Ali akan bicara kepada sang ibu saat menyadari keberadaannya saat ini. Namun, baru saja ia akan membuka mulutnya, sang ibu sudah memutus panggilan suaranya secara sepihak.
Ali segera tancap gas pulang ke rumahnya. Sampai di rumah, suasana sudah sepi karena waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.
"Aku membuat kesalahan lagi hari ini." Ali bergegas masuk ke dalam rumahnya. Saat ia akan menghidupkan salah satu lampu pada ruangan tersebut, tiba-tiba Ali dikejutkan dengan keberadaan Halimah yang kini sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Ayahmu tidak pernah sekali pun membuat Ibu bersedih apalagi sampai menangis, Ly. Tapi kamu? Jangan mengelak! Ibu tahu semuanya."
Lagi, Ali tergamak. Apakah ibunya juga sudah tahu jika ada Annisa ada di apartemennya?
"Semuanya? Maksud Ibu apa? Ali gak paham," ucapnya berusaha menebak perkiraan sang ibu.
"Tadi malam kamu tidur di apartemen, kan? Kenapa, apa hanya karena kamu belum mampu melaksanakan kewajibanmu secara utuh terhadap istrimu, iya? Cinta itu diciptakan, Ly, bukan malah dihindari!"
Ali kembali tercekat. Jakunnya anggup-anggip naik-turun saat ia tampak kepayahan menelan salivanya sendiri.
"Bahkan aku yang meminta Ayana untuk menjadi istriku, Bu. Mana mungkin aku menduakannya."
"Tapi kenyataannya apa? Kamu masih mengharapkan Annisa, kan?"
"Gak, Bu!" Kumohon jangan sebut nama itu lagi, Bu. Aku benar-benar sudah melupakannya bersama hadirnya Ayana dalam kehidupanku."
"Kok Ibu ragu, ya?"
Ali menarik nafasnya panjang dan lelah. Kenapa ibunya ini sulit sekali percaya akan ucapannya? Haruskah Ali bersumpah agar sang ratu tak bermahkota namun bertelapak kaki syurga ini percaya?
"Sebejat-bejatnya Ali, Ali tidak mungkin menodai ikatan suci pernikahan kami, Bu. Ali mohon Ibu percaya."
*
*
Ali masuk ke dalam kamarnya. Ia melihat Ayana tengah duduk di ranjang dengan buku di tangannya.
"Kamu mendengar semua yang Ibu katakan?"
Ayana mendongak menanggapi pertanyaan Ali terhadapnya.
"Yang mana?"
"Semuanya."
Ayana berdiri lalu berjalan menghampiri Ali, ia cium punggung tangan yang belum pernah menyentuh tubuhnya itu. Lagi, Ayana mencium aroma parfume itu. Kecurigaannya sungguh tak mampu lagi ia tahan, ditambah percakapan Ali dengan ibunya yang sangat jelas dia dengar.
"Apakah aku menikah dengan pria yang belum usai dengan masa lalunya?" monolognya dalam hati saat Ali mengusap puncak kepalanya pelan.
"Maaf sudah membuatmu menunggu." Ali segera mengganti bajunya dengan pakaian santai. Ia rebahkan tubuh menjulangnya di samping Ayana yang sudah lebih dulu terpejam.
"Apakah aku salah karena menerima permintaannya tanpa tahu kisah di sebaliknya? Apakah dia hanya ingin membuat tenang kepergian ayahnya waktu itu, lalu untuk apa pernikahan ini? Jika hatinya saja masih harus kuperjuangkan untuk mendapatkannya."
Ali menengadah menatap langit-langit kamarnya. Di sana, di atas sana seolah ada wajah mendiang ayahnya yang tengah menatapnya dengan tersenyum manis. Dia sesalkan keputusannya yang telah mengizinkan Annisa untuk tinggal di apartemennya. Lalu, bagaimana jika ibunya nekat mendatangi apartemennya itu? Dan sang ibu bertemu dengan Annisa di sana.
"Aarrgghh!" Ali prustasi memikirkan kekeliruannya ini. Berulang kali ia coba memejamkan mata namun, tak jua bisa. Ayana tahu jika suaminya itu belum juga terlelap. Ali sibuk membenahi posisi tubuhnya. Hal yang semakin membuat Ayana kecewa.
"Siapa wanita itu?" lirihnya dengan kelopak mata yang mulai menghangat.
Keesokan harinya. Sebelum menuju kantornya Ali terlebih dulu singgah di apartemennya.
Dia disambut dengan senyum sumringah oleh Annisa.
"Sebaiknya kamu segera pulang ke rumah orang tuamu Nisa! Atau aku yang akan memberitahukan keberadaanmu di sini kepada ayahmu."
