Pukat Asmara La Cosa Nostra
Kertas berukuran kecil berterbangan di dalam sebuah aquarium raksasa nan bening di atas panggung sebuah gedung stasiun televisi. Dengan seorang asisten host di dalamnya, mirip ikan hias yang dipajang.
"Siap?!" tanya nya berseru ke arah depan kamera yang tengah on.
Hap!
Beberapa buah kertas tertangkap di tangannya.
"Deg-degan ngga sih?! Excited ya...?!" ia keluar dan menyerahkan kertas di tangannya pada host acara, pria dengan stelan rapi dasi kupu-kupu serta rambut mengkilapnya menerima dengan senyuman lebar ciri khas pembawa acara talkshow. Kering-kering deh tuh gigi, yang penting penonton di rumah betah melihatnya.
"Jeng-jeng-jengggg!"
Dengan disaksikan oleh manager, CEO, pihak aparat, notaris dan pimpinan pelaksana juga seorang pemuka agama, biar acaranya diberkahi, mereka menggelar acara undian hadiah dari sebuah perusahaan pasta gigi teranyar dan terlaris di Indonesia.
Kertas undian kiriman dari para konsumen setia pasta gigi yang telah mengirimkan namanya bersama bungkusan produk, dibuka.
Seiring bunyi drum yang menggebu, degupan jantung para penonton serta orang-orang yang telah mengirimkan namanya berharap dipayungi hoki bersahut-sahutan begitu cepat, seolah ingin meledak, menunggu nama pemenang dibacakan host.
"Pemenang kulkas 10 pintu merk sharavvv jatuh pada....Euis, di Majalaya!"
Tepukan tangan seketika riuh di dalam gedung serta tempat dimana pemenang diumumkan, mungkin saja saat ini saudari Euis sedang sujud sukur sampe gelar wayang karena telah memenangkan undian berhadiah.
"Selamat buat ibu Euis, hadiah akan dikirimkan dalam 7 hari kerja, pajak ditanggung pemenang ya...." ucap si pembawa acara. Lalu selanjutnya hadiah sepeda motor dan gadget pintar dibacakan kembali oleh pembawa acara.
"Jani!" teriak ama dari dapur, sementara orang yang diteriaki sibuk komat-kamit sambil nyemil keripik singkong, melangitkan do'a biar namanya disebut oleh pembawa acara, tidak hadiah utama pun gadget pintar tak apa lah! Usahanya dengan membeli pasta gigi close to you saban waktu berharap bisa dapat hadiah undian.
Ia ingat saat ama'nya meminta Jani membeli pasta gigi Mpepso'dental, ia berbohong bahwa merk itu habis di warung dan membeli dengan merk close to you hanya demi mengikuti undian ini. Ia juga ingat mencari-cari kardus bekas close to you biar semakin banyak bungkus yang ia kirimkan ke Jakarta, sampai tempat sampah orang, ia obrak-abrik, segitu niatnya.
"Please---please nama saya atuh! Nama sayaaaaa! Rinjaniiii!" ia sampai memejamkan matanya seraya memohon pada Yang Maha Kuasa.
"Jani!" kembali ama berteriak memanggil, anak gadisnya itu sengaja cuti cuma buat nonton acara pengocokan undian, dasar gila!
"Apa, Ma?!" balasnya tak kalah berteriak, namun tidak berniat menghampiri.
"Belikan ama garam, Jan...lagian kamu, ngapain juga cuti cuma buat diam seharian, nonton sambil berharap hal begituan. Kalo mau pelesir ke luar negri, ya kerja! Bukan malah cuti..." ama'nya menyerahkan uang lembaran coklat, foto pahlawan yang raut wajahnya sama dengan Rinjani saat ini, cemberut! Menatap nyalang sang ama.
"Ma. Lagian Jani cuma sekali ini cuti, kerja terus...kaya raya engga, gila iya!" jawabnya. Ama hampir melayangkan sendal tepleknya kalau tak ingat bahwa Jani adalah anaknya.
"Jaga kewarasan...jaga kewarasan..." gumam ama menarik nafas kemudian membuangnya. Sekilas ama melihat apa yang menjadi pusat perhatian Jani, dan ikut duduk, "kamu masih mengharapkan menang?" tanya nya ikut merogoh keripik di toples yang ternyata sudah dalam.
Gadis yang cantiknya mirip ama namun belum mandi itu menoleh dengan rambut yang tercepol satu acak-acakan, cuti itu ajang buat mager, karena tekadnya kalo libur itu mau numpuk daki biar tebal.
"Namanya juga mimpi ma. Boleh lah setinggi langit. Satu-satunya hal yang gratis itu bermimpi, ngga bikin orang lain rugi juga kan?" jawabnya dengan pertanyaan.
Ama menegakan badannya dan menghela nafas macam orang mau lahiran, anaknya memang benar, "ya sudah lah, terserah kamu. Tapi kalau kenyataan menyadarkan kamu, jangan kecewa berlebihan..." ama beranjak dan menaruh uang di meja depan Rinjani, "jangan lupa garam dapur, ama mau masak. Garamnya habis," ucap ama.
