menghela napasnya. "Tapi penyebabnya apa kira-kira?"
"Kalau tentang itu saya kurang tau, nanti Ustad tanya langsung saja ke Pak Yohan."
Tak terasa karena terus mengobrol, akhirnya mereka sampai ditujuan.
Ketiganya pun lantas turun dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah sakit bersama-sama. Roni menuntun mereka, supaya keduanya tidak perlu mencari lagi meskipun dia tahu—Umi Mae sudah diberitahu nomor kamar Papi Yohan olehnya.
"Lho, Nus ... kok ada pengantin? Cantik sekali." Langkah Umi Mae seketika terhenti, lalu menahan tangan Ustad Yunus dan membuatnya ikut menghentikan langkah.
Dia tampak terheran-heran, sebab memang ada seorang perempuan yang memakai kebaya putih lengkap dengan make up dan riasan di atas kepalanya.
Perempuan itu tengah duduk manis di depan kamar rawat, pada kursi panjang seorang diri, tapi wajahnya begitu asam sekali.
"Dia Dek Yumna, Umi," jawab Ustad Yunus yang tidak berkedip sama sekali menatapnya.
...Terkesima apa gimana nih Ustad? 😂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Pisces97
beneran yang datang Yumna 🫣🤭
2024-01-03
2
bakri Rjaya cell
ustadnya sama uminya ikut ikutan bodoh sih percaya amat nggak nanyak dulu sama orang atau dokter lain gitu apa nggak heran ya sama kelakuan si biang kerok itu😀😀
2023-11-12
0
Eva Karmita
waaaaawww 😱😱😍😍 , jadi ngakak dengar silsilah virusnya dari Corona omicron tekotok entar muncul yg baru sepupunya tekotek 🤭🤭😂😂😂😂😂
2023-10-27
0