"Lambat!" gerutunya menatap sinis pada Loui, Oscar segera menekan tombol remote, sehingga pintu mobil dapat ia buka, Jani langsung masuk ke dalam tanpa banyak berkomentar.
Jalanan yang bergerak maju membuat mata Jani jadi mengantuk, hingga ia putuskan untuk mengikuti alurnya dan terlelap. Wanita itu, semenjak mengandung selalu dengan mudahnya tertidur meski hanya bersandar pada sandaran jok mobil.
Sadar jika makhluk di sampingnya tak lagi mengoceh seperti bebek, Loui menoleh penasaran, siapa tau Jani mati.
Netranya menyipit geli melihat wajah tenang Jani, dengan mulut yang sedikit terbuka.
"Cih," ia terkekeh. Oscar langsung melirik rear vision dan menemukan jika Loui sedang bertindak aneh lainnya, yaitu memperhatikan seorang gadis tertidur sambil ketawa ketiwi sendiri, padahal Jani tidak sedang melucu apalagi menggodanya. Bahkan Jani yang tertidur saja terlihat lucu di mata Loui, Oscar begitu yakin jika bos sekaligus temannya itu sedang jatuh cinta pada rahim sewaannya sendiri, si wanita Indonesia ini.
"Dia tidur pulas sekali, apakah hamil se-lelah itu, Os?" tanya Loui membuat Oscar mengalihkan pandangannya pada Loui, ia menggeleng, "entah. Apa harus kutanyakan pada Rinjani, sekarang?"
"Cih," decih Loui mengalihkan pandangan malas pada Oscar yang terkekeh, "jika ujungnya harus bertanya padanya, aku tidak harus bertanya padamu!"
Oscar menarik senyumannya miring, "karena kau bertanya pada orang yang belum pernah merasakan kehamilan, Lou...jadi aku tak tau."
"Ya sudah, kau diam saja!" Loui memilih melakukan hal yang sama dengan Jani, menyandarkan kepala dan punggungnya di sandaran lalu memejamkan matanya, ternyata rasa lelah dan kantuk itu menular.
Oscar membelokan stir dan melajukan kecepatan mesin mobil sesuai kebutuhan jalanan dengan sesekali melirik kaca, ada senyuman miring dan gelengan kepala melihat pemandangan di belakangnya, awalnya Loui dan Jani terhalang jarak dan arah kepala masing-masing yang sama-sama menjauh, tapi baru beberapa belas menit ia berkendara sejak Loui memejamkan matanya, jarak keduanya sudah terpangkas habis.
Bukan Jani yang memakai seatbelt melainkan Loui yang sudah bersandar di pundak kecil Rinjani, begitupun kepala Jani yang jatuh begitu saja di kepala Loui demi menahan lehernya yang pegal, dua tangan dari dua pasang tangan manusia itu juga tertumbuk di atas perut Jani.
Oscar memasuki kawasan distrik 9, dimana area itu menjadi ring terluar kediaman Loui. Beberapa pria berjaga di atas gedung bangunan yang mereka sebut rumah atau bahkan bangunan-bangunan kosong sebagai pertahanan dari apapun yang dianggap ancaman. Bendera negri yang terkoyak tak jarang dijumpai pula disana dikibarkan.
Sekilas Oscar membuka kaca jendela dan menatap pada Marco dan mengangguk singkat lalu menutup kembali kaca jendela mobilnya melenggang masuk bebas.
Mobil melambat saat melintasi kawasan ladang gandum dan beberapa lahan berkebun warga distrik, Oscar kembali membuka kaca jendela dan membunyikan klakson demi menyapa beberapa warga distrik yang mengenal baik mereka.
Deretan pohon Ek memberikan kesejukan kawasan hutan kecil menuju kediaman Loui, memberikan desiran dari dedaunan kering yang berguhuran dan tertiup angin saat mobil atau kendaraan melintasi, tak lupa setelahnya jejeran pohon Pandu yang bergetar ketika angin ikut menyapa kekuningannya si daun.
Jani menggeliat kecil saat dirasa pundaknya pegal, "eungh...." le nguhnya.
Matanya mengerjap dan menyesuaikan dengan cahaya, pandangannya langsung tertuju pada orang yang menempel padanya seperti lintah dengan tatapan sinis, "pantes aja berat! Kingkong nempel disini!" bibirnya manyun, lantas ia mendorong kepala Loui tak sudi, si empunya menggeliat dan memijit pangkal hidung.
Oscar melirik ke arah kaca, matanya menyipit karena terkekeh, sebentar lagi...sebentar lagi, ia akan menyaksikan keduanya bertengkar lagi setelah baru saja baterai mereka tercharge sempurna.
Mata Jani sudah menyipit sinis, "enak ya! Main nyender, kau pikir bahuku bahu jalan!" sengit Jani, baru juga membuka mata wanita ini sudah memercikan api.
"Apa yang kau katakan. Lagipula pundakmu kecil, leherku sampai sakit begini!" balas Loui tak ingin kalah dalam hal menyalahkan Jani.
"Udah salah sewot." Jani menjewer cuping telinga Loui membuat lelaki ini tersentak kaget, Rinjani memang seberani itu.
