Rinjani digeret bak kambing, berjalan cepat bahkan sedikit tergusur, "Loui! Aku bukan kambing, apa kau tak bisa memperlakukan manusia layaknya manusia?!!" sengitnya mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Loui.
"Kau ini sungguh kasar, kalau memang tak bisa kau tak usah memaksakan!" kali ini Jani benar-benar lelah untuk mengikuti mau hatinya abg tua ini, jujur saja perutnya pegal. Sikap Loui benar-benar tak bisa selembut pria lain.
Loui terpaksa melepaskan tangan Jani, membiarkan wanita itu berjalan duluan meskipun pelannya seperti lansia, ia menghela nafasnya tak membalas ucapan Jani, hanya saja ia memperhatikan langkah Jani yang sepertinya risih nan sesak membawa balon di perutnya.
Ia hanya tertegun melihat itu, selama 9 bulan Rinjani akan begitu, dan mungkin di sisa waktu menuju 9 bulan, perutnya akan semakin membesar.
Rinjani berbicara dengan resepsionis untuk pengambilan nomor dan jam bertemu dokter kandungan, bersama Oscar yang mendampingi bahwa mereka telah membuat janji temu.
Loui mengedarkan pandangannya seraya membuka jas yang ia pakai sebelumnya, selepas pertemuan dengan tuan Thompson yang akan mengadakan pesta anniversary pernikahannya dan ia mengundang Loui.
Setelah selesai mengurus administrasi, lalu mereka berjalan ke arah poli kandungan. Tak perlu lagi menunggu lama seperti yang lain, Rinjani bahkan segera disarankan untuk masuk.
Lain halnya dengan Oscar yang langsung duduk di kursi tunggu, Loui justru hendak ikut masuk.
"Kau mau kemana?" Jani memutar badannya saat di gawang pintu dengan ekspresi yang selalu ngegas pada Loui.
"Aku ikut masuk." Loui membalas tak kalah kekeh.
"Tak boleh! Kau tunggu saja bersama Oscar!" tentu saja Jani tak akan membiarkan lelaki ini masuk dan melihatnya membuka bagian perut.
"Kenapa begitu?!" Loui tak terima.
Suster yang menjaga dan memanggil pasien meringis melihat pertengkaran sepasang suami istri di depannya, baru kali ini ia mengalami hal seperti ini, padahal biasanya si istri akan selalu manja minta ditemani dan suami yang malas.
"Kau..." Jani tergugup tak bisa menjawab.
"Aku ayah janin itu...jadi aku berhak melihatnya..." balas Loui lagi.
"Sir, madam....silahkan masuk, dokter sudah menunggu..."
"Sus, dia tak boleh masuk kan?!" kini Jani meminta pembelaan dari perawat dengan penuh harapan jika perawat itu tak membiarkan Loui masuk.
Kini Oscar menertawakan nasib si perawat yang kebingungan berada diantara perseteruan pasanga gila yang kini malah menghalangi gawang pintu itu. Loui tak meminta pembelaan, tapi jelas tatapan matanya sudah mengintimidasi si perawat.
"Si--silahkan masuk sir, madam. Sir, anda disarankan untuk ikut mendampingi pemeriksaan," jawabnya melebarkan gawang pintu.
"Dengar?" kini Loui buka suara sambil tersenyum puas dan justru masuk duluan ke dalam ruang dokter kandungan.
Meski dengan menghentakan kaki, Jani masuk ke dalam bersama Loui dan langsung bertemu dengan dokter. Senyuman ramah dokter perempuan itu menyapa keduanya.
"Tuan Loui...nyonya Loui,"
"Jani...Rinjani, bukan nyonya Loui..." ralat Jani.
"Sama saja." Loui memutar bola matanya. Kenapa wanita itu ribet sekali, toh itu hanya sebutan untuk orang luar yang tak tau dengan hubungan mereka.
Jani langsung melirik sinis penuh sorot tak suka pada Loui.
"Mari naik ke atas ranjang," pintanya demi memeriksakan kandungan, sementara si dokter hanya menggeser kursinya hingga ia meluncur memutar dan berbalik ke arah sebuah monitor.
Dengan malu dan canggung, Jani mau tak mau menaikan ujung dressnya yang sedikit demi sedikit menampilkan bentukan perut membuncit di depan Loui, dokter dan perawat.
Dan Loui begitu khusyuk melihat itu. Dioleskannya gel di atas perut bagian bawah Jani lalu ditempelkan alat yang secara otomatis menampilkan isi rahim Jani.
"Tuan, madam...ini calon bayi kalian...oh lihatlah, dia sehat termasuk plasentanya!" ucapnya riang. Dokter menunjuk bulatan di perut Jani yang terkesan mirip buih sabun itu dengan kursor, namun hal itu cukup membuat Loui tersenyum hangat melihatnya. Ia bukan lelaki bo doh yang tak tau jika tahapan bentuk janin seperti apa, karena dulu ia pernah bersekolah meskipun hanya di panti asuhan.
"Dia besar, sepertiku...." gumam Loui terkekeh senang. Jani mendongak melihat ekspresi Loui, yang baru kali ini ia melihat itu. Memang benar kata orang, sesangar-sangarnya lelaki ia akan tetap menyayangi da rah dagingnya sendiri.
