Ayana sedang bersiap untuk makan malam saat ayahnya tiba-tiba sudah berdiri di depannya kini.
"Papa, ngagetin aja deh!" ucapnya dengan berjalan melewati sang papa yang mencekal satu tangannya. Ayana menjelangak, menatap heran kepada sang papa.
"Mau ke mana? Kelihatan bahagia banget kamu, Ay?"
"Mau makan, Pa. Cucu Papa kelaperan nih!" ucapnya dengan gerakan menunjuk pada perutnya.
"Nak Erick ingin bertemu!"
"Kan, Ay udah bilang Pa, sampai anak ini lahir gak ada pertemuan apa pun di antara kami."
"Kamu masih mengharapkan suami brengsek-mu itu, iya?"
"Aku gak boleh egois, Pa. Anakku sangat membutuhkan ayahnya."
"Jangan menjadikan calon bayimu itu sebagai alasan, Papa capek Ay, didesak terus-terusan oleh mereka."
"Didesak? Memangnya Papa punya urusan apa dengan mereka, Papa punya hutang besar dengan Om Surya?" ucap Ayana bingung dan bertambah bingung saat sang ayah tak jua menjawab pertanyaan darinya itu.
"Kalian sudah dijodohkan sejak kecil, Nak. Dengan pernikahanmu ini, membuat mereka merasa direndahkan!"
"Alasannya klasik banget sih, Pa! Sekarang udah gak zaman lagi perjodohan seperti dulu, Pa. Sudahlah, kendatipun aku dan Mas Ali berpisah, tapi tidak dengan Erick!"
"Sepertinya kamu hanya mempermainkan Papa saja Ay, kamu gak kasihan dengan orang tua tunggalmu ini? Siapa lagi yang akan kamu bahagiakan, selain Papa, atau kamu ingin menjadi anak durhaka dengan membuat Papa menderita?"
"Kenapa jauh banget sih, Pa? Sudahlah, mereka juga pahamlah kalau cinta itu gak bisa dipaksakan. Untuk apa menikah jika tidak merasakan kebahagiaan?"
"Dengan menikah, bahagia itu akan datang, Ay!"
"Dan aku sudah menikah, Pa."
"Walaupun tidak bahagia?"
"Bahagia itu kita yang ciptakan, Pa. Orang lain hanya pintar menilai, tanpa tahu keadaan sebenarnya."
Ayana bergegas turun ke lantai satu menuju meja makan untuk sarapan pagi.
"Aku harus bicara langsung dengan anak dari Noah Ibrahim itu. Aku yakin jika sudah membahas tentang Ayana, apa pun pasti akan dilakukannya."
*
*
*
"Papa mau ke mana?" Ayana sedikit berteriak saat sang papa terlihat sangat terburu-buru menuruni anak tangga menuju garasi mobil-nya.
"Papa mungkin pulang larut, Ay," jawab Chandra Adhyaksa seraya menutup pintu mobil-nya.
"Ayana kembali melanjutkan sarapannya, tanpa menaruh curiga atas kepergian sang papa yang terlihat tergesa-gesa itu.
Sementara itu di kediaman Ali. Ali baru saja selesai mandi saat sang ibu memberitahu dirinya jika sang papa mertua ingin bertemu dengan dirinya.
"Hati-hati, Mas. Perasaan Ibu kok agak was-was," ucap sang ibu dengan mengelus dadanya naik turun dan nafas yang cukup tak teratur.
"Bismillah aja, Bu. Kita punya Allah yang tidak mungkin menyengsarakan umat-Nya." Sesungguhnya Ali sendiri juga merasa ada yang janggal dengan kedatangan papa mertuanya yang bisa dibilang sangat mendadak dan tiba-tiba ini. Namun, kekhawatiran sang ibu yang membuatnya sedikit mampu menutupi kegelisahannya. Ia tidak ingin ibunya semakin bertambah khawatir dan risau. Jika ia tak mampu menutupi rasa khawatir dan juga was-was itu. Dia adalah pengganti ayahnya di rumah ini, ayahnya sudah berpesan agar jangan sampai membuat pintu syurga-nya ini sampai sedih apalagi menetekan air mata.
Ali menghela nafasnya panjang untuk kemudian ia hembuskan perlahan. Mengatasi semua pikiran negatif yang memang masih saja memenuhi seisi benaknya.
"Papa." Ali langsung menyambut dan menyalami papa mertuanya itu. Ada sedikit senyuman di wajah sang papa mertua, dan Ali tahu jenis senyuman yang seperti apa itu?
