Sudah dapat ditebak reaksi Jani melihat pria kurang aj ar yang telah merenggut kehormatannya hingga hamil itu, diraihnya secangkir kopi hitam sachet yang mungkin baru diseduh cape cape oleh teh Enur lalu disiramkannya ke arah Loui yang sontak langsung terjengkat kaget, karena kopi panas yang seharusnya mendarat di kerongkongan justru menyiram kepala hingga pakaian mahalnya.
"Astagfirullah, Jani!" seru teh Enur terkejut.
"Udah habis kan kopinya! Mau ngapain maneh teh kesini, mau ganggu hidup saya lagi?! Pulang sana!" sengitnya galak mengusir, tanpa ingat jika lelaki ini adalah ayah dari janin yang dikandungnya sekarang.
Loui sudah mengepalkan tangannya menerima perlakuan Jani, mungkin karena ini negara dan rumahnya, maka gadis itu berani melakukannya.
Teh Enur sungguh tak mengerti, kenapa harus ada drama marimar binti rosalinda disini, tak ada pula yang mau menjelaskan, bahkan jam dinding pun ikut-ikutan diam.
"Ada apa ini teh, Jan?" tanya teh Enur menahan Jani yang sudah menatap menantang Loui, sementara pandangan Loui jatuh ke perut Jani yang mulai terlihat berisi nan padat.
Mathew ikut menyerbu ke dalam demi meredam emosi Jani dan membantu Loui, "sebentar. Rinjani bisa kita bicara baik-baik?"
Jani menatap teh Enur dan sekelilingnya yang sudah melihatnya bak tontonan topeng mo nyet, ia baru saja tersadar dari emosi yang menguasai dan kembali berpikir jernih.
Netranya kini jatuh pada Loui yang telah melepas jaket dan mengelap kopi dari sekitar leher dan wajahnya.
"Ikut aku!" Loui yang tiba-tiba bangkit dan menarik kasar tangan Jani hingga mendekat dan menubruk dadhanya.
"Eh--eh--eh!" teh Enur bahkan beberapa pegawai yang melihat adegan tarik menarik ini ikut panik dan khawatir, ingin menengahi.
"Lepas!" sentak Jani galak, namun Loui tak melepaskannya justru menatapnya tajam, "sudah cukup kamu bersikap berani dan mempermalukanku, kini aku tak punya banyak waktu dan tidak sedang ingin bermain-main." Jambang halus nan rapi itu tak serta merta membuat Jani terpesona, mengingat kelakuan setannya yang sudah membuat Jani hamil.
"Oscar!" tatapnya bak elang, kode itu sontak diangguki Oscar yang meminta teh Enur untuk mengosongkan ruangan ini dengan sedikit bumbu pemaksaan.
"Eh, tapi! Woyy!" teh Enur awalnya tak terima, namun akhirnya mereka mau menurut karena Rinjani mengangguk pada teh Enur.
"Ngga apa-apa kan, Jan?"
"Ngga apa-apa teh." Angguknya getir seiring dengan kepergian mereka menyisakan ia dan Loui di dalam ruang tamu.
Jani segera memberikan jarak dengan menggeser kursi dan meja diantara mereka, jaga-jaga kalau Loui akan berubah macam singa liar.
Geser sana....geser sini, Loui cukup terheran dengan sikap Jani, dengan gesitnya bumil satu ini memiliki tenaga hulk, rupanya. Tanpa sadar Loui menarik senyuman.
"Jangan macam-macam!" ancam Jani, ia meraih benda di dekatnya dan sayangnya hanya ada pot bunga kecil disana, setidaknya bisa menjadi senjatanya, jika Loui mendadak mengamuk.
"Aku tau kini kau sedang mengandung benihku, karena kejadian malam itu." tunjuk Loui ke arah perut Jani yang berdiri di pojokan, gadis itu kini sedang menatap lelaki berkemeja putih dengan noda kopi itu tajam penuh dengan sorot mata kebencian.
Loui mengambil secarik kertas putih beserta pulpen dari dalam tas yang tadi sempat Oscar bawa tadi, "aku tidak akan berbasa-basi."
Ia duduk dan menatap Jani tajam penuh intimidasi seiring melemparkan kertas perjanjian dan pulpen ke atas meja, "aku tidak akan menikahimu, namun lahirkan janin itu dan tinggalkan dia untukku."
Bukannya takut Rinjani justru meraih flatshoes yang sedang ia pakai dan melepaskannya, entah bekas nginjek apa ia tak peduli! "talk to my flatshoes, sir!" ia melemparnya pada Loui dengan emosi yang meluap-luap, bukannya mengenai Loui yang refleks menghindar, ia justru mengenai kaca rumah teh Enur, sehingga terdengar suara keras di luar, membuat mereka yang tak tau dan hanya menunggu keduanya keluar justru memiliki persepsi lain.
"Astagfirullah, Jani! Teh buka teh, masuk yuk! Tita mah takut Jani di apa-apain!" khawatirnya yang ingin menemui Jani di dalam sana.