"Apa nanti, dia akan berotot dan tangguh sepertiku, dok?" tanya Loui meledakan tawa Jani begitupun dokter yang cekikikan mendengarnya.
"Kenapa? Aku hanya bertanya, bukankah dokter pun memiliki kemampuan melihat psikologi seorang manusia?"
Dokter itu tersenyum, "bukan manusia dalam bentuk janin, tuan. Tapi nanti setelah putramu lahir, dan kami melakukan serangkaian tes, maka kami akan tau kepribadiannya, bukan fisik ataupun seberapa tangguhnya ia..." jelas dokter.
"Sepertinya kau hanya sekolah sampai gerbang saja, Lou. Tidak sampai masuk ke dalam kelas!" balas Jani.
Dokter dan perawat kembali mengu lum bibirnya.
"Tapi dok, anda bilang putra...apa dia laki-laki?" tanya Jani yang diangguki dokter, "ini..." ia menunjukan area organ yang meskipun Jani dan Loui tak mengerti namun dokter berkata itu adalah kejantanannya. Loui kembali tersenyum puas, jika benar ia lelaki maka ia akan menggantikannya menjadi ketua kartel mafia, seperti yang Oscar katakan di suatu malam saat mengetahui Rinjani sedang mengandung.
Awalnya Loui sudah mengarahkan anak buahnya untuk melenyapkan Jani, namun ketika ia menghadao cermin dan menemukan sehelai rambut putih menghiasi bentukan rambut rapinya, ia sadar jika ia butuh penerus untuk mewariskan bisnisnya.
"Hari persalinan diperkirakan tanggal 9 November nanti." ucap dokter. Jani dan Loui saling melirik, seolah sedang berbicara jika waktu kebersamaan dan kontrak mereka sudah ditentukan hanya sampai 9 November, setelah tanggal itu maka semuanya akan kembali seperti sedia kala.
Ada perasaan tersentil di hati Jani, saat pandangannya beralih pada layar, apakah ia akan sanggup jika harus terpisah dari bayi yang dikandungnya itu? Telah ada perasaan sayang darinya sebagai seorang ibu.
"Berapa kali intensitas berhubungan tuan dan nyonya dalam seminggu?"
Jani langsung tersentak mendengar itu, ia bahkan tak berani melirik Loui. Wajahnya bahkan langsung menjadi tomat matang tanpa berani menjawab, lebih memilih turun dibantu perawat.
"Memangnya ada aturan maksimal dan minimal?" tanya Loui semakin membuat Jani tak nyaman.
"Tentu," jawab dokter.
"Disarankan tidak lebih dari 3 kali seminggu. Manfaatnya banyak, selain bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh, karena berhubungan dapat meningkatkan produksi senyawa antibodi IgA. Menjaga kebugaran, meningkatkan kualitas orgas me dan kebahagiaan..."
Jani melirik Loui dengan mata menyipit nan sengit. "Ah, aku paham." Angguk Loui usil.
Keduanya berjalan keluar setelah mendapatkan resep vitamin dari dokter.
"Kenapa juga kau harus bertanya!" sengit Jani saat keluar ruangan, Oscar mele nguh berat, selalu dan selalu keduanya tak pernah bisa akur.
"Aku hanya bertanya berbasa basi, lagipula aku hanya ingin tau, apa salah?!"
"Salah!" sarkas Jani galak berjalan duluan. Oscar kini berani tertawa membersamai Loui, "si alan, dasar wanita menyebalkan!"
"Kau jatuh cinta pada Rinjani." ucap Oscar.
"Apa? Tidak." Jawab Loui, "aku hanya memperlakukan dia layaknya manusia, itu saja. Lagipula ada calon putraku diperutnya." kilah Loui mempercepat langkahnya.
"Terserah kau saja, Lou." gumam Oscar menyusul.
.
.
"Lou, apa kau akan mengajak Rinjani ke acara tuan Thompson?" tanya Oscar, Loui menoleh dan langsung menggeleng, "tidak. Aku akan datang denganmu saja."
"Tapi di acara itu semua jelas akan membawa wanita penghibur, tuan Thompson sudah pasti akan memberikan salah satu wanita penghibur yang ia sewa untuk para tamunya..."
Loui mengangguk setuju, "biarkan. Kita nikmati saja jamuan tuan rumah, aku sedang tidak berminat membawa wanita manapun...."
Oscar tersenyum miring, namun rupanya senyuma Oscar dianggap lain oleh Loui, "apa kau sedang mencibirku? Sudah kukatakan aku tidak jatuh cinta pada wanita Indonesia itu!" geramnya, "jika kau tak percaya, akan aku panggil Cameron untuk menemaniku di acara tuan Thompson, puas?!" sarkas Loui, melihat wajah cemberut dari Rinjani di kejauhan, rupanya wanita itu sudah cranky karena bapak-bapak ini lamban sekali.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
🤣🤣🤣🤣..Katanya tadi dia bukan bodoh kan,😂😂😂😜😜
2023-12-16
1
'Nchie
kamu di sumpahin emak2 Loui g akan berhasrat sama perempuan lain selain Jani wkwkwk
2023-11-14
0
ummah intan
ya iyalah jani..siapa sih ibu yg tega terpisah sm anaknya?
2023-11-13
0