Ali kembali terpekur menelaah ucapan Annisa. Maaf, dan maaf lagi. Itulah yang sedari tadi ia katakan terhadap Ali.
"Perbaiki jika memang masih bisa diperbaiki!" ucap Ali dengan membuang pandangannya tak ingin beradu mata dengan Anisa yang membuat hatinya kembali goyah.
"Ternyata aku bukanlah satu-satunya, Mas."
"Maksudmu?" tanya Ali dengan mendongakkan kepalanya.
"Aku hanya seorang selir, Mas, istri simpanan, istri muda. Istri ke dua untuk suamiku." Ali menengadah, ia melihat mata mantan kekasihnya itu kembali berkaca-kaca, berkabut pekat dan berserabut. Ali tahu ada penderitaan di sana, namun apakah dia pantas untuk dikasihani? Dan apakah dia adalah orang yang tepat untuk memberi perhatian kepada wanita di depannya ini? Jawabnya tentu saja tidak dan salah!
Ali melengak melihat bulir bening itu akhirnya tumpah dari sang pemilik indra. Dulu dia lah yang selalu menyeka air mata itu, dulu dia tak pernah ingin membuat telaga mata mantan kekasihnya itu basah, hanya tawa yang bisa membuatnya menangis. Namun, kini semua salah dan hina untuk seoarang Ali Zein Ibrahim.
Ali melongo tak percaya dengan tatapan mata nanap penuh keterkejutan. "Istri kedua?" ucapnya memastikan dan Annisa pun mengangguk mengiyakan.
"Apakah kedua orang tuamu tahu tentang hal ini?"
Annisa menggeleng. "Kenapa?" tanya Ali lagi.
"Dia mengancam akan membuat hancur perusahaan Papa jika sampai hal ini terdengar oleh mereka."
"Lalu dengan kejadian hari ini, apakah itu tidak sama saja artinya bahwa kamu telah membongkar aib suamimu secara tidak langsung melalui diriku?"
"Entahlah, Mas. Aku sudah kehilangan kewarasanku karena menikah dengan pria kasar seperti dia."
Ali bergeming mencerna kejadian yang begitu terasa rumit yang dialaminya hari ini. Baru saja dia berjibaku dengan segudang agenda perusahaan yang baru dirampungkannya sebagian, lalu sekarang kenapa masa lalu yang coba ia hempaskan kembali hadir? Takdir seperti apa yang telah Sang Khalik gariskan untuk dirinya?
"Namun, aku bersyukur karena Allah mempertemukanku dengan dirimu hari ini."
"Namun, kita bertemu di waktu yang salah, Niss!" ujar Ali dengan melonggarkan kancing hem-nya, melepas dasi hitamnya, lalu menyandarkan kepalanya. Dia lelah sungguh lelah.
"Apa maksudmu, Mas? Kamu sudah tidak mencintaiku lagi, secepat itu kah?"
Ali menggeleng menolak tuduhan Annisa. Cinta? Jelas saja dia masih mencintai Annisa. Namun, statusnya sudah berubah kini. Dia sudah menyandang gelar sebagai suami orang. Ya, suami dari seorang gadis cantik bernama Ayana Isadia.
"Aku bukan lagi Ali yang dulu, Nisa. Aku sudah menikah dan sekarang ada istri yang harus kujaga perasaan dan juga hatinya. Bukan dirimu yang sudah menorehkan luka tak berdarah di dalam hatiku."
"Kamu bohong, Mas! Aku gak percaya bisa secepat itu kamu melupakan diriku!"
"Tapi itu kenyataannya, Nissa! Andai kesetiaanku tidak kaugadaikan dengan emas permata dari suamimu itu, mungkin saat ini adalah hari bahagia kita, tapi kenyataannya apa? Kamu dengan mudahnya menerima pinangan pria lain. Kaulupakan semua janji dan janji yang sudah tak berguna lagi untuk kutepati. Sakit hatiku bahkan tak pernah ingin kautahu." Annisa tertunduk menyadari Keegoisannya yang tak sabar menunggu restu sang ayah untuk hubungannya dengan Ali, hanya karena Ali tak lebih berharta dari calon suaminya yang seorang saudagar kaya.
"Kamu pasti tidak mencintai istrimu itu kan, Mas. Kalian dijodohkan?" Annisa ternyata tak bisa menerima kenyataan jika Ali sudah menjadi suaminya orang.