"Ali Zein Ibrahim, menantuku," ucap Chandra Adhyaksa seraya menepuk bahu menantunya itu berkali-kali.
"Silakan duduk, Pa! Ali merasa terharu atas kesudian Papa mendatangi kediamanku ini. Ada berita bahagia apa kiranya yang sanggup membuat Papa sudi melangkahkan kaki ke sini?"
Chandra Adhyaksa tampak mengulum senyumnya sebelum menjawab pertanyaan Ali tersebut.
"Bahagia untukku dan kesengsaraan untuk dirimu, Ali Zein Ibrahim," monolognya dalam hati dengan wajah yang penuh dengan kepura-puraan.
"Bisa kita bicara di ruangan pribadimu saja, Nak. Papa merasa kurang nyaman bicara di tempat terbuka seperti ini," ucapnya dengan pandangan mata yang bergerilya ke seluruh penjuru rumah milik Noah Ibrahim ini. Nak? Sungguh sangat mencurigakan sekali, kan?
Dengan perasaan yang sudah semakin tak karuan, Ali segera mengajak sang papa mertua menuju ruang kerjanya.
"Ada apa, Pa? Apa yang ingin Papa bicarakan dengan Ali?" tanyanya mencoba bersikap tenang, kendatipun bongkahan rasa tak nyaman tengah bercokol gagah di benaknya. Mengapa dan kenapa?
"Bagaimana kerja samamu dengan Atmajaya Cooperation? Apakah sudah menemui kata sepakat?" tanya Chandra memulai percakapannya.
"Alhamdulillah, beberapa hari lagi mega proyek kolaborasi antara perusahaan Ali dan Atmajaya group akan segera dimulai. Tuan Surya Atmajaya sendiri yang akan langsung memimpin peletakkan baru pertama di hotel itu nanti."
Chandra tersenyum tipis. "Mega proyek yang akan menghancurkan rumah tanggamu dengan Ayana, Anak muda!"
"Boleh Papa bertanya tentang suatu hal kepadamu, Nak?" tanyanya dengan sikap yang ranah dan manis, berbanding terbalik dengan sikapnya yang kemarin saat ia dengan pongahnya menghujat dan merendahkan Ali di hadapan Ayana, istrinya.
"Apakah kamu tidak ingin tahu lebih mendetail lagi tentang Atmajaya group yang saat ini sedang membina kerja sama dengan perusahaanmu itu?"
Ali mulai bisa menebak maksud kedatangan mertuanya ini. Jelas ada hal yang berhubungan dengan proyek yang baru akan digarap pengerjaannya itu. Andai Ali tahu jika sang papa mertua akan membawa kabar berselimut duka dan nestapa untuk dirinya, entah sehancur apa perasaannya nanti?
"Ali hanya sedikit tahu tentang sepak terjang perusahaan sebesar Atmajaya group itu, Pa. Tidak dengan hal yang lainnya."
"Kamu tidak mengetahui dengan siapa kamu tengah bekerja sama?"
Degh! Kenapa rasanya terlalu tiba-tiba seperti ini? Baru saja Ali mencoba mengenyahkan semua pikiran negatif untuk kedatangan papa mertuanya ini, namun, sekarang apa? Dia bahkan sudah tak selembut tadi saat bertanya kepada dirinya.
"Ali benar-benar belum mengetahuinya, Pa," jawabnya dengan risau yang semakin kacau kini.
"Erick Atmajaya, putra sulung dari istri pertama seorang Surya Atmajaya, pria yang akan meminang Ayana setelah nanti resmi bercerai dari dirimu."
Prangg!!
Ali dan Chandra segera menoleh saat mendengar suara benda terjatuh begitu nyaring di luar ruang kerja milik Ali ini.
"Apakah aku perlu mengulangi penjelasanku tadi, Anak muda? Jadi, sudahlah! Lupakan impianmu untuk bisa hidup berdampingan dengan Ayana lagi, karena percuma. Ayana sudah setuju jika Erick Atmajaya meminta dirinya untuk menjadi istrinya," dustanya dengan harapan bahwa Ali akan dengan mudahnya dia kelabuhi.
Namun, sepertinya Ali tak segampang itu menerima pernyataan dari Chandra Adhyaksa.
"Maaf, Pa. Jika memang hanya itu yang ingin Papa katakan, maka Papa hanya akan membuang energi dan juga waktu secara percuma di sini. Karena aku sama sekali tidak percaya jika Ayana tega menyakiti diriku sedalam dan sekejih itu."
"Dan itulah kenyataan yang memang harus kamu hadapi."
🌷🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
makin seru....
2024-02-09
1