Annisa mendengus mendengar ancaman Ali.
"Kenapa kamu munafik banget sih, Mas? Sudahlah, gak perlu jual mahal dan pura-pura membenciku. Jika kamu belum siap membawa dan mengenalkanku kepada istrimu, gak apa-apa, Mas. Jadi simpananmu pun aku gak keberatan. Asal sah di mata agama aku sudah bahagia."
"Kamu sudah melewati batasanmu, Nisa, aku bukan lelaki murahan yang merebut istri orang!"
"Dan aku juga bukan wanita murahan yang ingin merebut hatimu dari istrimu itu, gak sama sekali, Mas! Kamu tetap milikku, kemarin hari ini dan selamanya!"
"Cukup. Hentikan kegilaanmu ini, Nisa! Ibuku sudah mulai mencium kehadiranmu di sini. Jadi kumohon pergilah!"
"Aku gak akan pergi sebelum kamu mau menikahiku, Mas!"
Ali menengadah membuang nafasnya kasar, lalu menatap jengah terhadap Annisa.
"Hidupmu yang rumit, kenapa harus aku yang kaulibatkan? Kita sudah selesai semenjak dirimu memutuskan untuk menerima pinangan pria itu. Sekarang kumohon pergilah! Waktumu sudah habis di sini, jangan melibatkan aku dalam urusan rumah tanggamu. Apa perlu kupanggilkan petugas keamanan di sini untuk mengusirmu?"
"Dan aku akan membuat namamu tercoreng jika sampai itu terjadi!"
"Kamu mengancamku?"
"Tidak! Hanya meminta kembali janji yang pernah kauucapkan!"
"Kamu memang sudah kehilangan akal sehatmu, Nisa. Janji yang dengan sadarnya telah kauingkari dan sekarang ingin kauminta kembali? Di mana logikamu berjalan, apakah hanya stuck jalan di tempat?"
"Kumohon jadikan aku istrimu, Mas. Aku janji tidak akan meminta lebih, hanya hatimu."
"Dan hatiku sudah sepenuhnya aku serahkan kepada istri sah-ku."
Setelah berucap demikian, Ali segera pergi meninggalkan apartemennya itu. Dengan sebuah peringatan agar Annisa segera pergi dari sana. Namun, ternyata ancamannya itu sama sekali tak diindahkan oleh Annisa.
"Kita lihat saja, Mas. Siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan menyerahkan?" gumamnya dengan bersiap pergi.
Di kantor, Ali tak bisa fokus dengan pekerjaannya. Bayang-bayang Annisa dan ucapannya tadi masih saja terngiang-ngiang di telinganya.
"Bisa segila itu pikirannya sekarang? Aku harus bergerak cepat sebelum Nisa semakin nekat." Ali segera mengemasi beberapa berkas yang baru saja dibukanya. Namun, saat dia akan beranjak dari kursinya, sebuah panggilan suara masuk.
"Istri Bapak ingin bertemu, apakah bisa, Pak?"
"Masuk!"
Ali segera berjalan mendekat ke arah pintu. Sungguhpun dalam hatinya ia bertanya-tanya.
"Ayana mau ngapain datang ke kantor tanpa memberitahuku?" gumamnya.
"Assalamualaikum."
Ali segera menggeser pintunya saat mendengar ucapan salam yang diyakininya itu adalah Ayana. Namun, baru saja pintu ruangannya itu terbuka beberapa senti, kedua mata Ali membeliak menatap tak percaya dan tercengang.
"Annisa?" ucapnya dengan tetap berdiri di ambang pintu ruangannya ini.
"Apa yang kaulakukan di sini? Ini kantor, Nisa!"
"Aku gak disuruh masuk nih, emang gak takut dilihatin para karyawanmu, Mas? Mereka bisa curiga lho." Annisa memandang ke sekeliling ruangan kantor milik Ali ini dengan beberapa karyawan yang mulai memperhatikan mereka berdua.
Ali menyingkir, memberi jalan agar Annisa masuk ke ruangannya.
"Nekat kamu, Nisa!" ucapnya seraya menutup pintu dengan satu tangannya.
"Aku bahkan bisa lebih nekat dari ini, Mas!"
Ali terpelangak mendengar pengakuan Annisa.
"Lebih nekat dari ini?"
Belum usai rasa keterkejutannya akan kedatangan Annisa di kantornya, tiba-tiba pintu ruangannya kembali diketuk dari arah luar.
"Mas, kamu sama siapa di dalam?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Ali cari masalah
2024-02-09
1
վմղíα | HV💕
ibumu tau kalau kamu belum melaksanakan kewajiban mu, kapok kena marah
2023-10-20
1