Rinjani menjepit rambutnya di sisi kanan dan kiri membuat surainya nampak rapi, pakaian-pakaian yang dibelinya tempo hari kebanyakan dress selutut yang menunjukan keelokan paras dari sisi lembutnya.
Ia berjalan cepat menuruni anak tangga, bersiap untuk memeriksakan kandungannya, sejauh ini tak ada aura dingin yang menyelimuti rumah, itu tandanya si borokokok belumlah pulang.
"Mat! Buru! Takut si borokokok keburu datang!" serunya cepat-cepat, bahkan Jani sampai tergesa memakai flatshoesnya sambil berlari.
"Nona, jangan lari-lari..." tukas Marriot menggelengkan kepalanya.
"Ibu Marrie! Aku pergi untuk kembali!" ia berdadah ria membuat Marriot selalu mengulas senyuman jika berada bersama Jani.
Rinjani bergerak cepat ke arah pintu luar, matanya berbinar melihat sebuah mobil terparkir tepat di depan teras rumah. Pikirnya Mathew begitu sigap dan sat-set, langsung saja ia membuka pintu belakang dan masuk.
"Mat, cepat jalan! Sebelum si borokokok Loui pulang!" ucapnya gemas, namun senyumannya seketika pudar berganti rasa terkejut ketika mendapati seseorang telah duduk dengan tampannya di samping Jani di bangku belakang, sambil melipat kaki kanan ke kaki kiri.
"Kau sebut apa diriku? Bo-ro-ko-kok?" tanya Loui terbata mengucapkan julukan barunya yang jelek dari Jani. Padahal biasanya orang-orang akan menyebutnya dengan mafioso berda rah dingin.
Rinjani masih membeku di tempatnya, lebih tepatnya syok dengan mata membeliak persis orang mati karena azab. Rinjani mengira jika si bule anjayy ini belum pulang, tapi nyatanya ia salah besar, Loui justru sudah menunggunya di mobil, dan si alnya karena ia yang terlalu sibuk mengkhawatirkan Loui telah pulang justru tak menyadari jika mobil yang dimasukinya adalah mobil Loui, si alan!
"Os, apa kau tau arti kata itu?" tanya Loui digelengi Oscar namun sembari terkekeh, karena julukan baru Loui sungguhlah menggelikan jika diucapkan.
Loui menoleh pada Rinjani yang masih mengatupkan bibir cerewetnya.
Loui tersenyum, "kau sudah siap, senorita? Lama sekali! Aku menunggumu sejak tadi. Kau tak tau, pan tatku sampai pegal menunggumu," ujarnya mencecar Jani, cecaran itu seketika menyadarkan Jani, sehingga wajahnya kini memberenggut manyun dengan alis menukik mirip tikungan mantan.
"Apa kau bilang?! Lagipula siapa yang menyuruhmu menungguku?!" sengit Jani, "kau saja yang memaksa ingin ikut. Ku bilang kau tak perlu ikut, biar Mathew saja yang mengantarku, bukankah kau tak mau dekat-dekat denganku?!"
Oscar memijit keningnya yang mendadak pening jika berada satu ruangan dengan Loui dan Rinjani yang disatukan.
Loui mengangkat alisnya sebelah, "jadi kau lebih senang bersama Mathew ketimbang dengan pria tampan sepertiku?! Aneh sekali seleramu!" hardik Loui.
Bukan lagi salah satu, melainkan kedua alis Jani terangkat tinggi tak mau kalah, ia mengetuk-ngetuk jidat dan kaca jendela mobil bergantian, "amit-amit jabang bayi! Semoga anak Jani ngga kaya bapaknya."
Oscar meledakan tawanya, sementara Loui mengerutkan dahi tak mengerti apa yang diucapkan Jani, "kenapa kau tertawa, Os? Apa yang dia ucapkan?!" tanya Loui penasaran setengah mampoos.
Oscar yang memang beberapa kali belajar berbahasa melayu pada Mathew sedikitnya tau apa yang Jani ucapkan.
"Hey! Apa kau mengumpatiku?!" kini Loui menarik rambut Jani sedikit hingga Jani semakin terpancing untuk membalas.
"Ngga usah tarik-tarik rambut!" ia justru meraih dan menjambak rambut Loui yang sudah terpomade rapi.