Jani mengangguk melihat kepergian ibunya sekilas, dan kembali mengalihkan fokusnya pada televisi ramping hasilnya menabung selama setahun, meski hanya 24 inch, dan orang di dalamnya tak sebesar-besar aslinya. Apalagi untuk ama, yang matanya tak sesehat matanya, harus sampai mengernyitkan alis jika berada dalam jarak sedikit jauh.
"Dan, pemenang hadiah utama berlibur ke amerika.....adalah...."
"Semoga Jani...semoga Jani...semoga Janiiii!" ucapnya mengepalkan tangan, mengumpulkan harapan menjadi satu dan ia lemparkan ke pintu langit.
Alis si pembawa acara mengernyit demi menjernihkan pandangan, "Rinjani Odelia dari Sukabumi!" corvetti bersahutan menyambut sang pemenang.
"Aaaaaa! Amaaaa! Jani menang, Ma! Menangggggg!" sontak saja Jani melempar boneka yang sudah lepek karena sering dijadikan bantalan duduk oleh ama jika menjahit, dan berjoget ria sebagai bentuk euforianya atas kemenangan yang baru saja di dapat, rupanya menjadi orang miskin itu ngga bikin hidupnya si al-si al amat. Buktinya do'a nya lebih di dengar oleh Tuhan.
"Beruntungnya gue jadi orang miskin!" katanya bangga.
Tak menunggu sampai suku maya bangkit kembali lalu meramal akhir dunia, setelah menerima telfon dari pihak perusahaan pasta gigi ia langsung berangkat ke Jakarta untuk mengonfirmasi dan menerima hadiahnya.
"Ma, makasih ya ma udah ikut do'ain. Mimpi Jani buat pelesiran ke Amerika terwujud, nanti Jani bawain patung Liberty, tapi fotonya aja..." ucapnya masih gemas sekaligus tak menyangka.
"Ati-ati Jan, ibukota itu lebih kejam dari ibu tiri...Amerika apalagi, kaya bapak tiri." Wa Idu menasihati.
Gadis yang sudah menggendong ransel dan tas kain dapet dari kondangan itu mengangguk cepat, membuat kuciran satu rambutnya berguncang tak karuan, "titip ama, wa."
Sesosok ibu tua yang telah menampakan kerutan di sudut mata memeluk Jani, "Jangan lupa ibadah, tanyain kiblat sebelah mana, bisa bahasa inggris kan?" tanya ama.
Jani mengangguk dan sekali lagi memeluk ibunya diiringi suara deburan ombak pesisir Sukabumi. Rinjani, gadis yatim pesisir Sukabumi yang beruntung itu beranjak pergi dari rumah dengan segudang rencana dan agendanya selama di Amerika. Ia merasa begitu beruntung bisa pergi ke negri Adidaya itu untuk berlibur.
"Janiii!" seorang gadis berlari dari arah pantai, "jangan lupa oleh-oleh!"
Jani menoleh, "siap! Cowok bule?! Nanti Jani bungkus pake keresek ikan asin!" tawa Jani dibalas tawa Tita.
Tak ada taksi apalagi kendaraan pribadi, bahkan tak pula kendaraan online, mengingat ponsel Jani yang tak begitu support, diisi aplikasi dikit aja langsung abis memory penyimpanan.
Jani menatap jauh ke depan meski ia harus menyipitkan mata akibat dari teriknya matahari dan angin jalanan, bau amis dari air laut perlahan mulai hilang dari penciuman, ketika ia menjauh dari kawasan perkampungan pesisir.
"Jan, nanti...." ucap Mang Ujang, suaranya kencang sebab beradu dengan angin dan bisingnya jalanan.
"Apa mang?!!" tanya nya melongokan kepala ke arah kepala mobil, dari samping. Benar-benar gadis nekat, ia bahkan tak takut kepalanya tersabet kendaraan lain dan jadi buntung.
"Astagfirullah! Jangan gitu atuh neng! Nanti kepala kamu buntung!"
Jani malah tertawa dan menarik kembali lehernya, rupanya ia tak cukup nyali untuk bertemu malaikat Izrail hari ini.
"Iya...iya..."
"Nanti....kalo sudah sampai Jakarta kabari mamang, atau Uwa Idu!!" teriaknya.
Jani mengangguk di belakang bak mobil bersama beberapa kotak ikan dari pelelangan menuju pasar. Ia menumpang mobil itu untuk sampai ke terminal.
.
.
.
.
.
Noted :
Mang \=\> mamang, (paman)
Uwa \=\> Padhe/budhe (kakak dari orangtua)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
DozkyCrazy
jani org plara bukan author
2024-11-16
0
DozkyCrazy
tenang Mak ada Mbah google
2024-11-16
0
DozkyCrazy
whaattt
like earth
sama atuh abdi Oge org die
2024-11-16
0