Luka tak berdarah.

Ali dan Ayana mencelang mendengar ucapan yang keluar dari bibir seorang Chandra Adhyaksa.

"Kebahagiaanmu hanya sementara," ulangnya lagi karena dia merasa jika wajah Ali penuh dengan tanda tanya.

"Kendatipun Ayana positif hamil, namun proses perceraian akan tetap dilanjutkan sampai bayi dalam perut Ayana lahir. Sah, kan?"

Ali terdiam dengan tanpa melepas pelukannya terhadap Ayana yang menjelangak menatapnya dengan perasaan tak percaya atas ucapan sang papa.

"Papa akan memisahkan anak ini dengan ayahnya sedari ia masih berada di dalam kandungan?" ucapnya dengan gerakan tangan menunjuk pada perutnya yang masih rata.

"Tentu saja iya, Ay! Kamu bisa bahagia tanpa kehadirannya," jawab Chandra Adhyaksa dengan congkak dan tangan yang menunjuk tepat di wajah Ali.

"Tapi aku gak mau pisah sama Mas Ali, Pa. Terlebih dengan kehamilanku sekarang ini, aku sangat membutuhkan sosok suami yang akan selalu ada di semua suka dan dukaku seperti yang pernah Papa katakan tentang kehamilan Mama saat mengandungku dulu. Kenapa Papa malah membuatku menderita di saat kehamilanku ini? Apakah Papa tidak ikut bahagia atas kehadiran calon cucu pertama Papa?" rengek Ayana dengan mata yang mulai berair.

"Halah persetan dengan semua itu, Ay. Pastinya setelah bayi dalam kandunganmu itu lahir, kamu akan resmi dipinang oleh Erick Atmajaya, putra dari Tuan Surya Atmajaya."

Ali masih belum berbicara. Ia masih ingin mendengar semua ucapan sang ayah mertua yang sangat amat bersemangat dalam menyudutkan dan merendahkan dirinya. Sehina itukah dia, serendah itukah kedudukannya sebagai menantu dan seorang suami? Ah biarlah! Siapa pun di dunia ini berhak untuk menilai baik dan buruknya seseorang, asalkan dia bisa bercermin atas perilakunya sendiri. Apakah lebih baik dari orang yang direndahkannya atau malah sebaliknya?"

"Lihatlah! Bahkan ayah dari anakmu ini sama sekali tidak keberatan dengan pernyataan yang Papa katakan. Lalu, apa yang membuatmu merasa keberatan, Ay?"

"Hanya aku yang bisa memutuskan kalimat itu sah atau tidaknya, Pa. Tidak dengan Papa atau pun orang kepercayaan Papa."

"Bagus, jika kamu sadar dan tahu tentang hal itu. Kamu tahu, apa jadinya jika Ayana mengetahui jati dirimu sebenarnya itu siapa, Anak muda?"

Kali ini Ayana yang ganti menatap heran kepada Ali. Dengan kepala menjelangak mendongak menatap wajah suaminya itu. Lalu, kini berganti menatap sang papa, Chandra Adhyaksa.

"Maksud Papa, apa? Apa yang suamiku sembunyikan tentang identitasnya terhadapku?"

Chandra tersenyum smirk saat mendapat pertanyaan seperti itu dari Ayana. Inilah hal yang sangat dinanti-nantikan oleh dirinya.

"Bagaimana, Anak muda? Butuh bantuan untuk menjawab pertanyaan dari Ayana?"

Ali berkali-kali menahan nafas dan memejamkan matanya dengan berat. Akankah semua berakhir hari ini? Baru saja dia bahagia atas doanya yang terijabah, baru saja dia akan merayakan kegembiraan atas kehamilan sang istri. Namun sekarang apa? Senyum itu bahkan baru sebentar hadir dalam mendung di wajahnya.

Tatapan mata penuh cinta dari sang istri itu baru saja ia dapatkan kembali hari ini. Akan tetapi, sekarang seolah berangsur akan kembali sulit untuk ia dapatkan. Apakah kebahagiaan itu hanya sekedar singgah dalam kisah kehidupannya? Tak inginkah menetap lebih lama hingga dia lupa rasanya menangis kecewa dan terluka?

"Mas." Ayana mengguncang bahu Ali saat sang suami tak jua menjawab kegundahan hatinya.

"Dia anak dari musuh bebuyutan Papa, Ay. Tuan Ibrahim, orang yang harus bertanggung jawab atas kematian mamamu."