"Hey!" sengit Loui. Oscar yang menjadi orang ketiga malah jadi bingung sendiri melihat keduanya bak kucing jantan yang tengah bertengkar berebut kekuasaan. Belum mereka pergi, perang sudah dimulai saja, bagaimana mereka akan sampai dengan selamat di rumah sakit, jika begini.
"Ck. Sebaiknya aku keluar!" Jani memutar badannya memegang handle pintu yang ternyata telah terkunci.
"Jalan Os," pinta Loui.
"Hey, breng sekkk! Buka pintunya!" sengak Jani berteriak.
"Oscar!" bentak Jani dengan wajah keruh dan kusut.
"Jalan Os. Sekarang!" titah Loui dengan ekspresi tenangnya. Oscar hanya bisa meringis melihat Jani dari rear vision lalu menarik rem tangan dan menginjak pedal gas. Jani hanya bisa melipat kedua tangannya di dadha sambil manyun sepanjang jalan, dan Loui terkekeh puas melihat Jani begitu.
"Kau tidak akan pernah bisa menang melawanku," ujar Loui bergumam pelan, membuat Jani mencebik membuang muka ke arah luar jendela mobil.
Tak ada obrolan sepanjang jalan mereka lebih memilih diam bersama pikiran masing-masing, merasa moment ini begitu awkward, Oscar menyalakan radio agar suasana tak begitu canggung.
Sebuah lagu yang dibawakan oleh penyanyi ternama Shawn Mendes dan Camila Cabello terputar memanjakan pendengaran yang justru semakin menambah kecanggungan kedua makhluk di belakangnya.
# "Aku suka ketika kau memanggilku, Senorita. Ku ingin bisa berpura-pura tidak membutuhkanmu...Namun tiap sentuhan adalah oh la-la-la....itu benar la-la-la, oh, aku harus berlari...oh aku selalu mendatangimu...."
Njirrrr, Jani membeliak meresapi makna lagu yang iramanya sensual ini.
Sementara Loui terkekeh menggelengkan kepalanya.
"Terkunci di hotel, hanya ada beberapa hal yang tidak pernah berubah. Kau bilang kita hanya teman, tapi seorang teman tidak tau cara merasakannya la-la-la...."
Rinjani bergerak gelisah, tak nyaman dengan lagu dan suasana ini, ia berdehek demi mengusir rasa tak nyaman itu.
"Oh ketika bibirmu membuka pakaianku, terbait pada lidahmu. Oh sayang, ciumanmu mematikan, jangan berhenti...."
"Stopp! Stopp! Matikan radio itu, lagunya jelek!" Rinjani angkat bicara dan meminta Oscar mematikannya karena wajahnya sudah memerah sejak tadi, lagu ini seolah menarik Jani pada kejadian di malam naas itu dan sampai hari ini, sampai hari dimana ia dan Loui bisa satu mobil sekarang dalam perjalanan menuju dokter kandungan.
"Jangan. Aku suka lagunya, kau saja yang tak punya selera bagus," debat Loui dengan alis menantang dan senyuman mencibir.
Rinjani menatap sengit Loui, "Aku minta turun sekarang."
Loui mengangguk dengan mudahnya tak seperti tadi, saat Jani meminta turun. Jani cukup dibuat tak percaya dengan itu.
"Turun..." titah Loui meminta Oscar membuka kunci pintu mobil.
Jani mencebik lalu sesegera mungkin memutar badannya demi membuka handle pintu, namun ia juga tersentak ketika Loui ikut membuka pintu mobil bagiannya dan turun.
Blugh!
"Kau!" Rinjani menunjuk Loui.
"Kenapa kau ikut turun?! Biarkan aku pergi dan pulang sendiri! Kau tak perlu lagi mengantarku,"
Loui menarik senyuman miring dan menunjuk ke arah gedung dengan dagunya.
Rinjani mengedarkan pandangannya ke arah yang ditunjukan Loui, nyatanya mereka telah sampai di rumah sakit tempat Rinjani akan melalukan pemeriksaan kandungan.
Terlalu sibuk mengumpati Loui, Jani tak sadar jika mereka telah sampai, "ini..."
Tanpa menunggu Rinjani selesai berucap, Loui menarik tangan Jani dan membawanya ke dalam. Oscar tertawa dalam diam.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
hadeehhhhhhh bikin itu sajo😀😀😀
2024-04-07
1
lestari saja💕
pasangan yg romantis
2023-11-29
0
Ta..h
😅😅😅😅😅 ahh lucu kalian ketemu ribut g ketemu nyariin.
2023-11-18
0