Sesosok pria jangkung dan badan macho dengan stelan rapi khas Ralph Laurent turun dari mobil mewahnya, meski tatanan rambut bukan hasil kerja hair do ternama ia terlihat cool nan gagah, aura dingin nan macho jelas terlihat dari tulang rahang yang ditumbuhi sedikit rambut rapi, membentuk garis ketegasan jika ia seorang lelaki jantan, mirip-mirip david beckham lah!
Ia menggerus batangan tembakau, bukan rokok dengan merk kaleng-kaleng, bahkan bahan pencampurnya pun terdapat zat adiktif diantaranya.
God must be sleeping, adalah tatto tertulisnya di punggung tangannya, tepatnya di dekat telunjuk dan jempol. Jika biasanya tampilan seorang yang memiliki uang dan kekuasaan akan dipadukan dengan cincin berlian, maka tidak dengan Loui, ia hanya memakai arloji saja sebagai penunjang penampilannya.
Ia membuka satu kancing jasnya, membuat tata letak si roti kadet terlihat jelas di balik kemeja.
"Kamar berapa?" tanya Loui.
Stainley berbisik pada Loui, seketika aura dingin menyentuh dan memayungi kawasan Manhattan saat ia masuk.
Terlihat ia yang masuk tanpa terhambat oleh pertanyaan resepsionis, bahkan resepsionis saja tertunduk patuh melihat sosoknya. Tanpa harus dijelaskan ia sudah tau siapa dia.
Jani keluar dari kamarnya, mendapati jika pintu kamarnya diketuk orang dari luar, "permisi," sosok gadis dengan tinggi semampai dan hidung bangir juga baju sexy kini berdiri di depannya seraya memegang perut bagian bawahnya, "nona, apakah saya bisa menumpang ke toilet di kamar, anda?" ringisnya. "Toilet di kamar saya, bermasalah..."
"Silahkan, nona. Saya tidak keberatan" Jani menjawab, jangan sampe nih cewek pipis di depan kamarnya.
"Oh thank, God. Terimakasih nona!"
Lantas ia ikut masuk ke dalam kamar Jani, dan segera menuntaskan hajatnya. Toilet kamar di sebelah Jani rupanya sedikit bermasalah, membuat pelanggan gadis tadi harus berpindah ke kamar lain.
"Terimakasih nona," ucapnya sekali lagi. Baru saja Jani hendak memutar badannya, netranya menatap pemandangan seorang lelaki yang sejak awal terlihat mengikuti si gadis, berlari tergopoh-gopoh membuat alis Jani mengernyit dan terdiam sejenak di tempatnya berdiri.
"Apaan sih, pake bisik-bisik tetangga?!" ia menggidikan bahunya acuh dan masuk, tak ingin mengetahui urusan orang.
Rinjani memilih mandi sejenak, sebelum keluar untuk makan. Tadi sore, Sisca mengatakan jika mereka akan makan malam di cafetaria hotel mengingat rasa lelah keduanya.
Pasal makan, sudah pasti ia tak manja dan ambil pusing, terbiasa makan seadanya membuat Jani selalu survive tentang hidup.
Tak ada baju istimewa yang ia pakai saat ini, karena memang ia hanya membekali diri dengan pakaian miliknya yang menurutnya layak.
Mengingat saat ini sedang musim gugur disini, Jani membawa pakaian-pakaian hangat meskipun tak memberatkan dan menyerap keringat.
Swetter putih bertuliskan Jogja hasil oleh-oleh dari tetangganya dulu dan celana kulot ia pakai sebagai pakaian makan malamnya.
"Bentar, ini teh kantinnya dimana?" gumam Jani pelan menuruni tangga, orang-orang banyak berlalu lalang namun ia tak berani bertanya takut salah ucap. Si alnya ia dan Sisca berbeda kamar bahkan lantai.
Jani memiringkan badan ketika segerombol orang berpakaian bak paspampres melintas berpapasan dengannya, diantara koridor yang sempit Jani harus menghentikan langkah dan membiarkan mereka melintas duluan, rupanya negara ini tak menerapkan ladiest first!
"Ada presiden kunjungan, apa gimana ini? Masa presiden kunjungan ke hotel melati?!" bingungnya, banyak sekali kejutan dari orang Amerika yang bikin Jani syok lahir batin.
Pandangan matanya bertemu dengan sorot mata menusuk milik Loui meskipun secara singkat. Heran saja Jani, itu mata ngga lagi ngacungin golok! Tapi ia lebih menusuk jantung ketimbang golok si pitung!