Loui terkekeh, "lemparanmu seburuk balita. Padahal aku berada dalam jarak dekat." Ujar Loui.
"Sudah kubilang aku tak suka berbasa-basi, wanita! Pilihannya hanya dua, ikut denganku ke Amerika dan lahirkan ia untukku, kau tidak perlu susah-susah menanggung hidupnya, karena kulihat hidupmu pun sudah teramat sulit." Loui memandang Jani dengan lekat, membuat Jani jadi salah tingkah menurunkan kaos yang memang telah dirasa memperlihatkan bentukan perutnya.
"Atau....kau mati saja disini, karena aku tak rela sebagian dari diriku berada di bumi lain. Membuatku harus terikat dengan orang lain." kini Loui benar-benar melemparkan ancamannya tak main-main dengan mengeluarkan pistol dari dalam sarungnya di pinggang, mengarahkannya pada Rinjani.
"Buka!" pelotot Tita, di luar ternyata sama chaosnya dengan di dalam, teh Enur beserta pegawai lain rupanya berdemo meminta Oscar dan Stainley untuk menyingkir dari pintu.
"Buka!" pelotot Tita menatap sengit dengan mendongak ke arah Oscar, "kalo sampe Jani kenapa-napa abis kamu di keroyok pake panci!" ancamnya.
"Alah, dobrak aja Ta!" pinta mang Encep.
Jani menatap mata tajam dan bentukan wajah tegas Loui, sementara pikirannya sudah berputar memikirkan nasibnya.
"Sekali lagi kutawarkan, aku tak pernah sebaik ini pada orang lain, apalagi wanita. Tinggalah bersamaku di Amerika, akan kujamin hidupmu....anggap saja kau bekerja untukku dengan menyewakan rahimmu, lahirkan ia dan tinggalkan untukku, setelah itu kau bebas pergi dengan bayaran yang sesuai keinginanmu, tuliskan saja nominal yang kau minta...." kini mata Loui sedikit melunak.
"Jika aku meminta 5 milyar rupiah, apakah kamu akan memberikannya?" tanya Jani iseng-iseng menantang, memangnya apa pekerjaan Loui mampu memberikan apa saja untuknya.
"Deal," jawab Loui tanpa berpikir panjang, membuat Jani sontak membeliak, "tap...tapi..."
"Kau tanda tangani ini....maka jika semua selesai, akan kuberikan sejumlah uang yang kau minta." Loui mengulurkan kertas dan pulpen pada Jani.
"Tunggu dulu, maksudku...." Jani kini kelimpungan saat tantangannya rupanya disetujui, ia hanya iseng-iseng berhadiah saja, asal nyeletuk, bukan ingin mengadakan tawar menawar layaknya di pasar ikan.
"Jangan main-main denganku!" Loui kembali menodongkan pistolnya, "tanda tangan! Kau yang meminta, dan kini aku sanggupi."
Jani tersentak, wajah ama terbayang di matanya, bagaimana jika ia tau kondisi Rinjani yang hamil tanpa suami, bagaimana kehidupan ama nya jika seandainya seluruh kampung mengetahui dirinya yang mengandung tanpa menikah, ia hanya akan memberikan aib untuk ama. Ia menatap perutnya, perutnya ini ibarat bom waktu untuk Jani, dan ia sungguh tak siap untuk itu.
Penawaran Loui ada benar dan bagusnya. Ia hanya tinggal mencari alasan selama beberapa bulan dan pulang kembali membawa uang 5 milyar, yeah! Anggap saja ia sedang jadi tkw.
Ia dan ama tak perlu lagi hidup susah nantinya, Jani akan membangun usaha, agar ama bisa hidup enak, dari uang hasil menyewakan rahim untuk Loui.
Jani masih diam menatap Loui, lalu sedikit demi sedikit mulai meraih pulpen untuk membubuhkan tanda tangannya, Jani berharap semoga keputusannya ini benar!
Loui menyunggingkan senyuman menang, ketika Jani menandatangani surat perjanjian itu.
"Tanpa menikah dan tak ada mencampuri urusanku. Maka hidupmu akan kujamin, cukup jaga saja dia, pastikan ia sehat, aku tak mau sampai calon penerusku lahir cacat atau penyakitan." Ucap Loui, "Deal?" ia melu dahi telapak tangannya sendiri dan mengulurkannya pada Jani sebagai tanda sepakat.
"Jorok!" hardik Jani bergidik geli.
Loui menyunggingkan senyumnya kembali dan memasukan pistolnya kembali, "besok kita berangkat ke Amerika, dan kau hanya punya hari ini untuk berpamitan."
"Ha???"
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Anthi Aswandi Panrelly
5 milyar dolar la..
2024-12-02
0
Putri Dhamayanti
🤭😂🤭
2024-08-31
0
Lia Bagus
keren kamu Jani ...bos mafia Lo kamu siram pake kopi panas 👍👍👍👍
2024-08-22
0