Pergi.

Hati yang bahagia adalah obat. Lalu, bagaimana dengan hati yang terluka lagi dan lagi. Belum lagi bahagia itu menjadi miliknya, namun mengapa air mata telah lebih dulu menjadi noktah tentang hati yang kecewa? Ditawar dan dirayu, namun dia tak jua mau, ditawan dan semakin ditawan nyatanya dia tak ingin bertahan. Haruskah dia pergi, di saat doanya mulai dijawab oleh Sang Pemilik kehidupan ini? Apakah tak ada yang pantas disyukuri oleh Ayana untuk sayang yang baru saja terucap namun tak ada rasa manis saat coba ia kecap? Dia kecewa, dia terluka, dia sudah ada di ujung penantiannya dan pilihannya saat ini adalah pergi.

Pergi dari semua yang dulu sempat dia ingini, pergi dari orang yang dulu memohon meminta kesediaannya untuk menjadi sang penyejuk hati. Namun, nyatanya hati yang lain yang masih bertahta. Hati yang lain yang nyatanya masih saja mendominasi. Untuk apa bertahan jika bukan kita yang diinginkan? Untuk apa bertahan ada di sisi jika hanya membuat sakit hati? Biarlah dia dikategorikan sebagai wanita yang tak setia menunggu hati suaminya, toh nyatanya dia tak sekuat itu dan suaminya belum sesetia itu terhadap dirinya.

Ayana Isadia, wanita 28 tahun, putri tunggal dari pebisnis ternama Chandra Adhyaksa. Dia pikir dengan lari dari ayahnya, maka hidupnya sudah terbebas dari bayang-bayang hubungan tanpa cinta. Namun, pada kenyataannya bayang-bayang itulah yang seolah tak ingin pergi dari kehidupannya.

Dia pikir Ali-lah jodoh terbaik untuk dirinya, Ali-lah pria yang akan menerima semua kekurangannya tanpa bertanya, kenapa? Kapan dan untuk apa? Ternyata dia masih berada di putaran hidup yang sama, kendatipun dengan orang yang berbeda.

Ayana mengemasi pakaiannya ke dalam koper kecil berwarna hitam. Dia berhasil keluar dari kediaman suaminya itu tanpa diketahui oleh siapa pun.

Tujuannya adalah pulang ke apartemen miliknya.

Sejenak Ayana menghentikan langkah kakinya saat ia merasa ada seseorang yang juga berjalan di belakangnya. Namun, saat ia menoleh ternyata tak ada siapa pun di sana. Ayana segera masuk ke dalam apartemen-nya. Ia rebahkan tubuh lelahnya, hingga akhirnya ia terlelap.

Sementara itu di kantornya, Ali baru saja akan membuka layar laptopnya. Namun, tiba-tiba dia teringat akan keadaan Ayana yang kendatipun sudah diberikan obat penurun panas, namun rasa khawatir itu tetap saja singgah di benaknya.

"Kok gak dijawab? Apa dia masih tidur, ya?" tanyanya saat sang istri tak jua menjawab panggilan darinya. Ali beralih menghubungi sang ibu, namun indra penglihatannya tiba-tiba melihat adanya sebuah pesan masuk yang belum terbaca di layar ponsel-nya.

Ali menengadah, mendongak menatap langit-langit ruang kerjanya ini. Lalu,ia tampak menghapus semua data tentang Annisa yang masih tersimpan di ponsel-nya.

"Aku sudah putuskan untuk melupakanmu Annisa, selamanya!" ucapnya dengan berniat kembali menghubungi sang ibu.

"Iya, Mas. Ada apa?" tanya sang ibu melalui panggilan suaranya.

"Bagaimana keadaan Ayana, Bu? Apa suhu tubuhnya udah normal?" tanyanya tampak sangat mengkhawatirkan keadaan istrinya itu.

"Sepertinya Ayana masih di kamar deh, Mas. Ibu belum lihat dia turun sejak kamu berangkat ke kantor tadi pagi."

"Ali telepon juga gak dijawab, Bu. Bisa Ibu cek ke kamar gak? Ali khawatir."

Halimah segera naik ke lantai dua.

Tok, tok, tok. Tak ada jawaban dari dalam kamar milik anak dan menantunya itu. "Sepi banget, Mas."

"Coba diketuk lagi, Bu. Mungkin Ayana sedang di kamar mandi," pinta Ali yang langsung dilaksanakan oleh sang ibu.

Tanpa harus mengetuk kuat-kuat dan berniat membuka pintu tersebut, nyatanya pintu sudah langsung terbuka.