Ia sampai memutar kepala ke belakang demi melihat punggung para calon anggota legislatif yang baru saja lewat, dan sedikit tertawa ngeri-ngeri sedep!
"Apa juga otak Jani ini, mana ada anggota dewan pake tatto, itu mah lebih mirip mafia..." lirihnya berlalu sambil bergidik ngeri, jangan sampai ia memiliki urusan dengan orang-orang seperti itu.
Lantas ia bergegas turun mencari cafetaria, hingga waktu berjalan semakin larut Jani kembali ke kamarnya untuk berisitirahat.
Loui menghentikan langkahnya di depan kamar Rinjani bersama para anak buahnya.
"Ini kamar Belle," tunjuk Stainley, sebelumnya ia telah memastikan pada resepsionis tentang kamar dimana Belle menginap.
"Ia sempat menginap di samping namun toilet di samping bermasalah, salah satu anak buah kita melihatnya masuk ke dalam kamar ini...." jelas Stainley.
Oscar melirik Stainley, "bawa anak buahmu pergi dan berjaga. Jangan datang jika belum ku suruh..."
"Baik."
"Tuan, jika butuh sesuatu. Saya akan berada di kamar," ujar Oscar, asisten pribadinya itu telah mengabdi pada Loui sejak Loui masihlah menjadi tangan kanan pemimpin sebelumnya.
"Selamat bersenang-senang..." seringai Oscar dibalas senyuman smirk dari Loui, dengan mudahnya Oscar membuka pintu kamar Jani.
Jani yang terlelap dan sudah bermimpi di atas awan bersama para cowok ganteng itu bahkan sampai mendengkur pelan tanda jika ia benar-benar lelah, ditambah kasur empuk menunjang tidur nyenyaknya.
Jangankan kamar hotel kelas melati begini, ruang kantor presiden saja bisa ia masuki dengan mudah. Loui melihat seseorang terbaring di bawah selimutnya, meskipun dalam penerangan yang bisa dikatakan hampir gelap, dapat ia lihat jika yang berada di depannya adalah sosok seorang gadis.
Ia mendengus sumbang, "mulai sekarang hidupmu dan hidup kakakmu itu akan hancur. Inilah akibatnya, jika kakakmu macam-macam denganku."
Loui membuka seluruh pakaian yang menempel di badannya dimulai dari jas dan kemeja lalu turun menjatuhkan celananya, seraya tatapan yang tak lepas dari sosok Jani.
Mata elang itu seolah sedang menatap mangsanya. Jani menggeliat pelan disana tanpa sadar jika seseorang telah berada di kamar bahkan di depan tubuhnya.
Hanya sepersekian detik saja, ia merasa hawa dingin menyerang kulit.
"You are mine," bisik seseorang membuat Jani seketika membeliak, "aaaa!" ketika merasakan seseorang mengungkung dan menguasainya.
Kedua tangannya terasa terkunci, diantara sadar yang baru saja menghinggapi, Jani merasakan seseorang sedang membuka pakaiannya, bukan...bukan membuka lebih tepatnya merusak karena ia membukanya dengan kasar.
"Aaa, help me! Who are you?!" teriak Jani membentak memberontak, dengan jelas ia mencium aroma maskulin memabukan yang memastikan jika itu seorang lelaki.
"Sweetie, you must remember me...." jawab Loui semakin membuat Jani yakin jika dia seorang lelaki. Jani sudah hampir menangis dibuatnya, ia takut....di negri orang ia tak bisa apa-apa.
"Ama tolong Jani! Jangan! Jangan!" Jani berusaha melawan namun entah tenaga apa yang lelaki ini punya, karena sedikit pun ia tak berpindah dari atas tubuh Jani.
Air mata semakin mengalir, "breng sek!!!" pergelangan tangannya sakit, karena Loui benar-benar mencengkramnya kuat.
Mimpi apa ia kemarin, liburan impian berubah menjadi kejadian mengerikan begini.
Jani mengangkat kepalanya dan menjedotkan itu ke arah siluet kepala Loui berharap hal itu dapat menolongnya, dughhhh!
"Njirrr sakit..." rintih Jani sejenak.
"Damn!"
Bukan hanya Loui yang merasakan sakit, namun pula Jani. Sedikit bisa mengendur, Jani tak membuang kesempatan itu untuk bangkit meski kepala kleyengan, bahkan dapat ia rasakan jika pakaian atasnya sudah koyak.