"Berani kau!" Loui balik menarik rambut Jani, "Ha?! Ashhhh!" Jani mengaduh, tangannya terulur ingin menjambak Loui yang menjauh, namun Jani lupa jika badannya terlilit seatbelt dan gerakan maju barusan membuat dadha dan perutnya tertekan.
"Ahh, awww...awww..." Jani mengaduh.
"Rinjani," Loui refleks membantu Jani, mengusap perut membuncit itu dan melepaskan seatbelt dari tubuh Jani.
"Apa kau tak apa-apa? Apa dia baik-baik saja?" tanya Loui dengan sorot mata khawatir, Oscar menyunggingkan senyumnya dari depan.
Jani menggeleng, "hanya tertekan sedikit." Pasangan absurd ini lantas kompak mendaratkan pandangannya pada perut buncit Jani dan mengusapnya lembut.
Jani beralih menatap wajah Loui yang sibuk mengusap perutnya, sedikir terenyuh dengan sikap yang sedikit manis dari Loui itu.
"Aku tidak apa-apa, Lou..." Jani segera mengakhiri sikap Loui yang membuat suasana malah menjadi awkward, dibuangnya tatapan ke luar jendela, begitupun Loui memberikan jarak demi menetralkan pula suasana hatinya yang mendadak hangat nan geli.
Sampai mobil telah berhenti di depan rumah, Rinjani dan Loui berjalan masing-masing dengan Rinjani yang berjalan duluan tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya atau perdebatan yang biasa terjadi diantara mereka setiap kali bertemu.
"Apa kau yakin tetap akan memanggil Cameron?" tanya Oscar. Loui menoleh dan mengangguk singkat meskipun setelahnya tak dapat ia pungkiri Loui kembali menatap punggung Jani yang semakin menjauh dengan tatapan mantap namun redup.
"Aku tak mau ambil resiko, Os." Loui melengos berjalan duluan ke arah ruangan kerjanya.
Kembali, senyum menyeringai menghiasi wajah tegas Oscar, kini ia tau maksud Loui, bukankah berlian memang harus selalu disembunyikan? Apalagi dunianya dan Loui tidak sebaik dunia normal orang-orang pada umumnya yang dimana orang-orang terkasih tak boleh terekspos di depan publik agar tak menjadi sasaran kelemahan oleh pihak rival ataupun musuh dalam selimut juga pihak berwajib.
Oscar merogoh ponselnya ketika deringnya terdengar semakin memekik gendang telinga.
"Holla,"
*Tuan Os, gudang ko kain di pelabuhan sekitar distrik 14 sepertinya terendus pihak berwajib...2 orang polisi tertangkap kamera cctv di luar gerbang dan sedang berhadapan dengan penjaga*.
"Bereskan. Aku tak mau masalah ini sampai di telinga Loui. Jika perlu lenyapkan saja kedua polisi itu..." ucap Oscar lalu mematikan sambungan telfon itu.
Matanya menatap tajam nan lurus, "bagaimana cara kerja tikus-tikus itu?! Apa mereka sedang bermain-main dengan Loui!" Oscar cukup geram dengan beberapa oknum petinggi polisi yang sudah menerima uang suap darinya, setelah sekian lama mereka bekerja sama, baru kali ini kerja mereka tak rapi. Jika sampai Loui tau, maka habislah mereka.
"Oscar," sapa Jani yang sontak membuat Oscar terkejut dan menoleh, sejak kapan Rinjani disana, apakah wanita itu mendengarkan percakapannya atau monolognya tadi?
"Ada yang bisa kubantu, nona?" tanya nya cukup dibuat gugup.
Ia meringis, "apa kau bisa bukakan penutup selai kacang ini? Dari tadi kubuka susah sekali, aku mencari Mathew, dimana dia?" Jani menyodorkan botol kaca berisi selai kacang yang rencananya akan ia pakai untuk membuat cemilan.
"Mathew sedang di luar distrik, tuan Lou memintanya mengurus sesuatu..." jawab Oscar memutar penutup selai dengan mudahnya lalu menyerahkan itu pada Jani yang kemudian tersenyum, "terimakasih, Os...ah! Aku baru ingat, apa bisnis Loui sebenarnya? Apa dia seorang CEO, Os?" tanya Jani menebak so tau, ngga mungkin dong Jani berujar juragan empang!
Oscar tersenyum kaku, "nona tidak usah banyak memikirkan sesuatu yang tidak perlu. Jika nona menganggap tuan Lou seorang CEO maka yakinilah begitu." Oscar mengangguk singkat lalu pergi, membuat Jani semakin mengernyit, "terus kalo Jani nganggap tuh si borokokok juragan tahu, Jani mesti ngaminin gituh?" gumamnya jadi bingung sendiri, dengan tangan kanan yang memegang botol selai lalu di tangan kirinya tutup botolnya.
Dari puncak tangga, seseorang memandang Jani dengan tatapan getir, "seseorang sepertiku, terlalu beresiko untuk jatuh cinta...apalagi jika cinta itu berbalas...."
"Sejak dulu, aku tak pernah mengenal cinta. Selain dari kasih sayang yang diberikan oleh para biarawati panti," lanjut Loui bergumam.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Siti Nina
😂😂😂😂👍👍👍
2025-02-24
0
Lia Bagus
astaga 🤣🤣
2024-08-22
0
Vivo Smart
hadeehh kalau sadar langsung mode Tom and Jerry on🤦♀️
2024-06-24
0