Ayana menggeleng tak percaya dengan ucapan sang papa. Kendatipun papanya adalah orang yang sangat anti dengan kebohongan, namun Ayana berharap hari ini papanya berubah menjadi seorang yang munafik, yang dalam bicaranya mengandung kedustaan.

Sementara Ali Zein Ibrahim pasrah kini. Inilah yang selama ini dikhawatirkan olehnya. Andai Ayana tahu tentang hal ini dari mulutnya sendiri, mungkin tidak akan seperti ini kejadiannya. Andai dia tahu siapa Ayana sebenarnya, pasti dia akan mengatakannya sebelum kata sah itu akhirnya menjadi penanda status hubungan mereka. Namun, kini, apakah semua sudah sia-sia? Apakah memang benar jika jodoh mereka akan berakhir hari ini?

"Jawab, Mas! Jangan diem aja. Katakan jika yang dituduhkan oleh papaku itu adalah sebuah fitnah dan kebohongan. Katakan, Mas!"

"Dan bukan hanya itu kejahatan yang coba disembunyikan oleh suamimu ini, Ay!"

Ayana dan Ali sama-sama menoleh kepada Chandra Adhyaksa demi memperjelas kalimat yang sungguh bagaikan pecutan rotan yang berkali-kali dicambukkan di tubuh Ayana itu, sakit yang tadi saja masih belum jelas penyebabnya. Lalu, sekarang apa lagi? Kejahatan seperti apa yang akan diungkapkan oleh papanya tentang suaminya ini?

"Kamu menikah dengan pria yang masih mencintai wanita di masa lalunya, Nak."

"Ayana tahu, Pa," ucapnya lega. Hal yang sama yang kini dirasakan oleh Ali. Dia pikir Chandra akan mengatakan hal yang lebih mengerikan dari pada kisah itu. Dan baru saja Ali akan memperkuat keyakinan Ayana, Chandra Adhyaksa kembali berucap, "Dan wanita itu tinggal di apartement milik suamimu ini, Ay. Katakan! Adakah kelakuan yang lebih menjijikkan dari pada hal itu? Mencintai wanita yang sudah berstatus sebagai istri orang, sementara dirinya sendiri sibuk mengobral janji dan cinta terhadap dirimu. Sekarang kamu tahu, sebagai apa posisimu dalam rumah tangga dan di dalam hatinya, Nak? Kamu hanya selir!"

Ayana mencengut, melenggak menatap Ali, meminta kepastian atas apa yang sesungguhnya tak ingin dipercayainya ini. Sungguh dia bahagia kini dengan kehamilannya, namun kenapa bahagianya harus terjeda dan ternoda dengan pernyataan dari papanya ini. Suaminya membawa wanita lain ke dalam peraduannya, hal yang belum pernah sama sekali dia rasakan sebagai istri sah seorang Ali Zein Ibrahim. Akan tetapi, ini apa? Suaminya bahkan sudah terlalu jauh mengkhianati dirinya.

"Sekarang coba kamu renungkan, Nak. Dua manusia dewasa dan berbeda jenis kelamin, tinggal dan tidur dalam satu ruangan dan ranjang yang sama. Siapa yang bisa menjamin jika mereka tak melakukan perbuatan hina itu, siapa, Nak?"

"Cukup, Pa! Papa sudah terlalu jauh menfitnah diriku."

"O ya? Lebih jauh mana, Tuan Ibrahim. Pernyataan saya yang kauanggap hanya sebuah fitnah atau perselingkuhan yang Anda lakukan dengan sadar dan terencana dengan gundik simpanan Anda itu? Coba jelaskan! Di mana letak kalimat saya yang mengandung kebohongan dan fitnah?"

"Dia memang tinggal di apartement-ku, hanya dia, tidak denganku! Aku bersumpah atas nama Tuhan, aku tidak pernah sekali pun melakukan perbuatan hina itu terhadap wanita yang Papa tuduhkan."

"Cukup!" Kalimat itu cukup jelas dan lantang diucapkan oleh Ayana Isadia yang kini sudah bersimbah air mata. Ali mendekat untuk menyeka air mata sang istri yang dibiarkan mengalir oleh sang pemilik mata.

"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu itu."

🌷🌷🌷🌷🌷🌷

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Ayana jangan ambil keputusan sendiri tanpa kau usul periksa

2024-02-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!