Sayang seribu sayang, Loui kembali menangkapnya sebelum Jani benar-benar bisa turun dari ranjang, "siapapun tidak akan bisa lari dariku."
Loui melempar Jani dengan kasar ke atas ranjang, "siapa kamu?!" dengan suara yang sudah bergetar Jani berucap, sementara di bawah sana harga dirinya sudah terurai tak bersisa. Loui sudah berhasil melucuti bagian bawah Jani, hingga kini gadis itu telan jang sempurna.
"Seorang ja lang tidak perlu tau nama pelanggannya, begitupun kamu." Jawabnya.
Meski gelap, dapat Jani lihat siluet lelaki dengan pahatan wajah yang tegas yang sedang berada di atasnya. Dan sedetik kemudian kakinya di paksa terbuka lebar, "nikmati aku bersama kehancuran yang akan datang padamu dan kakakmu setelah ini."
"Aaa!" teriak Jani merintih sampai melengkungkan punggungnya saat hujaman menyerang, memaksa dan merobek sang dewi perawan. Sesuatu yang besar dan keras benar-benar mendobrak miliknya.
Ia terpejam, dengan refleks air matanya keluar, hatinya sakit, begitupun bagian bawahnya.
"Aargghhh, damn! Kamu sungguh menjepit swettie."
Ia mengendurkan perlawanan yang berubah jadi rasa kecewa mendalam, diantara lenguhan dan rintihan Jani menangis.
"Stop it! Ahhhh, eunghhh...." Tangannya mencari tempat untuk bertumpu, dan Loui dengan nalurinya membawa tangan Jani untuk mencengkram bo kongnya.
"Yeah! Tak akan ada yang selihai aku bukan..." ucapnya jahat, Jani tak lagi peduli dengan semua ucapan yang baginya terkesan ngawur, karena sejujurnya ia tak mengerti apa yang terjadi, kenapa bisa begini, apa maksud dari semua ucapan lelaki yang malam ini merebut kehormatannya itu.
Yang Jani inginkan, kejadian malam ini cepat berakhir....jika bisa ia mengubah waktu, maka akan ia tukar liburan ini dengan pemenang lain.
Loui benar-benar menghabisi gadis tanah air ini, tanpa tau jika ia sudah salah sasaran. Bunyi peraduan di tengah malam itu berasal dari kamar Jani.
"No! Aa----" Jani benar-benar sudah tak punya harga diri lagi, lelaki asing yang tak tau siapa ini menikmati tubuhnya dengan rakus, di bagian bawah Jani terus dipompa dan dihujam dengan ritme cepat, sementara bagian atas pria asing itu tak mau kalah menyesap gunung ranumnya dengan rakus.
Apa jadinya saat esok hari datang? Apakah ia sanggup mengetahui kalau dirinya di per koosa orang lain yang tak tau itu siapa di negeri orang? Bagaimana kalau ama tau? Salahnya yang begitu mendambakan liburan ini.
Loui menikmati setiap inci tubuh gadis yang sedang ia kerjai. Aneh....bukankah Belle sudah tidak gadis lagi?! Bukankah adik dari blue Anderson itu sering bergonta ganti pasangan dan tak jarang bermain di atas ranjang? Tapi gadis yang sekarang sedang bermain dengannya seperti seorang, virgin? Baru kali ini Loui merasakan kenikmatan memompa.
Loui menepis semua keraguan, tak mungkin anak buahnya salah orang. Otak cerdasnya mabuk ketika merasakan betapa nikmatnya gadis di bawahnya.
Selama ini, yang selalu menemani ranjangnya jika ia membutuhkan, kebanyakan adalah wanita malam yang memang sudah sering berganti pasangan, ia sudah hafal bagaimana elastisitas dewi mereka yang begitu kentara perbedaannya dengan gadis yang saat ini sedang bermain bersamanya, membuat Loui sepertinya tak akan pernah puas dengan tubuh Jani.
"Berenti....stop! Aaaaa badji ngannnn! Jani bunuh kamu sekarang!" teriak Jani bersama tangisan lirihnya di sisa-sisa tenaga dan keringat yang sudah banjir.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Anthi Aswandi Panrelly
oh berarti anak buahnya tadi yg di bilang jadi jutek dia nyamar jadi ajudan nya si cewek bule,, makanya pas masuk ke kamar jadi dia yg liat..
2024-12-02
1
DozkyCrazy
bule tolloll
2024-11-16
0
Lia Bagus
kasian janj
2024-08-21
0