"Aku belajar dari dirimu, Annisa. Ternyata belajar mencintai tidak seberat belajar melupakan. Banyak karena untuk sebuah proses melupakan. Namun, tidak ada alasan untuk kita mencintai seseorang yang ternyata tak membutuhkan alasan untuk menerima semua kekuranganku yang memintanya menjadi pendamping hidupku."
"Aku tetap ingin bersamamu, Mas. Berikan kesempatan kedua untukku!" pintanya dengan berdiri dan bermaksud mendekat kepada Ali.
"Aku tidak memiliki kewajiban apa pun untuk dirimu, Nissa! Aku masih berbaik hati dengan membiarkan dirimu untuk sementara waktu tinggal di apartemen-ku ini, tapi jangan minta sesuatu yang lebih lagi," ucap Ali dengan mengibaskan satu tangannya agar Annisa tetap pada posisinya.
Satu kesalahan Ali karena sudah membiarkan wanita lain ada di dalam kehidupan rumah tangganya bersama Ayana.
*
*
Ayana sudah masuk ke kamarnya saat jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.
"Mungkin Mas Ali tidur di kantor," lirihnya sebelum memeluk guling motif pandanya.
Baru saja dia akan memejamkan kedua matanya dia mendengar pintu kamarnya ada yang membuka. Sontak Ayana bangun dan menyibak selimut yang baru saja menempel di tubuhnya.
"Mas." Ayana segera berdiri menghampiri sang suami lalu mencium punggung tangan Ali dengan lembut. Ada parfume yang ia tahu jika itu bukan aroma dari tubuh sang suami.
"Maaf, sudah membuatmu menunggu dan melupakan janjiku untuk makan malam di rumah malam ini." Ayana tersenyum, dia kemudian membantu Ali melepas jas dan juga hem-nya untuk kemudian ia masukkan ke dalam keranjang baju kotor. Ali tercenung, rasa bersalahnya semakin menjadi saja saat melihat besarnya perhatian Ayana untuk dirinya. Ia bertekad untuk tak terpengaruh apalagi goyah dengan kisah rumah tangga Annisa. Yakin bisa, Ly?
"Kamu sudah makan, Mas? Aku bisa menghangatkan makanan kesukaanmu jika kamu menginginkannya." Ayana bermaksud keluar dari kamarnya, namun Ali mencegahnya dengan meraih satu tangan Ayana.
"Istirahatlah! Kamu sudah terlalu lelah menungguku pulang malam ini. Aku bisa melakukannnya sendiri." Ayana menoleh dan untuk pertama kalinya dia melihat dada bidang Ali yang ditumbuhi bulu-bulu halus di sana. Ayana menelan salivanya lekat-lekat coba meredam kegugupannya.
"Kenapa?" tanya Ali dengan menarik tubuh Ayana hingga menghapus jarak di antara keduanya.
"Gak! Sepertinya cacing di perutmu sudah berdansa, meronta meminta asupan makanan dari tuannya." Ayana memalingkan wajahnya tak sanggup memandang betapa gagah dan tampannya tubuh dan wajah Ali jika sedang dalam keadaan begini.
"O ya? Apakah hanya cacing dalam perutku yang meronta, tidak dengan gadis cantik yang sekarang sedang tersiksa menahan hasratnya untuk memeluk diriku?" Ali semakin gencar menggoda Ayana yang kini sudah jempalitan di dalam hatinya karena kalimat yang diucapkan oleh sang suami. Rasanya wajar jika dia menginginkannya. Namun, ada rasa yang masih belum bisa dia pastikan saat ini.
"Tidurlah, Ibu bisa marah besar jika sampai matamu sembab karena tak bisa tidur malam ini," ucap Ali melepas pelukannya terhadap Ayana, lalu mengambil kaos oblong beserta celana chargo sebatas lututnya. Saat ia hendak melangkah keluar, Ayana sudah berdiri di sampingnya.
"Kenapa?" tanyanya bingung.
"Bolehkah aku menemanimu makan malam, Mas?"
"Apakah jika kujawab tidak, kamu akan kecewa?"
Ayana tersenyum lalu menggeleng. "Aku akan menunggu sampai suamiku bisa merasa nyaman dengan kehadiranku."
Tanpa berkata apa pun lagi, Ali segera menggandeng tangan Ayana yang kini tersenyum menatap tangannya yang digenggam dengan mesra oleh Ali.
"Maafkan aku malam ini, istriku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
tega hati mu Ali
2024-02-09
1
վմղíα | HV💕
idih ngapain ingat dirimu 🤭
2023-10-19
2
վմղíα | HV💕
pasti mereka bakalan CLBK sudah kebaca
2023-10-19
1