"Ay, kamu di mana?" Halimah mencari ke sekeliling kamar anaknya tersebut. Namun, keberadaan sang menantu tak kunjung ditemuinya.

"Ayana gak ada di kamar, Mas."

"Di kamar mandi, Bu. Coba dicek!" pinta Ali lagi dengan perasaan yang sudah tak menentu kini.

Halimah segera membuka pintu kamar mandi, namun hasilnya juga sama.

"Bagaiamana, Bu?" tanya Ali tak sabar menunggu kabar tentang Ayana.

"Sama aja, Mas. Ayana gak ada juga di kamar mandi."

Degh! Ali mencelos dengan debaran jantung yang sudah tak berirama lagi. Kendatipun masih banyak kemungkinan tentang keberadaan Ayana, tetap saja tak mampu menghilangkan rasa khawatirnya. Terlebih Ali curiga jika Ayana sempat melihat atau bahkan mungkin membaca pesan dari Annisa tadi.

"Ali segera pulang ke rumah, Bu. Kumpulkan semua asisten rumah tangga di rumah kita!" pintanya sebelum mengakhiri panggilan suaranya terhadap sang ibu.

Halimah segera memerintahkan semua orang yang bekerja di rumahnya untuk segera berkumpul di ruang keluarga sesuai permintaan Ali.

Wajah-wajah mereka tampak dipenuhi dengan tanda tanya dan kekhawatiran. Tak biasanya mereka dikumpulkan seperti ini. Pasti ada suatu hal atau kejadian penting yang sudah terjadi di rumah milik majikan mereka ini. Akan tetapi, apa? Salah seorang di antara mereka tampak menujukkan raut wajah heran, saat menyadari jika sang nona muda tak nampak di antara mereka.

"Ada yang tahu Nona Ayana ke mana?" bisiknya pada salah satu rekannya itu.

"Hari ini aku juga belum melihatnya. Biasanya Nona muda sudah ada di dapur bersama Nyonya besar jika pagi hari. Tapi, hari ini Nyonya besar sendiri di dapur tadi," jawab rekannya tersebut.

"Apa jangan-jangan?" Belum selesai dia berucap, tangannya sudah lebih dulu ditepuk oleh temannya itu. Dia pun ingin protes, namun niatannya itu buru-buru dia urungkan, saat melihat kedatangan Ali yang berjalan dengan. langkah kaki panjang dan cepat, lalu dengan raut wajah yang terlihat sangat resah itu.

"Tuan muda tampak sangat risau."

"Iya, benar. Sepertinya Nona muda pergi dari rumah ini. Tapi, masalahnya apa? Bukankah mereka tampak sangat harmonis belakangan ini?"

"Entahlah, orang kaya memang pandai berkamuflase."

"Kalian tahu, untuk apa kalian aku kumpulkan di ruangan ini?" tanya Ali dengan menatap satu-persatu asisten rumah tangganya itu.

"Belum tahu, Tuan," jawab mereka hampir bersamaan.

"Istriku pergi dari rumah. Apakah di antara kalian ada yang melihat kepergiannya atau mungkin sempat berbincang dengan istriku itu?"

Mereka pun saling melihat antara satu dengan yang lainnya. Bingung dan heran, itulah kesan yang pertama kali mereka rasakan saat ini.

Tak ada informasi apa pun yang didapatkannya di kediamannya ini. Akhirnya Ali memilih untuk meminta bantuan orang-orang kepercayaannya untuk melacak keberadaan sang istri.

"Nona ada di apartemennya, Pak. Apakah Bapak ingin segera menemuinya?" Tanpa menjawab pertanyaan orang yang sudah memberikan informasi kepadanya itu, Ali segera tancap gas untuk menemui Ayana yang diketahui jika kini tengah ada di apartemennya.

Ayana baru saja bangun dari tidurnya, ia rapikan rambut dan kemejanya yang sedikit berantakan. Baru saja Ayana berniat untuk masuk ke dalam kamar mandi, dia mendengar suara tombol pintu apartemennya dibuka.

Tit, tit, tit.

Ayana tertegun untuk beberapa saat. Siapa kiranya yang mengetahui kode pintu apartemennya ini? Apakah sang ayah, Chandra Adhyaksa?

Baru saja dia akan melangkah, pintu apartemennya itu sudah sukses dibuka dan pandangan matanya membeliak menatap nanap dan tak percaya.

"Sayang."

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

siapa ya

2024-02-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!